7 Oktober.
Hari ini, tepat 11 tahun yang lalu, saya berdiri dan mengaku kembali iman percaya saya kepada Yesus di GPIB Paulus. Saya mulai berdiri sendiri untuk mempertanggung jawabkan, semua kesalahan2 saya pada Yesus. Ya, saya mengaku percaya dengan mulut saya sendiri (*Sidi), hari ini, 07 Oktober 2007.
Ya dengan segenap hatiku.
Kalimat paling sederhana yang saya ucapkan. Namun, begitu sulit mempertanggung jawabkan.
Sebab akan ada momen, dimana saya begitu benci dan marah, hingga mengabaikan ajaran "kasihilah sesamamu manusia". Ada momen, dimana kebaikkan saya disalah artikan hingga saya mementahkan ajaran "memaafkanlah 70x70". Lalu ada momen, dimana saya tau ada yang salah, namun saya mengabaikan nya supaya saya tidak berdebat panjang dan mengalami sakit kepala yang luar biasa, padahal Yesus bilang "bila kamu tau temanmu salah, ingatkanlah dia. Bila kamu sudah mengingatkan dia, dan dia tidak mendengarkan, dosa akan tinggal dengannya". Dan ada momen, dimana saya harus menjadi sangat munafik dan terlihat bodoh agar orang lain merasa diri mereka begitu pintar, bukankah saya mangkir dari "jangan mengucapkan saksi dusta?". Ada momen dimana saya berdebat hebat dengan papa, beradu mulut dengan mama, hingga mendiamkan mereka sesuka yang saya mau, lihat lah betapa pongahnya saya dengan mengalpakan "hormatilah ayah dan ibumu".
Saya belum menjadi pengikut Yesus yang benar. Ada banyak momen yang tercipta dan saya melewatkan banyak kesempatan untuk menjadi pengikut Yesus yang benar.
Saya masih menjadi saya seperti biasanya. Bahwa kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu, jiwamu, akal budimu, hanya saya dengungkan, namun kadang saya abaikan.
Tidak ada yang bilang bahwa menjadi pengikut Yesus itu mudah, gampang, menyenangkan. Menjadi pengikut Yesus itu "menanggalkan diri sendiri", menyudahi segala keinginan daging. Berdamai dengan setiap keadaan dalam cara yang benar.
11 tahun,nyet. Sudahkah kamu menjadi murid Yesus yang benar?
Belum, bahkan tidak. Namun, diatas segala halnya, segala sesuatu yang saya lakukan dan usahakan, saya meletakkannya didalam tangan Yesus. Mimpi saya, harapan saya, keinginan2 saya, kerinduan saya, saya selalu tau bahwa Yesus adalah tempat segala sesuatu harus dimulai.
Yesus adalah sahabat. Sahabat termanis dan terbaik. Ketika saya kehilangan arah, saya akan menangis pada Yesus. Dalam setiap persoalan. Saya tidak lari pada orang lain, saya akan berlutut pada Yesus. Membisikkan kelemahan dan kekesalan saya, menceritakan semua kesusahan, membiarkan Yesus berkerja dengan caranya.
Flasback...
Saya diteguhkan sebagai sidi baru, pada usia 18 tahun, saat saya semester 5. Loh kok ngga pas SMA? Dirumah kami, papa membebaskan kita. Papa tidak pernah mendorong atau menyuruh bahkan memaksa kita untuk harus SIDI pas kelas 2 SMA. Kenapa? Karna papa bilang, sidi itu tanggung jawab iman seseorang yang sudah dewasa bukan karena dipaksa orang tua. Jadi papa membebaskan kita, kapan mau disidi.
Dan hari itu, saya datang ke GPIB Paulus, waktu itu KMJ nya Pdt. Izack Sealtiel. Beliau adalah pendeta yang membabtiskan saya dulu. Saya bilang sama beliau, saya ingin diteguhkan oleh beliau. Saya tidak mau diteguhkan oleh papa atau mama. Saya mau beliau. Beliau tertawa mendengarnya. Sesudah itu, beliau menelpon papa memberitahu bahwa saya katekisasi disana. Papa gimana? Dia tertawa saja. Bukannya sudah saya bilang, papa tidak pernah memaksa kita, seperti orang tua pada umumnya.
Selesai di sidi, kita tidak membuat pengucapan syukur yang besar. Kita makan siang bersama dengan keluarga dan teman2 yang datang. Di Atrium Mall, iya sesimpel itu. Hahahahahahahaa.... Dirumah kita, segala sesuatu ga dibuat ribut apalagi harus ribet.
Amor? Iya, dia juga begitu. Di GPIB Paulus, dengan Pdt. Sian Lumentut. Papa yang suruh? Bukan, sama seperti saya, dia menginginkannya. Kita di SiDI itu 18 tahun, sudah kuliah semester 4/5, usia dimana kita sudah dewasa secara mental dan cara berpikir, usia yang menuntut tanggung jawab sangat diperlukan.
Kenapa bukan pas SMA?
Pas SMA itu, saya masih anak2 banget, usia SMA saya itu 14 tahun, lulusnya aja 16 tahun. Gimana caranya saya mau SiDI. Secara mental, saya sangat sadar, saya belum siap untuk mengaku percaya. Karna bagi saya, berdiri sendiri, dan mengambil alih pengakuan percaya yang dulu diucapkan mama papa adalah hal yang tidak main-main. Memikul salib sendiri, mempertanggungjawabkan iman saya pada Yesus, bukan hal yang harus terjadi karena sebuah paksaan atau karena aturan "darisananya". Mengaku percaya Yesus adalah pertanggung jawaban terbesar dalam hidup saya.
Sehingga saya tidak akan mempermainkannya. Eset? eset di SiDI di GPIB Petra Bogor, diteguhkan oleh papa. Karna kecelakaan waktu itu menghalangi dia untuk melanjutkan Katekisasi di Paulus. Sehingga papa memutuskan, dia dengan papa aja di Petra.
Bila ada yang bertanya sama papa, tentang Usia ideal supaya anaknya sidi. Papa tertawa, lalu bilang "kalau anak2 saya, dibebaskan kapan mereka mau. Saya tidak pernah memaksa mereka harus 17 thn, lalu sudah sidi. Harus dari kesadaran mereka. Panggilan dari hati mereka untuk mengaku iman ke Yesus"
Mungkin, banyak yang berpikir dirumah kami, segala aturan tentang gereja diberlakukan dengan ketat. Salah satunya SIDI. Ngga,kok. Papa dan mama tidak pernah memaksa kami untuk harus mengakui iman dan percaya kami. Mereka membebaskan kami. Kapan kami siap. Kapan kami terpanggil untuk membawa diri dan siap berdiri mengaku iman dihadapan Tuhan Yesus dan juga jemaat.
Tapi, satu hal yang pasti... Kami berdiri mengaku atas keinginan kami. Bukan karna sebuah aturan yang tertulis. Bukan juga karna paksaan atau dorongan orang tua. Kita. Diri sendiri. Menyadari bahwa Yesus adalah juruselamat yang hidup. Tuhan yang berkuasa atas segala alam semesta. Dialah Yesus Kristus.
Jadi, kalo saya denger drama tentang "dipaksa ikut katekisasi" atau "sidi harus 17 thn" atau sebagainya. Saya merasa agak geli. Maaf ya, menurut saya... Didikkan papa itu bener. Mengaku iman percaya itu harus dilakukan dengan sadar tanpa paksaan. Kesadaran mengucapkan "ya dengan segenap hati" tanpa paksaan adalah hal yang menyenangkan.
Bukannya udah saya bilang, didalam rumah kita itu standar normal itu diatas rata-rata.
Selamat 11 tahun, menjadi sidi baru, benyada! Dan hari ini, kamu akan melakukannya lagi... Duduk dimeja perjamuan, ikut makan dan minum, roti dan anggur yang melambangkan Tubuh dan Darah Yesus.
Sudah benarkah hidupmu dan pantaskah dirimu untuk ikut masuk, duduk dalam perjamuan kudus bersama Yesus?
Layakkah dirimu menerima roti dan anggur itu? Sudahkah kau memberikan yang terbaik bagi Yesus?
Setiap kali duduk dan ikut perjamuan, saya selalu merasa takut dan tidak layak. Bagaimana bisa, saya yang sangat berdosa ini, menikmati tubuh dan darah NYA yang tidak bercacat cela.
Yesus, saya selalu berusaha menjadi murid yang benar. Meneladani Engkau sepenuhnya. Namun, dengan kekuatan saya, rasanya sangat mustahil. Penuhilah saya, dengan kuasa roh kudusmu. Agar saya menjadi berkat bagi sesama, kemanapun Engkau mengutusku.
07 Oktober 2018
Mengikuti Yesus lebih dari sekedar ucapan "Ya dengan segenap hatiku", apalah arti ibadah tanpa perbuatan, bukankah suatu kesia-siaan? Apalah arti meneriakkan nama Tuhan setiap hari, bila dalam lakumu, kamu tidak menunjukkan teladannya. Apalah arti imanmu, bila kamu tidak mempertanggung jawabkannya dengan benar.
Akan banyak teriakan mengatas namakan Tuhan, namun setiap teriakan harus diuji. Tidak semua yang berteriak nama Tuhan adalah seorang pemuja TUHAN. bisa saja, dia hanya mencobai kita, apakah kita sungguh-sungguh percaya dan benar2 murid Yesus?
Bila kamu hanya menginginkan SIDI, sebatas aturan main, atau karna paksaan. Sebaiknya lihat lebih jauh, teliti lebih sungguh, sebab pengorbanan Yesus dikayu salib bukan sebuah cerita dongeng yang diciptakan. Namun penggenapan yang dinubuatkan.
Jangan mempermainkan imanmu pada Yesus, sebab bisa saja suatu hari nanti, Dia mempermainkanmu dihadapan Bapa-Nya.
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar