Antara aku, kamu dan tuberkulose.
Tulisan tolol ini, saya dedikasikan untuk semua yang berteman baik dengan TBC a.k.a KP, baik yang sudah dinyatakan sembuh total, atau dalam pengobatan atau putus obat karna alasan biaya dan bandel kalo dikasih tau.
Tuberkulose. TB Paru. Flex Paru. Koch Pulmonal. Penyakit Batuk Darah. Sebagian menyebutnya Paru-paru basah. Atau Penyakit paru berobat 6 bulan.
Mungkin akan terdengar lebih keren walaupun penyakit ini tidak keren, kita sebut saja KP. Sebab mendengar TBC kadang membuat orang menjadi lebih "berjarak" dari si sakit.
Begitu banyak pasien yang saya temui di klinik, PKM atau UGD dengan penyakit KP. Keluhannya beragam, mulai dari batuk berdahak sudah lama, hilang timbul, kalo minum obat sembuh nanti kambuh lagi. Kalo ditanya tentang "pernah batuk darah ga?" selalu disangkal, walau ujung2nya ngaku juga. Sesak nafas. Nyeri dada. "Gringgingan" setelah mandi sore. Nafsu makan menurun. Berat Badan tidak naik bahkan semakin kurus. Itu gejala yang saya dapat dari sebagian besar pasien yang saya tanya.
Pada pemeriksaan fisiknya sering saya dapat limfadenopati coli yang berjejer beberapa dibelakang telinga. Tonjolan ditulang belakang atau lutut. Ronki basah halus pada paru bagian atas juga bawah. Kadang disertai mengi, crakles dan juga bunyi pada lapisan luar paru (*pleural friction rub), ada beberapa pasien malah suara nafas vesikulernya menghilang atau terdengar sangat pelan. Pada permeriksaan ketuk paru (*perkusi) redup- sonor. Kondisi datang mulai dari compos mentis(*sadar bin rapuh atau manja bin sombong), sampai Soporo -Koma. Beragamlah pasien-pasien yang menderita ini.
Dan, ketika ditanya tentang riwayat penyakitnya. Disinilah kejengkelan saya dimulai!!!!
Ada yang secara sadar ngaku bahwa pernah berobat 3 bulan, atau 2 minggu, atau 1 bulan lalu merasa lebih enak jadi distop aja. Ada yang alasan biaya obatnya mahal. Ada juga yang ga mau sama sekali minum obat, walaupun sudah dianjurkan. Hanya mau "disuntik batuk darah" biar sembuh. Atau karna alasan rumahnya jauh, jadi keberatan diongkosnya. Banyakkan alasannya? Intinya satu aja, ga ada niat untuk mau sembuh dan memperbaiki kondisinya.
Rasanya cukup lucu mendengar alasan-alasan pasien. Tapi, pas sudah parah kok bisa2nya malah "ngotot" dan "marah", apalagi kalo datang sudah dalam kondisi yang "susah", karena komplikasinya udah kemana-mana. Kenapa pas masih bisa diatasi dengan berobat jalan, cobalah untuk taat. Kalo memang tidak mampu berobat ke RS, minta tolong pada dokternya, supaya diberikan surat "pindah berobat" atau "rujukan" pada PKM setempat. Karena setau saya, pengobatan KP itu gratis di PKM. Karna KP salah satu program penyakit yang masuk dalam program pemerintah yang diupayakan pembrantasannya. Dulu, ketika 2012, dibilangnya 2015 Indonesia bebas TB. Tapi saya pikir, itu masih mimpi!
Bayangin aja, hari ini. Saya ketemu 6 orang pasien KP. Satu plus, akibat Sepsis. 2 kali dinyatakan Destroyed Lung diruang isolasi. Kalo sudah begini, gimana coba? Siapa yang rugi? Mau marah pada siapa? Obat-obatan sudah disiapkan dilayanan primer. Tolonglah cari layanan primer terdekat, periksakan diri anda bila ada keluhan yang mengarah ke KP. Buatlah kartu BPJS atau Jaminan Kesehatan lainnya.
Bila 1 orang dewasa bisa diobati dengan benar dan tepat, kita bisa menyelamatkan 3 orang didalam rumah. Setidaknya, kita mencegah resiko penularan pada anak-anak. Tidakkah kita kasian pada anak kita bila dia tertular? Kemungkinan komplikasi pada anak bisa berubah menjadi gawat darurat. Apalagi bila penangannya terlambat.
