Langsung ke konten utama

Tentang Noke #32

Hei, oldman.

Mengetik nama papa di "search" FB lalu menemukan foto2 ini.




#flashback

Saya kangen papa. Sangat. Bagaimana caranya melarang rindu untuk datang,pa? Gimana caranya bilang ke hati saya, untuk tidak merindukan papa? Gimana?
Entah sudah keberapa puluh kali saya menulis ini. Lagi dan lagi. Saya kangen papa. Entah sudah kesekian kali, saya meneriakkan hati saya, membentak otak saya, agar tidak lagi menjadi cengeng,pa.

Tapi, tetap saja sama. Setiap kali saya melihat seseorang membagikan kenangannya dengan papa, saya pasti sedih. Atau melihat lagi, foto2 kita, saya masih nelangsa. Foto2 papa saat ibadah, pimpin, pembinaan, makan, minum, ketawa, lagi bicara diforum, hingga terbujur kaku,pa. Legowo, adalah hal tersulit sekaligus terbrengsek yang harus saya pelajari dengan benar.

Melihat anak perempuan manja dengan ayahnya, menggandeng ayahnya, memeluknya, berbicara dan tertawa, bisa membuat saya tersedu. Saya "se-lembek" itu ya,pa? Bukan, ini sejak papa pergi.

Saya benar-benar kehilangan. Kehilangan ego terbesar saya. Kehilangan orang yang selalu ada untuk saya. Papa tau, hal paling bangsat yang harus saya hadapi?
Saya harus belajar menundukkkan kepala saya untuk orang lain. Saya harus belajar mengucapkan terima kasih dengan benar. Saya harus benar2 meruntuhkan kekeras kepala saya untuk belajar menghadapi situasi diimana saya tidak bisa mengadu pada papa. Saya belajar berdamai dengan kehilangan saya. Dengan emosi saya yang meledak tanpa bisa ditahan. Dengan waktu yang terasa cepat.

Dan hal terbangsat lainnya adalah saya harus memasuki Natal, tanpa papa. Natal pertama, tanpa papa. Seharusnya, sebelum papa memutuskan untuk pergi. Papa harusnya bertanya pada kita. Apa kita siap? Apa kita baik2 saja? Apa kita mampu melewatinya sebiasa biasanya? Tapi papa pergi bahkan tanpa peringatan. Papa memutuskan pulang, tanpa permisi. Papa membuat segalanya indah untuk papa, namun kita,pa... Kita kehilangan sehebat ini.

Orang bilang kita terlihat kuat, santai, tidak sedih, mereka tidak tau bagaimana tiap harinya kita. Bagaimana amor harus menepi dipinggir jalan untuk meredam isaknya? Bagaimana eset harus menahan tangisnya untuk rindunya pada papa. Bagaimana mama,pa.

Natal?
Bisa tolong waktu dibuat jauh lebih pelan? Tolong bilang, pada waktu, jangan terlalu pongah hingga berlari tanpa melihat hari. Waktu mengobati kehilangan, tapi tidak meniadakan kekosongan.

Saya sering melihat kehilangan dan duka, namun saya tidak pernah berharap duka itu menghampiri saya. Tidak besok, tidak nanti. Tidak. Saya tidak siap dengan kehilangan, menjalaninya dengan keikhlasan adalah keharusan yang sampai detik inj masih saya pelajari dengan alot.

Saya masih belajar,pa. Masih belajar. Ketika ada yang datang dan bercerita tentang kebaikkan papa dalam hidup mereka. Saya ingin menghentikan mereka. Saya ingin mengusir mereka. Saya tidak mau mendengar itu,pa. Mendengarnya lagi dan lagi, lagi dan terus, masih dan selalu, membuat saya benci akan keadaan. Benci dengan keinginan papa untuk pulang.

Papa ingat ketika kita jalan dan tiba2 vertigo menyerang papa. Saya memapah papa duduk. Saya marah pada papa, papa tidak selemah ini. Papa masih kuat. Lalu malamnya papa bilang pada mama "anak perempuan itu lupa, papanya sudah tua, sudah lemah, tidak lagi sekuat dulu. Tidak lagi sehebat dulu." 

