Langsung ke konten utama

Kasihilah Sesamamu

Hari itu saya sedang bosan. Saya memutuskan untuk mengajak RASCO jalan.
Dan niat itu membawa saya hingga pusatnya JAKARTA!

Saya sedang ingin jalan aja. Menikmati waktu dan hidup. Tidak, saya tidak sedang bersediih.
Saya hanya ingin jalan.

Ketika, saya dalam perjalanan balik. Jalanan sudah cukup lengang.
Berkendara dijalan lengang-nya jakarta adalah salah satu kemewahan yang saya syukuri.
Apalagi untuk saya, yang pernah menolak menyetir hanya karena stag 6 jam macet dari tebet ke depok.

Gerimis turun. Lagu mengalun. Ice Choco-almond nya Starbucks adalah teman sepi yang baik. Saya menikmati sepi ingin dengan tenang. ME TIME itu menyenangkan.

Tiba-tiba saya melihat KELUARGA GEROBAK itu. Mereka menepi disudut warung si bapak menutupi keluarganya dengan terpal dan membiarkan celah sedikit. Saya mengamati dari dalam mobil, si bapak duduk jongkok disamping gerobak itu. Kepalanya hanya ditutupi sisa terpal yang menjuntai keluar. Amor pernah bercerita tentang ORANG-ORANG GEROBAK. Yang hidup berpindah dengan gerobaknya. Tapi ini baru pertama kali, saya benar-benar menyaksikannya.

Didepan sana, ada Mc-Donald, saya singgah sebentar. Dan membelikannya untuk 5 orang, berserta french friesnya. Juga menu baru yang ada. Saya memutar balik untuk kembali ketempat bapak tadi. Walaupun puteran baliknya lumayan loh. Kebetulan ada INDOMARET, saya mampir untuk membeli beberapa biskuit, aqua dan beberapa jajanan lain. Hujan selalu memicu lapar. Bener kan? Dan ketika kamu memiliki rumah, kamu dengan gampang membuat INDOMIE KUAH PANAS2 cocokkan untuk melewati hujan? Tapi mereka tidak bisa. Bahkan untuk bertahan tidak basah saja, mereka butuh berbagi tempat sesempit itu. Kadang diusir dari emperan toko yang masih berjualan.

Saya memarkirkan mobil disalah satu kedai yang ada dan saya berjalan ke arah mereka. Anjiiiirrrr, kesambet malaikat darimana lo? Kadang saya serandom ini. Sama seperti papa yang kadang melemparkan beberapa bungkus rokok dan uang lembar merah ke mereka yang baru pulang berjualan dipasar. Untuk para kuli yang pulang dan duduk dimobil pick up. Saya hanya mencontoh, apa yang beliau buat. Bahwa untuk menolong orang, ga perlu hal2 besar dan diberitakan, cukup hal-hal kecil yang sederhana.
Saya berdiri didepan bapaknya. Beliau berdiri dan membungkuk.
Pak, ini saya ada makanan buat bapak dan keluarga. Ini ada jajanan juga buat adek2nya.
Ibunya membuka terpal yang menutup dan tersenyum mengulurkan tangannya pada saya. Saya menggenggamnya.
Makasih ya,mbak. Tuhan membalas kebaikkanya.
Saya mengangguk. Ada kain yang lebih tebal? Soalnya gerimisnya mulai deras, jangan sampe masuk angin ya?
Si bapak mengangguk. Terimakasih banyak. Saya mengangguk lagi.
Pak, didalam jajanan itu, ada uang untuk keperluan. Tidak banyak, cukup untuk membeli apa yang diperlukan ya.
Bapak itu menyalami saya sekali lagi. Hujan mulai deras. Saya pamit. Saya berjalan dengan santai ke arah mobil.

Saya menyukai hujan. Wangi tetesan pertamanya yang menyentuh tanah, adalah kejujuran yang sederhana bagi saya. Seperti kamu yang menangis ketika terjatuh dari sepeda. Sakit itu, adalah perasaan jujur yang bercerita tentang gagalnya kamu menjaga keseimbangan. Iyakan? Hal Sederhana itu selalu menyematkan kejujuran didalamnya.

Saya masuk mobil dan memakai sweater noke. Saya melanjutkan perjalanan pulang saya. Kini, saya tidak sekosong tadi, hati saya tersenyum, karena hari ini saya melakukan hal benar dan baik untuk orang lain. Walaupun mungkin dikepala saya, selalu bertanya kenapa harus tinggal digerobak. Saya harus menghormati keputusannya. Itu hidupnya. Dan gerobak itu adalah kenyamanannya, walaupun tidak masuk diakal kita.

Dan sejenak, saya merenung...

Saya lahir dan besar ditengah keluarga berkecukupan.
Bukan mewah apalagi melimpah. Melihat mereka, bukankah seharusnya saya bersyukur?
Saya bukan orang "rutinitas" yang hanya melihat mereka ketika bulan ramadhan, natal, SOTR yang berujung ricuh, atau hanya terlihat ketika PESTA DEMOKRASI 5 TAHUNAN, demi menambah perolehan suara.
Saya melihat mereka sebagaimana adanya mereka, setiap waktu.
Saya tidak hanya memberi mereka untuk waktu dan bulan tertentu.
Ketika, saya tergerak, saya akan melakukannya. Kapan saja. Dimana saja.

