Saya dan Dia.
Dia yang saya tulis adalah sahabat ter-anjing saya.
Begitulah saya menyebutnya, dan memaknainya.
Bila ada yang bertanya kenapa "ter-anjing"?
Karena anjing adalah teman setia dan karena saya penyayang anjing.
Sore lalu,
Saya dan dia duduk pada sebuah sudut jalan ibukota.
Kami memutuskan menikmati jakarta sore itu dengan menaiki Transjakarta. (*tolong dong, namanya bukan BUSWAY itu lajur tempat dia berjalan, celetuknya)
Penuh. Sesak. Pengap. Walaupun semilir AC yang saya dan dia benci, masih mampu meredam beberapa "wangi" yang cukup menampar indra penghidu kami.
Kami berhenti disudut kota metropolitan. Menikmati gorengan, menyeduh kopi keliling, menghirup nikotin dan menikmati coklat.
Rong2. Baru saja menyelesaikan proyek terbarunya. "Lokalisasi Pelangi" karya yang dulu pernah kami debat dengan santai. Pernah kami tuangkan dan uangkan dijalanan kota hujan itu. Setelah tom2 kampret pergi, rong2 adalah pelarian yang menyenangkan.
Pisang Molen, cireng kacang, bakwan jagung, tahu gejrot, tempe goreng, disertai sambal kacangnya, juga 2 gelas torabika, 1 Mild Menthol dan 7 bungkus choki-choki. Sore ini, terlalu singkat dilewatkan tanpa "makanan" ala kami.
"Gue ngerasa hidup gue stag nyed" bukanya ketika semua sesajen kami lengkap dan rokok pertamanya menyala.
Saya mengangguk mendengarnya.
"Apa hidup gue udah selesai ya,nyong? Udah gini2 aja. Nulis skrip. Pembukuan usaha ibu. Sama palingan nyambi jadi 'kang jualin onderdil mobil tua."
"Hidup ga sesederhana itu,rong"
"Kemaren bokap bicara serius sama gue,nyed. Untuk pertama kalinya sejak berapa tahun lalu, pas g nolak FK. Ini kali pertama, gue dan dia bicara serius."
Rong2 menghembuskan asap rokoknya, menerawang keatas. Pembicaraan sore ini terlalu berat sepertinya. Diawali dengan berat, mungkin nanti diselingi dengan canda.
"Bokap nanya, mau apa gue dengan hidup ini. Apa tujuan gue hidup. Hanya untuk "kayak gini?", gue beneran loh. Akhirnya gue mikir, mau jadi apa gue. Apa iya selamanya gue cuman gini? Apa selanjutnya gue married? Apa ada anak orang mau dikasih makan sama gue dengan kerja yang seadanya? Bukan kayak lo, yang jlas tiap bulan ada. Setidaknya lo ga perlu mikirlah kerja apa."
Pembicaraan yang cukup serius ditengah klakson kendaraan yang mulai ribut. Debu knalpot dan polusi suara menjadi latar kami, disenja yang kian meremang.
"Gue mikir, bener sih apa kata bokap gue. Cuman ya inilah gue,nyed. Gue ga bisa maksa menjadi Mas dan Mbak gue. Gue punya tujuan hidup yang beda. Gue juga punya mimpi. Tapi gue ga bisa disamain dengan mereka. Iyakan? Lo tau banget kenapa gue keluar FK. Karna gue ga ngerasa hidup gue ada disitu. Gue justru stag.nyed! Dan sekrang pas bokap gue nanya serius ttg "mau apa gue sama hidup", tiba2 gue gelagapan. Bingung. Padahal selama ini, gue nyaris ngerasa hidup gue baik adanya. Inilah yang gue mau. Lalu gue ngerasa hidup gue plain. Gue mulai mempertanyakan tentang keputusan2 yang gue ambil. Gue mulai nyari, sebenre apa sih yang gue mau dalam hidup? Bener cuman segini dan sampe disini? Diumur segini, gue udah ga pengen kuliah formal."
"Rong, bahagia yang kita jalanin, mungkin ga se"aneh" apa yang diliat orang. Mungkin bagi bapak, lo terlalu santai. Lo serabutan. Lo urakan. Kerja kalo bener2 ada deadline. Sisanya? Nyantai. Bukan kayak mbak meni dan mas toddy. Mereka terlihat jelas masa depannya,nyong. Mereka dapet amplop tiap bulan. Jenjang kariernya kebaca. Intinya, mereka adalah apa yang diharapkan para orang tua. So far yang gue tau, ga ada orang tua yang mau ngeliat anaknya menjadi biasa aja dimata mereka. Apapun profesinya. Orang tua selalu ngedorong kita untuk "menjadi lebih" dari mereka. Untuk itu kenapa mereka crewet ga putus kayak mesin jahit dan dengungannya senyaring "klakson kereta api""
"...."
Kami menikmati pengamen diseberang sana yang sedang melantunkan lagu lawas tempo dulu. Dulu, saat kami belum mengenal bahwa "hidup itu keras" saat kaki telanjang kami masih lincah kesana- kemari dengan santai. Bahkan tidak ada beban yang terlihat begitu menekan. Hingga hari dimana Orang Tua kami bertanya "mau diapain hidupMU,nak?"
"Rong, lo liat mas kewel deh. Lo inget cerita dia pas bokapnya mau koid. Bokapnya minta dia stop jualan ketoprak telor dan bikin usaha lain. Bokapnya mau dia ngikutin dan ngelanjutin usaha percetakan di klaten. Lo inget?"
"And the point is? Lo nyuruh gue, kuliah lagi? Atau? Ngelanjutin usaha Ibuk? Jangan minta yang berlebihan deh,nyed. Gue ngerasa nyaman dengan gue hari ini. Walaupun, gue ga "membanggakan" bapak-ibu seprti kaka2 gue. Ya inilah gue." jawabnya dengan nada "mengkal" dan ekspresi malas
"Lo dengerin gue,nyet. Pointnya bukan itu. Tapi, dimanapun orang tua didunia ini, ga mau melihat anaknya menjadi "biasa saja". Mereka sudah banyak melihat dan mengalami. Bahwa bisa jadi hidup ga sesenang yang lo jalani saat ini. Jadi, gue pikir bapak cuman pengen lo serius aja sama kerjaan lo. Okeh, lo jadi penulis, pemain dan pelatih teater, parttimer di perusahaan ibuk. Tapi bisakan lo lakuin itu dengan usaha lo yang paling maksimal. Mungkim emang otak lo ga didesain untuk kerja normal atau kantoran pada manusia kebanyakan. Lo memang didesain dengan hidup dari seni yang lo suka, tapikan hidup ini harus berkembang,rong. Liat tom2, apa sih yang sulit untuk dia? Segala hal dia punya. Sama kayak lo. Tapi "ada something precious" yang buat dia ngerasa harus lebih dari ini. Mean, gue pikir, gue juga gitu. Apapun yang gue capai, penghargaan tertinggi adalah senyuman bangga noke dan since. Gue ga peduli apa penilaian orang buat gue, yang gue pikirin cuman satu, bonyok gue harus liat, bahwa apa yang mereka buat dan perjuangin untuk gue, ga sia-sia. Thats the point, Pandu Dananjaya Abimanyu!"
Rong2 terdiam mendengarnya. Tidak terasa rokok sebungkusnya sudha jadi abu. Pembicaraan KAMI tentang KITA selalu berat. Selalu menghabiskan energi dan melupakan waktu. Selalu. Bagaimanapun kita mencoba waras saat bercerita, nyatanya ngalor ngidul ini memakan waktu yang lumayan.
"Jadi gue ga ngebanggain? Menurut lo ga bakalan ada perempuan yang pintar mau dengan gue?"tanyanya dengan mimik lucu dan nada cukup memelas
Kami tertawa. Kami benar2 merasa geli. Bukankah itu esensi pertemanan? Menertawakan hal2 paling sepele juga hal2 rumit.
"Lo tau ngga, kalo lagi bicara seriosa gini, gue kangen si bulet tom2 deh. Beneran. Kadang, kita ngga ngerti gimana caranya nenangin diri dan menjadi bijak. Kita ngeliat segala hal dari sudut ego yang tersulut. Nyatanya si bulet selalu tau gimana ngembaliin rasa percaya diri loh. Iyakan."
"Lo blom jawab, gue ga pantes ya dapetin perempuan pintar? Apa semua perempuan pintar pasti nolak gue? Apa gue ngga seberguna itu ya?" ucapnya sambil membuka bungkus choki2 pertama
"Mana ada sih orang yang mau dengan manusia gagal,nyet. Mikir dong, makin kesana hidup makin sulit. Okey, ketika lo bicara tentang married, bukan cuman tentang duit. Kita setuju. Tapi hari gini, segala hal pake duit. Lo laper, mau makan, ga ada makanan yang runtuh dengan ajaib,nyong. Lo married, ngajakin anak orang hidup, lalu lo ga mampu menjamin hidupnya bakalan baik, mungkin ga senyaman saat dia dengan bonyoknya. Menurut lo, mungkin gitu ada yang mau? Sebenere, menurut gue...cewe ga semua kok nyari cowok kaya, at least cowo yang punya masa depan baik. Cowo yang bener2 membuat dia bangga, karna memilih dengan betul ditengah segala peradaban cowo yang mulai melenceng. Bener ga?"
Rong2 mengangguk. Meneguk kopinya. Membakar rokok pertama pada bungkus ke 2. Kembali menerawang kelangit malam.
"Gue harus buat apa dong,kang? Nyari kerja kantoran aja? Nerima tawaran Gober? Hm? Ngelawan kenyaman gue?" ucapnya memelas
"Kenyamanan yang gue punya juga ilang,bersamaan dengan tanggung jawab yang gue pilih. Mungkin mama bener,saat maksa gue buat jadi doktel. Gue ga bilang lo harus jadi dokter lagi. Tapi, mungkin didalam nasehat bonyok kita, ada suara Tuhan disana. Nyong, coba aja dulu. Masalah teater dan nulis, jadiin aja hobby. Hobby yang lo panggil kalo lo ngerasa jenuh dengan kerja rutin lo. Cari aja dulu pengalaman lain, ga ada salahnyakan? Kerja kantoran, merintis dari bawah. Sapa tau nanti, otak lo berfungsi normal lagi hahahahhahaa. Bisa jadi ide2 gila tentang jadi "something different" keluar dari manusia se-imposible lo. Ayolah jangan menolak apa yang blom dijalanin. Gue tau lo cerdas, makanya gue mau berteman sama lo."
Dia memicingkan matanya kearahku. "Manusia se-imposible gueh? Heeh,kampret. Lo kira lo udah bener? Yaelah,nyed. Itungannya kita mah sama. Bedanya lo terlihat jelas kerja apa. Gue keliatan kabur."
Saya tertawa mendengarnya. Geli. Saya selalu suka meledek rong2. Melihat emosinya. Memancing makiannya. Mimiknya yang abstrak membuat ekspresi yang keluar terasa "meleset" dari normal. Hahahhahahaha...
"Jadi, gue coba aja ya kerja ngantor. Yah sebulan dua bulan. Nabung. Nikahin anak gadis orang. Asal bukan bini orang"
Dan kami tertawa. Lagi dan lagi. Bukankah sudah saya bilang. Kami selalu seprti ini. serius dan ngebanyol adalah bagian dari hidup kami.
"Muka lo sih dapetnya ga jauh2 dari situ kok. hahahahhahaa" ledekku geli
"Serius,kang. Gue udah ga muda lagi. Bermain dan sneng2 udah bukan wktu kita lagi. Gue nyadar itu. Pas liat muka bokap gue yang makin tua. Gue tau, dia hanya pengen gue berhasil. Seprti.kaka2 gue. Anak bungsu favoritenya."
Saya merangkulnya. "Gue selalu percaya keajaiban sebuah kerja keras kejujuran dan kebaikkan. Kalo kita bener-bener kerja dengan jujur, semesta pasti melimpahkan berkatnya. Secara ajaib dan ga keduga. Sukses adalah sebuah pencapaian,nyong. Ga ada sukses yang datang semudah "nyabut lotre", setiap hidup harus diperjuangkan. Dan lo, harus berjuang sekali lagi, ga peduli seberapa berat nanti. Gue selalu ada buat lo. Selalu. Tenang aja, kukang lo ga bakalan mundur buat semangatin lo. Sampe nanti, sampe gue denger bapak blg dia bangga sama lo."
