Langsung ke konten utama

Long live study. #ceritadibalikjasputih

Sabtu, 06 Oktober

Saya jaga sore dan malam. Dr. Jaga sebelumnya mengoperkan seorang anak, umur 3 tahun 5 bulan, dengan kejang demam kompleks suspect Meningoencephalitis.

Demam hari ke 5. Muntah 3 kali, hari ini saja. Bab dan Bak tidak ada keluhan. Riw. Kejang  karena Demam sebelumnya disangkal oleh orang tua, Riw trauma pada kepala + 1 bulan yang lalu, jatuh terjengkang ke belakang saat bermain.
Ibu Os belum membawanya berobat kemanapun, hanya diberikan obat dari apotik.

Saya melihat keadaan si anak, soporo koma, terpasang guedel + NRM 6 L/M, saturasi 95%, terpasang cairan RL + Fenitoin drip dengan infus pump. Sebenarnya pasien harus dirujuk untuk ICU. Saat akan dirujuk, kejang berulang kembali dan lamanya lebih dari 15 menit. Bahkan setelah diberikan stezolid perektal 2 kali dan IM 1 kali, kejang berhenti hanya 10 menit. Dan setengah jam kemudian lanjut lagi. Kejang dialami anak ini, spastik pada ekstremitas. Kaki dan tangan hiperektensi dan kaki kuduk +, brudzinki I +, Pupil Anisokor.
sudah divisit oleh dokter SpA dan sudah diterapi seadanya, sedang menunggu dirujuk masuk ICU.

Bagian terburuk? Cardiac arrest. Meningoencephalitis.

Saya operan jaga jam 14.00

Observasi di UGD per 15 menit, sambil menunggu konfirmasi adanya ICU dari RS sekitar kita. Nyatanya sampai akhir, si adik tidak bisa menyentuh ICU. Dia sudah duluan menghadap yang MAHA KUASA.

14.40 kejang berulang, lebih dari 15 menit, bahkan ketika sudah terpasang fenitoin dan ditambah dengan fenobarbital IV. Kejang mereda, rintihan berkurang.

Sudah selesai? Bagian terburuk belum terkendali. Kejang ini masih berlanjut. ICU penuh. Semua RS yang dihubungi masih memiliki waiting list. Menunggu di IGD RS rujukan tidak menyelesaikan masalah juga. Merujuk dengan kondisi kritis, sangat berisiko dan tidak dianjurkan. Kemungkinan arrest dijalan terlalu besar untuk dilawan.

15.35 Rintihan berhenti. Saya melihat kaki dan tangannya biru. RJP dimulai, tiba-tiba keluar cairan, lendir dan busa yang sangat banyak dari mulut dan hidungnya. Sangat banyak. Suction tidak menyelamatkan, dia butuh intubasi dan ventilator. Sayangnya RS ini tidak memiliki alat itu. Merujuknya terlalu berbahaya.

RJP pada menit ke 10, terlihat VF dimonitor. Dilakukan defib dan kembali lagi di RJP. '
RJP pada 15 menit berikutnya monitor FLAT. FLAT. Dan FLAT.

16.10 waktu kematian anak itu.

Ayah dan ibunya menangis histeris. Saya tegak disisinya, menjelaskan keadaannya sekali lagi dan meminta maaf bahwa pertolongan maksimal ini, tidak membuat mereka pulang dengan menggendong si anak dalam keadaan bernafas.

Setelah menulis surat kematian. Mempersiapkan jenazah. Saya melapor pada Konsulen Anak, suara beliau sama beratnya dengan saya.

"...yed, saya turut berduka. Kita sudah buat semaksimal kita. Jangan sedih. Semua hanya masalah waktu, bila kita nekat merujuk tanpa ambulance dan anaknya meninggal dijalan, kita melepas tanggung jawab, kita salah. Tidak semua dokter berhasil mengembalikan nyawa pasien. Yang penting kita sudah berbuat semaksimal yang kita bisa. Kamu lanjut sampe besok?...."

Tidak semua dokter berhasil mengembalikan nyawa pasien. Kita sudah berusaha semaksimal yang kita bisa.

Entah bagaimana, ditelinga saya, itu terdengar seperti sebuah pembelaan. Sebuah alasan. Bukankah dokter harus tau segalanya? Bukankah dokter harus bisa mengendalikan situasi? Bukankah dokter itu hebat?

Dan hari ini, saya gagal lagi sebagai seorang dokter. Saya gagal lagi membujuk semesta untuk meminjamkan nyawa anak itu. Saya gagal lagi untuk menahan perginya anak itu. Sehebat apapun usaha yang saya lakukan, hati saya sedih. Sama sedihnya saat saya tegak disamping jenazah papa. Benarkah dokter sudah berusaha? Benarkah dokter tidak mengenali gejalannya dengan sangat baik? Benarkah papa sudah tidak disana lagi?

Saya menatap jenazah si anak. Maaf ya, saya tidak bisa menolong lebih baik. Mungkin saja, kalo kamu datang ke RS yang jauh lebih lengkap, kamu harusnya bisa ditolong. Yed, stop... Itu terdengar sebagai pembelaan! Dan terdengar seperti sebuah alasan!

Setiap kali pasien yang saya tangani berakhir dengan PLUS, saya selalu mempertanyakan keilmuan saya. Benarkah saya sudah melayani dengan benar? Benarkah saya benar-benar dokter yang menyelamatkan mereka? Benarkah saya benar-benar tau apa yang saya hadapi. Sekalipun, menurut orang-orang disekitar, saya sudah melakukan bagian saya dengan baik.

Kepergian seseorang yang saya tangani di RS, bukan hanya bernilai "seorang pasien" bagi saya. Namun, ketika saya merawat seseorang ditangan saya, saya selalu melihat mereka sebagai seseorang yang menjadi bagian dari sebuah keluarga orang lain. Bagian dari hidup orang lain. Bagian dari mimpi orang lain. Merawat pasien tidak pernah sesederhana itu, mungkin benar saat mereka membaik, saya akan dilupakan. Bahkan tidak perlu untuk diingat.

Tapi jauh lebih baik mereka melupakan saya, dalam keadaan bernafas. Daripada mereka keluar dari UGD dalam keadaan tidur selamanya. Saya tidak minta diingat, saya hanya ingin menjadi orang yang mampu menggunakan keilmuan saya untuk menolong banyak orang.

Kalo gitu, lo ga usah nerima pasien-pasien yang gawat lah.

Gimana caranya saya memilih untuk tidak menerima pasien gawat. Sedangkan mereka datang ke UGD untuk minta pertolongan. Ditengah malam, subuh, pagi, siang, tidak mengenal waktu. Bisakah saya tega untuk menolak mereka? Hanya karena saya tidak ingin melihat sesuatu yang buruk semisal mereka PLUS didepan saya. Rasionalkah saya, bila sebagai dokter saya memilih pasien? Saya hanya akan menangani pasien dengan batuk flu, maag.. saya akan menghargai hak hidup manusia, dimulai pada saat pembuahan. bukankah begitu bunyi sumpah hiprokrates?

Huuuuppppfffff....

Thats life,nyed. Itu seninya jadi dokter.

Suatu waktu dulu, ada acara di gerejanya mama. Saya dan papa sedang duduk untuk  menikamti tarian khas daerah ambon. Tiba-tiba ada seorang ibu menghampiri kita dan dengan cukup keras beliau bilang "Makasih dok, sudah tolong anak saya waktu itu." saya hanya menatap dengan bingung (*saya sulit menghapal dan mengingat wajah orang), dan papa? Dia tersenyuum pada saya, matanya berkaca-kaca. Penghargaan tertinggi bagi saya, bukan gaji dan nominal yang besar pada kuitansi, namun saat pasien saya berhasil berjalan keluar melewati pintu UGD dan kembali pada keluarganya.

Pernah juga, saya dan eset mampir untuk fotokopi bahan kuliahnya. Saya pergi sebentar mencari toilet ketika saya kembali, eset sudah selesai. Didalam mobil dia bilang "Kak, tukang fotokopi itu kenal ko. Dia pasienmu, katanya ko waktu itu tolong dia pas di UGD. Ko ga ingat?" saya menggeleng. Tujuan saya bukan untuk diingat, saya hanya bagian dari rencana semesta pada hidup mereka.

Juga saat saya dan mama, beli es doger dipinggir kantor pajak depok. Ada seorang ibu dan menghampiri saya, lalu berterima kasih karena saya pernah merawatnya. Kapan? Saya lupa. Saya tersenyum mengangguk dan mama? Sepanjang jalan pulang saya memeluk mama, menenangkan beliau yang mulai sentimentil melihat anaknya dipanggil dokter bahkan tanpa jas putih itu.

Dan amor? Dia begitu terharu, saat menemani saya ke rumah sakit untuk ambil nilai bedah, saat itu saya masih koass. Ketika melewati pintu masuk, satpam-satpam itu berdiri dan mengangguk sopan pada saya "Pagi dok. Silahkan masuk" Amor melangkah mensejajari saya, "Kak, dia pangggil ko dokter. Bukannya ko koass?" saya tertawa mendengarnya.

Dan saya sendiri...
Disinilah saya merenung kan semua hal yang menguatkan dan melemahkan saya. Pertanyaan kenapa menjadi dokter. Buat apa menjadi dokter. Sudah bener belum jadi dokter. Hujatan, umpatan, makian, bentakan, bahkan teriakkan marah dari pasien dan keluarga adalah makanan sehari-hari yang saya hadapi.

Jadi, lo nyesal jadi dokter?

Ngga. Sedetikpun saya tidak pernah menyesali jas putih itu dan panggilan ini. Saya disini untuk mensyukuri berkat Yesus pada saya. Yesus memberikan indera yang sempurna, saya akan memakainya untuk melayani sesama demi kemuliannNYA.


06 Oktober

Bulan ini, semoga mampu saya lewati dengan hati yang penuh syukur,
Sebab dibulan ini ada banyak orang-orang terkasih yang merayakan hari jadi,

Awal bulan saya, tidak dibuka dengan menyenangkan,
Namun, hidup memang begitukan?
Ada ups and down.

Bahkan setelah begitu banyak pasien yang lalu lalang selama 8 tahun ini,
Haruskah satu kasus begitu mempengaruhi saya?
Bukankah sudah selayaknya saya mempertajam kembali ilmu saya.

Sekolah lagi. Menjadi cardiolog. Mengejar mimpi besar saya.

Semoga semesta berkenan memberikannya untuk saya, tahun depan!


Benyada Remals "dyzcabz"

Bila sebagian dari kamu berpikir, mengenakan jas putih untuk terlihat keren,
Berpikirlah dua kali sebelum menyentuhnya. Sebab yang terlihat keren itu, tidak selalu mudah untuk dijalani. Sampai kamu tiba dihadapan pasien yang lebih membutuhkan isi kepalamu ketimbang arti keren yang kamu impikan, kamu akan sadar bahwa mengenakan jas putih itu dan menyematkan gelar itu, diiringi oleh tanggung jawab sebesar bumi dipundakmu. Bahwa dalam setiap keputusan dan tindakan, ada nyawa orang lain yang kamu pertaruhkan, ada hidup orang lain yang kamu perjuangkan dan ada keluarganya yang menunggu mereka kembali dengan selamat.

 jaga malam saya tidak pernah menenangkan walaupun kadang cukup menyenangkan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...