Perjalanan penyakit KP tidak menunggu, penyakit inj menyebar. Pada pasien yang sudah berobat 2 minggu, penyebaran secara droplet memang dikatakan oleh beberapa ahli berkurang, atau tidak begitu infeksius. Perlahan setelah pengobatan 2 minggu, pasien biasanya merasa lebih baik. Tapi bukan berarti berhenti total ya. Lalu seenaknya ga mau lagi berobat. Pengobatan KP adalah pengobatan rutin dan berkala. Ada juga pengelompokkannya mulai dari kategori I, II dan III. Dimana masing2 pengelompokkan berbeda lamanya. Contohnya, kategori I, 2 bulan fase intensif, 4 bulan fase lanjutan. Setelah 2 bulan, pasien harus pergi ke sarana kesehatan untuk memeriksa dahak lagi, positif ngga? Kalo ngga, lanjut fase lanjutnya, kalo seandainya positif, ada yang namanya fase sisipan. Setelah akhir bulan ke 5 dan akhir pengobatan juga wajib diperiksa dahaknya.
Memang saya tau, bahwa sangat membosankan bila mengikuti alur tatalaksana yang benar. Tapi, jika kita menyayangi tubuh kita dan mau mencegah penularan pada keluarga kita. Sebaiknya kita patuh berobat.
Kuman KP bisa sembuh dan tidak kembali lagi. Semua tergantung pada kita. Ada beberapa kasus dimana kumannya bangkit dari tidurnya, sehingga kambuh lagi. Ada juga kasus langka dimana terjadi kekebalan terhadap antibiotik anti KP. Kalau sudah begini, yang susah ya si pasien. Karna obatnya sudah masuk lini 2 yang notabene mahal.
Kenapa saya menyampaikan ini?
Ketika saya PTT di Kab Sorong, saya menemukan begitu banyak pasien yang KP. Bahkan saya berani menjamin bahwa ada satu kampung disana mayoritas KP. Tapi kesadaran mereka untuk mau berobat sangat minim. Bahkan setelah dipaksapun dan difasilitasi untuk turun ke kotapun, hanya beberapa yang mau ikut. Lainnya cuek. Tapi nanti datang ke puskesmas dalam kondisi memprihatinkan, entah paru-paru berair atau destroyed lung, bahkan ada yang meninggal. Saya pernah melakukan "pungsi pleura" sebanyak 3 liter loh. Kebayang ngga, gimna ceritanya ada cairan sebnyak 3 liter ada didalam paru2.
Berbagai hal coba dilakukan salah satunya penyuluhan. Walaupun saya tau, teriakan yang saya dengungkan terbentur pada gunung-gunung, menggaung namun tidak berbalik. Saya percaya ada beberapa yang benar-benar mendengarkan.
KP bukan teman yang harus kita pelihara dengan subur pada tubuh kita. Bukan juga vitamin yang harus kita jaga agar semakin berkembang baik.
KP adalah penyakit mematikan yang harus dibuang jauh. Bukan hanya mematikan untuk kita, tapi penularannya sangat jahat pada orang lain terutama anak-anak.
Tolonglah, bila anda tinggal didekat layanan primer seperti Puskesmas dan memiliki gejala seperti yang disebutkan diatas, segeralah periksakan diri anda.
Bila anda dinyatakan KP, jangan minder!
KP bisa diobati dna disembuhkan. Jangan sembunyi! Jangan lari!
Patuhlah berobat sampai tuntas!
Sehat memang murah bila kita peduli untuk menjaga.
Tapi sehat menjadi sangat mahal, saat kita cuek terhadap tubuh kita.
Saya hanya mengingatkan kalian.
Sebab saya sering melihat penyakit ini bertebaran dimana-mana.
Miris rasanya mendengar sebagian dari kita, menggalakan Indonesia Bebas TB.
Namun dipelosok-pelosok negeri ini, KP semakin subur terpelihara.
Karna kesadaran untuk mau berobat masih minim, sarana pengobatan masih langka, petugas kesehatan masih perlu dibina tentang "tanggungjawab" sebuah pengabdian.
Semoga suatu hari nanti,
Indonesia kita bisa benar-benar melenyapkan KP dari udara yang kita hirup.
Semoga beberapa tahun mendatang,
Indonesia kita benar-benar tidak mengenal adanya KP lagi.
Koch Pulmonum.
Dia tidak hanya menyentuh kaum ekonomi prasejahtera, dia juga bisa berkenalan dengan kaum intelek. Sebab udara yang kita hirup sama, dia beterbangan disekitar kita tanpa kita tau.
Karna itu, bila anda peduli, ingatkanlah mereka yang "bergejala" seperti KP untuk memeriksakan diri. Setidaknya tindakan sederhana ini, menyelamatkan diri anda juga.
Terima kasih sudah mendengar dan mau membantu.
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar