Langsung ke konten utama

Pernah disuatu masa

Pernah disuatu masa

Pernah disuatu masa, disebuah tempat,
Seseorang hampir menyerah pada sebuah rasa.

Cerita tentang bertahan. Mempertahankan. Berjuang. Memperjuangkan. Selalu diakhiri dengan terlukanya sebuah hati. Pudarnya sebuah rasa. Retaknya sebuah harapan.

Logika vs Hati.

Bila itu tentang CINTA, rasanya logika pasti padam. CINTA adalah RASA. Untuk merasakan sesuatu, kita mematikan nalar untuk mau melihat segala "kemungkinan" yang ada. Setelah CINTA dijalani, dinikmati, sampai pada titik dimana RASA mulai memudar. Menghilang. RASA lelah tercipta karna segalanya terasa pahit, bila hanya satu sisi yang berjuang.

Ada sebuah cerita, tentang sebuah rasa.

Perempuan ini begitu mencintai Pria itu. Dalam setiap perdebatan hebat, perempuan ini mengalah. Apalagi yang mampu dia buat? Dengan ancaman si pria itu, akan meninggalkannya. Perempuan ini, tidak mauvkehikangan. Bukan, perempuan ini tidak siap kehilangan. Keterbiasaan bersama dengan Pria itu, membuatnya sulit untuk "melepaskan" dan enggan dengan "kesepian".

Bertahun berlalu, cerita ini bergulir dalam alur yang sama. Plot-plot datar dengan latar cerita yang tidak jauh berbeda. Tidak terhitung berapa banyak airmata yang tumpah dibantal perempuan ini. Bahkan mungkin berapa kali kelenjar air matanya meradang, karna terlalu sering diperintah mengeluarkan air mata. Tidak terbayangkan berapa kuat hatinya menahan sakit karena berusaha bertahan. Logikanya, "pergi dan berbahagialah dengan semestinya"

Tahun masih berjalan. Waktu juga masih berlalu. Semuanya terlihat baik, bagi sebagian orang. Namun, perempuan ini tau dengan baik, bahwa hubungan rasa ini, tidak mengarah pada sesuatu yang baik. Sabarnya tidak dihargai. Justru dianggap lelucon konyol pelipur bosan. Atau rutinitas jemu ditengah sebuah permainan bertahan-mempertahankan. Kuatnya tidak dilihat. Hanya berlalu bagai debu tertiup angin. Sekalipun menempel dan berjejak, tidak digubris. Sekali lagi, perempuan ini bertanya pada hatinya. Kali ini dia menghadirkan "setengah logikanya".

Perdebatan yang cukup alot. Perempuan ini, mendengarkan hatinya mendebat logika. "Kalau saya melepaskan dia, mungkinkah ada yang lain seperti dia?", "Bila saya meninggalkannya, akankah saya sebahagia saat ini?", "haruskah saya menyerah sepagi ini?", "Ini cinta. Dan cinta itu DIA", "tidakkah ada kesempatan untuk dia?", "Bisa saja dia berubah lebih baik"
Logikanya twrtawa mengejek "rasa"nya, perlahan logika membuatnya berimbang "kalau dia cinta, bukan hanya kamu yang berjuang.", "Apa dia tidak melihat perjuanganmu, untuk mempertahankan KITA selama ini?", "kamu pikir, mau menunggu berapa lama lagi?", "Kemana dia selama ini, sesabar apa lagi kamu harus menanti?","pergi, tinggalin dia
Buat dirimu berharga.", "bertahan? Lagi? Sampai kapan? Sampai dia yang meninggalkanmu duluan, karna bosan?","sudahi hubungan bodoh ini."

Tapi lihatlah, perempuan ini masih percaya pada RASAnya. Dia menyerah pada logikanya. Dia lebih percaya bahwa pria itu masih bisa berubah. Masih memiliki RASA yang sama. Masih mungkin memperbaiki hubungan ini. Dan sekali lagi, perempuan ini bertahan.

Tahun silih berganti. Waktu juga masih berjalan. Suatu hari, perempuan ini lelah. Dia butuh udara segar agar tidak sesak dalam hubungan yang kian parah. Tidak ada yang mau beranjak pergi. Keduanya saling menunggu namun tidak bergerak untuk saling memperbaiki. Perempuan ini masih dengan kesabarannya untuk menunggu perubahan. Pria itu juga sama, stagnan, bertahan didalam kebuntuan. Terbiasa untuk mengendapkan kata maaf, mengentalkan kata salah, membuat hubungan rasa ini semakin mengambang. Terkadang, pria itu ingin pergi, karena rasa yang tersisa bukan lagi cinta, tapi kasian. Bagaimana bila dia meninggalkan perempuan ini? Bila beranjak pergi bukan pilihan, tinggal diam juga bukan pencapaian. Apa yang akan dicapai, bila 2 orang bertahan bukan untuk saling melengkapi, tapi saling menyakiti?

Disuatu senja yang mendung. Langit usai menumpahkan sedihnya. Mentari tidak juga bergerak untuk terlihat, mungkin karna sudah tugas bulan saat itu. Si perempuan ini, akhirnya mendatangi pria itu dan menyudahi kisah ini. Dia tidak ingin terlalu berlarut-larut dalam hubungan ini. Bisakah dia bertahan tanpa pria itu? Sang pria itu, terkejut mendengar permintaannya.

"Pergilah. Temukan yang lain. Hubungan ini sudah selesai hari ini. Bertahan dan berjuang sendiri, membuat saya terluka pada setiap perdebatan."

Si Pria itu menunduk. Dia tidak menyangka, akhirnya waktu yang ditunggunya datang. Keberanian menyapa si perempuan ini. Membuatnya bernyali untuk maju dan menyudahi kisah ini. Pertanyaan klasik dilontarkan pria itu "Apakah kita akan baik-baik saja setlah ini?"

Perempuan ini mengangguk dan tersenyum sendu. "Semua akan baik-baik saja nanti. Mungkin pada awalnya rasa kehilangan akan begitu menyakitkan, tapi perlahan waktu akan memberi pengertian, hingga hati menyembuhkan lukanya sendiri. Semua akan baik-baik saja, bila kita saling mempertahankan dengan cara yang benar."

"Kau akan baik-baik saja tanpaku?"

"Keterbiasaan denganMU yang membuat aku sulit melangkah keluar dari KITA. Tapi, KITA yang terjadi sekarang, bukan mengarah pada sebuah tujuan akhir yang baik. Justru mengarah pada "kebuntuan" yang menakutkan. Kamu yang selalu merasa benar dan harus didengarkan. Dan aku, yang selalu berusaha mengerti. Kita saling bertahan dengan cara kita. Cara yang kita buat, hanyalah saling melindungi dari rasa sakit. Kita tidak belajar untuk mau berbicara secara dewasa. Kisah ini terantuk pada tepi yang kita tau dimana. Sudah seharusnya kita mengakhiri ini dari dulu."

"Kamu akan menemukan yang lebih sempurna dari aku."

"Bukan tentang sempurna yang kita bicarakan. Tidak ada manusia yang begitu sempurna untuk dimiliki. Setidaknya belajarnya menjadi yang terbaik untuk yang kita perjuangkan. Tidak harus sesempurna mimpi, setidaknya sebaik kenyataannya. Kamu juga akan belajar mencintai dengan cara yang lebih baik lagi"

"Apa kita akan bersahabat?"

Perempuan itu tersenyum, tapi tidak menjabat rangannya. Perempuan ini tau, bahwa selamanya mereka lebih baik tidak saling mengenal. Diam dalam dunia masing-masing. Menjaga jarak dalam sudut pandang masing-masing.

Akhirnya kata "pernah mengenal" tersematkan juga pada nama pria itu. Suatu waktu, penah dekat, pernah bersama, pernah mengenal, tapi semesta memliki kisah yang berbeda untuk dua manusia ini. Cinta dan rasa, dua hal yang saling melengkapi.
Tidak bisa dipaksa saling memiliki bila tidak ada perekat yang kuat lagi. Segala hal terasa bias dan memudar.

Akhirnya melangkah mundur dan mempersilahkanmu menemukan kisah yang baru adalah jalan keluar dari kebuntuan ini.

Pernah disuatu masa,
Aku memaksamu tinggal disisi.
Aku berusaha menyamankanmu dengan segala yang aku punya.
Nyatanya usaha yang kulakukan, semakin melukai KITA.
Aku lupa, kamu punya hak untuk pergi.
Sama seperti aku memiliki hak untuk menahanmu.
Sampai kapan kita memainkan permainan aneh ini.

Pergilah.

Pernah disuatu masa,
Aku benar-benar merasa dimiliki.
Lalu didetik berikutnya,
Aku benar-benar merasa sepi.
Lalu akhirnya,
Aku benar-benar melepaskan.

Perempuan ini mengembalikan haknya pada pria itu.
Supaya pria itu menemukan belahan jiwanya yang lain, dimana HAK yang diberikan dapat digunakan dengan benar, hingga mencapai kata sepakat dalam hal baik.

Perempuan ini, melepas kepergian pria itu.
Bukan dengan tangis.kecewa, namun bahagia.
Akhirnya, perempuan ini memahami...
Bahagia yang dia inginkan adalah melihat pria itu menemukan perempuan lain yang membuatnya bahagia.

Hingga kisah ini selesai ditulis, perempuan ini masih belajar bagaimana caranya membahagiakan seseorang yang dia cintai.
bukan hanya menahannya disisi dan melukainya dalam rasa yang gamang lalu pergi karna tidak diperjuangkan lagi.

Pernah disuatu masa, kita mengalaminya.

Berjuang tapi tidak diperjuangkan.
Masih ingatkah rasanya?

Benyada Remals "dyzcabz"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...