Karna dimata saya, papa selamanya hebat. Papa selamanya kuat. Seperti yang selalu papa tunjukkin. Lalu saya lupa, bahwa papa adalah manusia yang bisa dan boleh menua. Papa bisa sakit dann lemah. Papa bisa meninggal. Karna papa hanya manusia biasa. Iyakan?
Setiap kali saya mengingat kata2 papa itu, saya memaki diri saya. Bagaimana bisa saya menuntut papa sebanyak itu. Bagaimana bisa papa harus selalu kuat? Papa itu sakit, papa itu lemah, dia hanya membuka kelemahan dan kesakitannya dihadapan orang2 yang dia sayang. Dihadapan orang2 yang untuknya, mereka bersedia melakukan apapun. Dihadapan orang2 yang mengenalnya secara utuh. Orang2 itu adalah kita.
Bagaimana bisa saya begitu terlambat,pa? Saya terbiasa melihat papa kuat, jagoan, keren, hebat, hingga suatu hari waktu menampar saya, membangunkan saya untuk melihat bahwa laki2 tua yang sangat saya kagumi itu sudah renta. Beliau butuh istirahat. Raganya sudah meenua, meskipun jiwanya selalu bersemangat.

Papa ingat, ketika mau mengantar saya ke UI? Papa tidak ikut ya, papa dirumah aja. Kaki papa sakit. Tapi sorenya, papa pergi pelayanan karna ada yang gawat dirumah sakit. Saya sering berpikir papa boongkan? Gimana caranya papa ngga bisa temani saya, tapi bisa pergi pelayanan? Gimana caranya papa menahan sakit dan harus tetap melayani orang sakit?  Saya sering meneriakkan ini untuk papa, papa manusia. Papa bukan Tuhan. Papa bisa bilang cukup, ketika leelah. Papa bisa bilang nanti, ketika sakit. Tapi papa akan marah bila saya melarangnya. Kita akan beradu argumen yang berakhir dengan marah dan bentakan saya. Diamnya saya.

Saya tau, itu untuk Yesus. Tidak perlu dijelaskan. Tidak perlu dijabarkan. Saya tau. Tapi kehilangan ini terlalu menyakitkan,pa? Dari sana, papa bisa melihat bagaimana kita menangis dengan cara kita. Bagaimana kita saling menguatkan. Bagaimana kita meredupkan tangisan kita, agar terlihat selalu ceria. Papa tau, merayakan kehilangan ini tidak semudah menemukan papa kembali tapo tidak bisa memeluk. Tidak semudah itu. Ini jauh lebih berat pa. Tau bahwa papa tidak akan ada lagi, sama dengan pulang tanpa tau bagaimana caranya untuk kembali.

Saya tau, saya pulang kerumah, tapi saya merasa saya tidak kembali pada rumah.
Bagaimana bisa kehilangan menjadi sekosong ini,Nok? Bagaimana bisa mengabaikan kangen ini? Bagaimana bisa mengalpakan, kosong dan pilu yang menyerang tanpa ampun?

Ketika saya berusaha menolong ayah orang lain untuk berkumpul kembali dengan keluarganya. Bagaimana bisa ayah saya justru menginginkan pulang pada rumah yang jauh lebih indah tanpa kita?

Bisa papa jelaskan, kenapa?

Tidak, papa tidak akan menjelaskan ini. Papa akan marah, melotot dan membentak pertanyaan tolol itu. Papa siap pulang, tanpa pernah menyiapkan kita menghadapi kehilangan beliau. Papa siap pergi, tanpa pernah bertanya bagaimana kita?
Papa tau Yesus disini. Tapi, Yesus bukan papa. Dan papa terlalu kecil untuk digantikan oleh Yesus. Papa adalah papa, manusia yang bisa saya temui, peluk, rangkul. Yesus? Adalah semesta, Tuhan, Juruselamat. Semesta dimana saya inginkan hidup dengan papa. Semesta tidak bisa menggantikan papa. Semesta menemani kita untuk mengenang papa. Semesta mengajarkan kita bahwa kehilangan adalah bagian dari rancangan. Bagian dari rencana besar. Bagian dalam hidup yang harus dilewati. Cerita menyedihkan yang harus dijalani. Logika bodoh, dimana merelakan dan mengikhlaskan menjadi sepaket dengungan umum yang selalu dihingarkan.

Sudah waktu Tuhan adalah lagu klasik yang masih dipakai dan selamanya dikatakan untuk menguatkan. Untuk menenangkan.

