Langsung ke konten utama

Silahkan jalan...

Silahkan jalan...

Saya tidak pandai menyebrang. Bahkan cenderung ketidakbisa. Trauma melihat pejalan kaki yang tertabrak didepan saya membuat ketakutan yang membekas. Boleh bila disebut fobia.

Jadi, saya mengerti betul rasanya pejalan kaki yang ragu-ragu untuk menyebrang. Maju ngga ya? Kira2 mobil ini memelankan jalannya ga ya? Aduh tunggu aja dulu deh, biar sepi dulu. Selalu ada perkataan begini didalam hati masing2.

Setiap kali saya menyetir, lalu saya melihat ada pejalan kaki yang mau menyebrang, saya akan berhenti. Lalu memberikan kesempatan mereka untuk menyebrang. Seburu-buru apapun saya, saya selalu melakukan itu. Apalagi bila saya melihat ekspresi bingung, ragu-ragu srta ketakutan yang tersirat jelas. Atau dari jauh saya sudah mlihatnya maju mundur tidak jelas, atau sudah menganggkat tangannya sebagai tanda agar kendaraan roda empat dan dua memberi jalan.

Terlihat begitu sepele ya?

Tapi buat saya ini sangat penting. Saya tau rasanya seprti mereka. Jadi, saya tidak mau menyusahkan mereka. Anggaplah saya berbuat sebuah kebaikkan yang sederhana. Bila saya merasakan hal yang tidak enak, haruskah saya memblasnya pada orang lain? Supaya mereka tau, bagaimana rasanya tersakiti? Haruskah seperti itu?

Ah, rasanya terlalu childish. Membalaskan apa yang saya rasakan. Saya pikir, bukan...saya selalu berpikir, bila saya tidak menyusahkan orang lain, Tuhanpun akan tersenyum diatas sana. Setidaknya, untuk hal kecil seperti menyebrang jalan saja, saya bisa belajar tidak menyusahkan orang.

Bila tidak mau dicubit, jangan dicubit!
Apa yang kamu tabur, itu yang kamu tuai...

Sesederhana itu saja.
Hiduplah untuk menghidupkan orang lain, nasehat papa saya, yang sampai hari ini selalu saya ingat.

Semoga apa yang saya lakukan sudah membantu pejalan kaki yang sama seprti saya.

Silahkan jalan...
Para pejalan kaki yang takut nyebrang, bila anda bertemu saya. Saya akan mempersilahkan anda jalan. Jangan takut, saya bnar-benar akan berenti untuk anda. Saya menghormati hak anda sebagai pengguna jalan. Saya tidak akan melajukan kendaraan saya, lebih cepat, saya akan berhenti agar anda bisa menyebrang dengan tenang tanpa panik atau takut. Menyebranglah dengan tenang, setiap pengguna jalan memiliki hak yang sama. Jadi jangan takut untuk memintak HAK anda. (*sekalipun deg2an,ragu, takut)

Untuk pengendara mobil, motor, bajaj, angkot...
Hormatilah para pejalan kaki, merekapun memiliki hak yang sama untuk menggunakan jalan.
Bila mereka sudah berada di zebra cross, pelankan kendaraan kalian, berikan kesempatan mereka menyebrang. Bukankah suatu hari nanti bisa saja, kita berada diposisi mereka?
Tidak ada salahnya saling menghargai hak dan kewajiban masing-masing.
Dengan tidak saling mendahului, mau menunggu, berhenti dan memberi jalan.
Tidak semua pejalan kaki berusia muda, ada juga ibu-bapak berusia renta yang kadang terlihat bingung melihat semerawutnya lalu lintas ibukota serta ramainya kendaraan,
Bisakah kita menghormati mereka untuk benar-benar berhenti dan memberinya jalan, bahkan menuntunnya menyebrang?

Menyebrang selalu menjadi momok menakutkan bagi saya.
Hingga saya menulis inipun, saya masih takut nyebrang.
Saya tau, bisa jadi ada banyak orang seperti saya diluar sana,
Semoga saja, kita bisa saling mengerti untuk hal sesederhana "berikanlah hak pejalan kaki yang mau menyebrang"

Selamat berkendara,
Semoga selamat sampai tujuan.
Hati-hati menyebrang jalan,
Semoga selamat sampai diseberang.

Benyada Remals "dyzcabz"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...