Dan hari ini, saya ingin membantunya. Mungkin bahasa rohaninya, Roh Kudus menggerakkan saya.
Yesus menyentil nurani saya dalam hal berbagi.

Saya tidak tau bagaimana membahasakannya namun memberi selalu menghadirkan kegembiraan tersendiri.
Dimulai sejak papa mengajarkan itu, hingga mencontohkannya.
Memberi adalah lagu klasik yang bukan hanya kami liat dan dengarkan, tapi lakukan.

Bila kamu memberi makan pada mereka yang berkekurangan, kamu melakukannya untuk AKU.

Tidak susah kok. Dimulai dari diri kita sendiri. Dengan ikhlas, bukan ngedumel. Dengan tulus, bukan terpaksa.
Sesederhana, menyiapkan uang kolekte dari rumah, yang bersih, bukan kembalian beli permen, dan dikucek-kucek.
Bagi mata manusia, kamu memberinya pada gereja dan presbiternya.
Namun bagi mata rohanimu, kamu melakukannya untuk Allah, DIA yang mengaruniakan berkat berlimpah dan memberimu nafas hingga detik ini.

Ada banyak cara mengucap syukur, salah satunya dengan memberi kepada mereka yang berkekurangan.

Saya menulis, bukan untuk sombong. Saya hanya ingin, kita peka. Bahwa didunia sekitar kita, mereka hidup dan tak terlihat. Mungkin kalian akan bilang "salah dinas sosial tuh kok ga diangkut". "lagian bukannya cari kerja aja", "ngapain sih hidup di gerobak, bukannya cari kosan yang layak" dan 1002 alasan yang lain.

Namun, sama seperti kamu dan saya, mereka memilki hidup dan pilihan hidup, keputusan dan pertimbangannya, resiko sudah mereka jalani dari pilihan hidup seperti itu, berbicara tanpa ber-aksi bukan jawaban.

Sesekali cobalah liat disudut-sudut jalan itu, ada banyak anak kecil yang mengamen, mengemis, menjual tissue, melap kaca mobil dan menyemprotkan pewangi, ada ibu yang basah-basahan mengajak anaknya mengamen, diatruh tidur dipinggir jalan, ada boneka mampang yang keberadaannya kita tertawakan. Ada pemain biola yang mengasah skillnya untuk sekedar menghibur demi makan hari ini. Tidak. Saya tidak meminta kalian untuk mengasihani mereka. Juga bukan untuk menggenapi mental miskin itu.

Saya hanya ingin kalian, peka dan melihat, tidak ada orang yang ingin dilahirkan dalam keadaan itu. Tidak ada orang yang ingin dibesarkan dalam kondisi itu. Mereka melawan rasa yang seharusnya tidak ada pada usia mereka. Rasa ingin bermain. Rasa ingin dikasiihi. Dimanja. Rasa nyaman pelukan bunda dan rangkulan hangat ayah. Mereka tidak seberuntung kamu dan saya. Iyaakan?

Seandainya kamu melewati mereka dan uang dikantongmu masih ada 500 rupiah atau 1000 rupiah. Berilah. Bagi kita mungkin itu hanya pelengkap agar bernilai 10.000. tapi untuk mereka, itu bisa menjadi alasan, kenapa nasi bisa mereka miliki hari ini.

Jangan beri, bila hatimu marah dan bersungut. Jangan kasih, bila mukamu cemberut dan tak ikhlas. Mereka hanya mengulurkan tangan, bila hatimu terketuk berilah seikhlasnya, tapi jangan mengumpat. Hidupnya tak seramah hidupmu. Bahkan mungkin diapun menyesali keberadaanya. Bukan karena kamu melihatnya dijalanan lalu kamu lantas memperlakukannya dengan tidak ramah. Satu yang menyamakan kamu dan dia, kedudukanmu dihadapan semesta. Jadi jangan pongah, hanya karena hidupmu terlihat baik dan berkualitas. Hanya karena pakaianmu bagus dan gayamu diakui. Jadilah bijak, dalam melihat setiap sisi hidup manusia.

Saya mengatakan ini, bukan menggurui, bukan juga mengatur bagaimana kamu bersikap. Hanya saja, saya ingin kita memahami satu hal, bahwa setiap kehidupan dibawah langit itu berharga, sebagaimanapun kotor dan sulitnya keberadaan mereka dimata kita. Semesta tidak tidur pada mereka yang berteriak meminta, dia mendengar namun mungkin waktunya belum tiba. Sama seperti kamu dan saya, waktu kita, hidup kita, nafas kita, dibawa kekuasaan dan kehendaknya.

Jadilah bijak, berlaku baiklah, sebab dalam keseharian kita, ada penilaian dari yang MAHA TAU.

Jadi, berkenankah kamu melayani seorang yang paling hina diantara kamu?
Bila kamu mau melakukan itu, kamu sudah melakukannya untuk AKU.


Benyada Remals "dyzcabz"


Beberapa tahun lalu, saat mengantar saya pulang ke kosan, melewati depan istana, dipos polisinya ada sekeluarga yang terguyur hujan. Hujan saat itu teralu deras. Lebat. Baju mereka basah, payung mereka hanya satu. Untuk menutupi neneknya dan cucunya.

Noke meminggirkan mobil kita dan menawarkan tumpangan. Lo kenal mereka? Ngga. Sama sekali ngga. Mereka ada 4 orang, dengan takut-takut mereka naik kedalam mobil. Noke mengenal diri sebagai pendeta dan bersedia mengantar mereka sampai kerumah. Mau tau dimana rumahnya? Dibekasi. Tambun. Amor dan eset menggerutu. Mereka harus pindah duduk ditempat bagasi belakang, kita pakai ESCUDO waktu itu. Saya pindah kedepan, duduk berdua dengan mama. Mereka sekeluarga duduk ditengah. Kita beneran ke BEKASI. Didalam perjalanan NOKE mampir dan membelikan TEH PANAS dan ROTI untuk mereka. Si IBU sedang menyusui. Saya tersenyum menatap NOKE.

Kita sampai didepan RUMAHNYA. Sangat jauh dan masuk kesebelah dalam dan pelosok jauhnya. Kita bahkan melewati kebun-kebun pisang dan singkong. NOKE? Belia tidak gentar, janji adalah janji. Ketika sampai didepan rumahnya, SUAMI dan KAKEKNYA menyambut. Mereka berterima kasih pada NOKE, bahwa IBU, ISTRI dan ANAK-ANAKNYA sudah diantarkan dengan selamat. Mereka habis dari glodok belanja dan sedang menunggu BIS kearah BEKASI. Namun hujan keburu deras dan mereka tidak bisa berteduh.

Sepanjang jalan pulang ke kosan saya, hati saya menghangat. NOKE menunjukkan saya bagaimana hidup harus dihargai dan dimaknai. Bukan dengan kalimat, tapi dengan tindakan. Bila kamu bertanya sudah berapa kali seperti ini? Jawabannya ratusan kali. Tidak terhitung, orang yang NOKE tolong dipinggir jalan. Siapa yang peduli bila mereka kehujanan. Siapa yang sadar, bahwa ada keluarga dan batita kedinginan dibawah satu payung. Tidak ada. Kita selalu menjadi egois untuk kepentingan kita. Tapi, NOKE-nya saya tidak. Dia selalu bisa menawarkan bantuan, tepat pada waktunya.

"Kalo kamu punya lebih, kamu harus berbagi. Karena itulah HUKUM KASIH yang diajarkan.
Kalo kamu melihat orang lain susah, kamu harus membantu. Karena itulah esensi hidup, saling bertolong-tolongan"
NOKE

Dan sampai hari ini, setiap kali saya melewati jalan didepan istana, saya akan tersernyum sendiri. Hati saya terasa hangat. Bahwa dulu, bertahun-tahun lalu, pernah ada seorang laki-laki tua, yang menolong keluarga yang terjebak hujan, dan membawa mereka pulang dengan selamat. Laki-laki tua itu, NOKE namanya. Papa saya. Dan sampai detik ini, setiap kali saya mengingatnya, saya bersyukur, saya dibesarkan oleh orang sehebat beliau.

Komentar

  1. Saya jadi teringat Ahok . Sewaktu beliau jadi gubernur beliau sering keluar tengah malam keliling jakarta hanya untuk melihat suasana Jakarta tengah malam. Bulan Juni 2 tahun lalu ada aksi diakonia di gereja saya yang dilakukan per sektor. Saat kami memberi bingkisan untuk satu keluarga yang setiap hari tidurnya benar-benar di emperan jalan mereka senang lalu mereka ber cerita bahwa Ahok pernah menemukan mereka dan memberi uang 2 juta untuk keperluan mereka. Memang Itulah yang Yesus ajarkan untuk kita lakukan.
    Suatu saat saya pulang dari kegiatan di gereja sudah malam dan karena jaraknya dekat saya berjalan saja. Lalu saya melihat seorang perempuan tua mungkin sekitar 65-70 usianya sedang mengaduk tempat sampah mencari botol plastik. Penampilannya tidak terlalu dekil. Tiba-tiba hati saya trenyuh teringat ibu saya alm. Saya ngga rela kalo dia begini. Lalu saya ambil dompet dan memberi kepadanya sambil berkata "bu ini nggak seberapa tapi cukup untuk ibu beli makan" ibu itu tersenyum dan berterima kasih. Lalu saya pergi. Kamu tahu siapa yang mengajarkan itu? PAPA KAMU. Dulu banget beliau pernah bilang "jika kamu ketemu orang tua perlakukanlah mereka seperti orang tua mu dan kalo kamu ketemu orang seumur mu perlakukan mereka seperti saudara mu sendiri".
    Memang setelah kita melakukan hal baik itu.. .pasti hati kita senang bibir kita tersenyum dan tidur kita lebih nyenyak karena kita sudah melakukan dengan tulus apa yang Tuhan mau.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...