"Kang, lo selalu jadi favorite gue. Sayang lo cowo." ledeknya. Kampretkan? Ah, selalu begitu. Untuk KAMI, saya bukan seorang perem. Saya lebih ke arah cowo dan setengah cowo. Ckckckck.
"Gih, temuin ipar yang mau diajak susah dan ga malu nikahin lo. Gih sana." tambahku
"Perempuan seperti ibu,nyed. Gue mau seperti ibu. Sederhana. Pintar. Ke-ibu-an. Feminim. Ramah. Sesempurna ibu."
"Udah ada calon?"
Dia menggeleng.
"Pacaran dan married itu sama. Intinya SAMA SIAPA,monyoooong!!!!!!"
21.30
Kami bergegas pulang, menuju stasiun kereta. Kami berpisah distasiun cikini. Menaikki kereta tujuan masing-masing.
Sama seperti hidup kami hari ini. Sesekali kami akan berhenti pada stasiun yang sama. Sekedar melepas rindu, skedar butuh teman cerita, skedar bercanda dan menemukan second opinion.
Lalu kami beranjak pergi pada lajur hidup masing-masing. Menemukan tujuan hidup yang kami inginkan. Sesekali hidup membenturkan kami pada mimpi yang tak tercapai, juga tujuan yang tak terarah, serta harapan yang tidak terwujud.
Namun, hidup juga membawa kami pada stasiun yang sama, tempat kami berkumpul dan tertawa. Mencandai cara hidup "menempa" kami. Mempertanyakan cara waktu "menyentil" kami. Memanggil nostalgi yang kadang mengintip. Cerita yang tidak spenuhnya pudar, hanya tertinggal dibelakang sana.
Pelajaran penting bersama Rong2 hari ini,
Orang tua yang benar dan baik, bukan memaksakan kehendaknya. Tapi...saat dia mempercayakan kita melangkah mengikuti "maunya kita", disana ada harapan bahwa dengan jalan yang kita pilih, mereka ingin kita jauh lebih hebat dari mereka. Karna, sebagaimanapun keadaan mereka, orang tua akan selalu membanggakan anaknya.
Pertanyaan bapak "lalu mau diapain hidupmu,nak?"
Adalah contoh pertanyaan nyata yang tercetus dalam setiap obrolan anak-orang tua. Bukan untuk menyindir, "seberapa tidak membanggakannya" kita, hanya untuk menyadarkan mungkin sudah waktunya hidup dijalani dengan cara yang lebih bermakna. Jangan disia-siain. Jangan terlalu santai.
Ada masa dimana cara mereka menegur membuat kita, merasa tidak dihargai. Namun, ada saat dimana arah yang kita tuju terasa berkabut, lalu perlahan kita ingin duduk dan mendengarkan mereka yang kita hormati memberi nasehat dan semangat.
Bahwa hidup selayaknya harus diperjuangkan.
Anak adalah martabat dan kehormatan para tetua.
Cerita tentang pecinta nikotin dan pemuja coklat, dua orang yang sama-sama berjuang untuk membanggakan mereka yang dihormati, melalui caranya masing-masing. Cara yang mungkin dimata sebagian orang, sangat biasa, bahkan tidak bermakna. Tapi, mereka melakukannya karena panggilan jiwanya.
Bukankah setiap manusia memiliki "cara mereka" untuk berkembang? (*bahkan saat cara itu dianggap terlalu sederhana)
Karna untuk mencapai kata membanggakan, selalu diartikan harus mencapai diatas rata-rata.
Bagaimana bila sebagai generasi penerus, pencapaian terbesar kami hanyalah tidak memalukan mereka yang kami hormati, mungkin bukan dengan prestasi yang begitu luar biasa. Cukup dengan menjalani hidup sesederhana yang kami inginkan. Apa itu juga sebuah kesalahan?
Benyada Remals "dyzcabz"
Nb: tom, lo harus dengerin cerita hari ini. Rong2 udah insap. Hahahahahaha
Komentar
Posting Komentar