Bila kematian adalah awal dari hidup baru setelah hidup. Apakah itu jauh lebih 
membahagiakan, hingga papa lebih memilih itu?
Bahkan diantara Tuhan dan keluargamu, kamu tau harus memilih yang mana.

Malam ini, hujan deras,pa.
Pasien lumayan ramai. Saya belajar untuk mengabaikan lapar saya. Karna papa tidak lagi disni. Namun saat melihat bapak gojek itu menenangkan anaknya yang habis disuntik dan di Infus. Memeluknya sambil membujuknya makan.
Sesuatu didalam hati saya terenyuh, luluh, saya menatapnya dengan iri,pa. Suatu waktu dulu, saya memiliki moment itu. Moment saya dan papa. Suatu waktu dulu, hingga hari dimana papa memutuskan untuk pulang pada Yesus. Lalu, anak yatim menjadi label baru bagi saya,amor dan eset.

Bapak gojek itu tersenyum melihat saya menatapnya. Maaf dok, manja banget sama bapaknya. Saya hanya mengangguk,pa. Karna bila saya menjawabnya, bukan kata yang terdengar tapi isakan yang menjawab.

Papa harus tau ini, sekalioun saya jarang mengatakannya tapi jauh dilubuk hati saya, papa adalah supermannya saya.

Dan, setiap kali, saya menaikkan doa, nama papa selalu disebutkan sebagai berkat yang Yesus pinjamkan didalam hidup saya.

Yesus itu baik,nok. Sangat baik. Yesus tau apa yang saya butuhkan didalam hidup saya. Hingga dia menenun saya didalam kandungan sinsi dan meletakkan saya dalam pelukan noke. Sama seperti Noke dan Sinsi yang saling menemukan, begitulah Yesus menempatkan saya ditengah kalian. Yesus mencintai saya hingga memilih kalian menjadi bagian hidup saya.
Selamanya, selamanya, saya selalu mengucap syukur akan hal itu.

Dan saya diberikan berkat itu, berkat untuk memanggilmu papa, seumur hidup saya.

I love you,nok. I still miss you. Always.

Pulang, tanpa kembali. Itu menyakitkan,nok. Sama seperti Natal pertama nanti tanpa papa.

Rumah itu papa mama amor eset. Tanpa papa, rumah itu namanya tetap rumah, hanya saja "rasanya tidak kembali" pada rumah yang sama. Ajar saya untuk tidak merindukan papa. Atau ajar saya tidak menjadi cengeng hanya karena rindu papa.

Dia, papa saya, Noke namanya.

Benyada Remals "dyzcabz"

Komentar

  1. Setiap kali membaca kisah kamu atau mama mu dengan papa kamu... air mata saya selalu menggenang kadang mengalir karena saya selalu menempatkan diri saya di kamu atau mama kamu jadi saya sangat bisa merasakan kesedihan kalian karena kehilangan dan rasa rindu yang hebat yang menghinggapi kalian ber4.
    Sampai saat ini aja.... Saya yang orang lain... masih merasa kehilangan pengkhotbah yang berkualitas apalagi kalian. Kamu tahu... Saya ngga mau lagi gereja di Petra Bogor karena kalo saya masuk di gereja itu...melihat interior gereja yang indah itu... saya selalu sedih mengenang papa kamu berdiri di mimbar berkhotbah sambil bernyanyi lalu mendoakan jemaat nya. Jadi saya mengerti betul betapa beratnya kalian ber4 menahan rindu. Saya aja rindu denger khotbah nya apalagi kalian... Seperti pengalaman saya... Saya sudah membayangkan... kalian ber4 akan melewati natal besok dengan berurai air mata... Menangis sambil memeluk guci papa kamu atau foto beliau... Mungkin yang sedikit meringankan adalah suasana rumah yang berbeda... Saya bersyukur jabatan yang baru ini akan membuat mama kamu lebih sibuk... Saya yakin ini cara Tuhan menghibur mama kamu karena BELIAU juga tahu mama kamu masih selalu menangis terutama jika dia sedang sendirian padahal butuh teman diskusi atau teman curhat atau rindu pelukannya.
    Papa kamu memang bukan hanya suami dan ayah yang hebat tapi juga hamba Tuhan yang ber kharisma... Tangannya "dingin".... doanya afdol...
    Saya selalu mendoakan kalian walaupun kalian ngga kenal saya.
    Tuhan Yesus memberkati menghibur dan menguatkan kalian...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...