Langsung ke konten utama

First Fight

"Non?"
"Dan, saya sibuk!"

Klik. Sambungan mati. Saya mematikan sambungan sekaligus hpnya.

Saya tidak akan mengatakan kenapa. Saya tidak akan membuatnya terdengar seperti alasan. Karna menyebutkannya sudah terdengar beralasan. Iya'kan?

Jangan sok deh, lo kira dokter cuman lo? Stop dengan istilah medis bullshit! Lo harus bisa menyempatkan waktu! Lo punya komitmen! Lo tau dia nunggu lo.

03.30

Bukan jam jaga saya. Tapi saya harus datang karna kecelakaan besar terjadi. Dan IGD kekurangan tenaga. Apa itu cukup menjelaskan?

Saya kembali kerumah. Menyetir. Mampir ke Starbucks yang masih buka. Membeli ice coffee. Terimakasih Tuhan, karena masih ada coffee.

Saya menyalakan Hp dan pesan itu masuk.

Nona masih sibuk? *Pesan pertama
Non? Masih banyak pasien? *Pesan kedua
Dan sekian puluh pesan yang bernada sama. Hingga yang terakhir...
Apa susah untuk mengabari kembali? *Pesan ke sekian.

Saya menatap layar HP. Menimbang. Nelpon ga ya? Ga usah. Saya sedang malas bercerita tentang apapun. Pada siapapun. Bila kamu bisa memahami saya, maka silahkan tinggal.

Saya menatap layar HP. Menekan nomor yang sudah saya hapal diluar kepala. Bahkan ketika kesadaran saya somnolenpun, saya akan tetap menyebutnya.

"Mbul, dimana?"
"Rumah nyed. Woi, jam berapa ini? Lo kenapa? Gapapa? Lo dimana?"
"Ngga, gue lagi dijalan pulang. Temenin ya?"

16 tahun dan kebiasaan ini selalu berlanjut. Kebiasaan meminta mereka, merepotkan mereka menemani saya pulang jaga. Memasang speaker dan menceritakan segala hal. Mereka terbaik.

Kenapa bukan dia? Karna saya sedang tidak ingin diinterogasi. Saya sedang ingin ditemani saja. Bukan pertanyaan bodoh itu. Saya butuh tenang setelah hectic day. Saya butuh relax!

Tiba2 telpon Dan masuk. Berkali-kali direject dan berkali2 juga, dia menelpon.

"Mbul, gue tutup ya."
"Udah sampe?"
*Menghela nafas berat "belom. Ada telpon masuk"
"Kang, kalo udah sampe. Wajib telpon gue! Take care. Jan' balep2 ya!"

"Non?"
"Hm?"
Jeda. Hening yang mencekam. "Masih di RS?"
"Ngga udah dijalan pulang, lagi nyetir."
"Kamu dijalan pulang? Lalu kamu ga bisa ngabarin saya disini?" tuntutnya dengan nada meninggi dan menuduh
"Dan, saya cape. Kalo kamu mau ngeluh, besok aja ya. Saya cape."
Dia diam. Hening kembali.
"Sama siapa?"
Saya diam. Ini yang saya malesin. Pertanyaan ini nih. Menurut kamu sama siapa lagi coba? Sekampung? SeRT?
"Non?"
"Kamu mau bicara apa? Kalo ngga ada yang cukup penting. Bisa besok ajakan? Saya capek,dan. Saya lagi males bicara!" tekan saya dengan nada sangat kasar dan keras

"Tapi kamu abis nelpon kan?"
"Mbul."
"Buat?"
"Serius ya, lo bakalan nanyain ini?"
"Saya ngga boleh tau?"
"Kamu dengerkan saya bilang lagi males bicara?"
Dia menghela nafas dan menghebuskannya dengan pelan. Tapi itu terdengar sangat kuat ditelinga saya.

"Saya hanya mau tau, boleh?"
"Mbul nemenin saya ngobrol selama nyetir."
"Memangnya saya ngga bisa?"
"Dan, tutup telponnya deh. Kamu udah mulai ngejengkelin "

Saya mematikan telpon. Dia menelpon kembali. Lagi, lagi dan lagi.

"Kamu bukan ngga bisa, disana itu udah jam 3 sore kan?"
"Lalu?"
Saya diam. Iya ya. Alasan saya apa ngga mau nelpon dia. Kan disana masih sore?
"Lalu?" tuntutnya

"Saya belom terbiasa ngerepotin kamu. Saya jauh lebih nyaman merepotkan mbul. Lagi pula dia lagi ngerjain tugasnya."
"Oh, gitu. Belom terbiasa."
Nadanya menjawab itu terdengar berat. Kesel?

"Masih jauh sampe di rumah?"
"Mayan. Kenapa?"
"Nanya aja. Hari ini hectic ya,non?" suaranya melunak
"Hm. Hari ini bukan tugas jaganya saya. Tapi karena ada kecelakaan didaerah bogor dan korbannya lumayan banyak akhirnya dibawalah ke beberapa rumah sakit, salah satunya tempat saya,dan."
"Lalu?"
"Ya udah, kita dokter jaaga dipanggil buat ngebantuin."
"Hm. Hm. Hm. Saya tadi pulang jam 2. Besok ada boss yang harus dijamu, jadi besok saya bermalam di kota,non"
"Boss?"
"Hm. Supervisor dan ngecek quality controlnya. Jadi besok, sinyalnya bersahabat sama kita."
"Sedih ya, LDR gini?"
"Ngga. Yang sedih itu bertepuk sebelah tangan."
"dan? Bentar."

Saya turun dan mengisi bensin. Mematikan hp. Dan berharap dia tidak perlu repot menelpon lagi.

"Isi bensin?"
"Hm. Udah masuk margonda. Dikit lagi."
"Abis ini nona ngapain?"
"Mandi, tidur."
"Lalu?"
"Dan, menurut kamu saya harus ngapain lagi?"
Hening.

"Nona boleh kok nelpon saya kalo butuh ditemanin pulang."
"Saya belum terbiasa. Saya ndak tau mau ngobrol apa. Dengan mbul, tom2, rasta, mereka bercerita dan saya mendengar."
"Jadi harus saya yang cerita?"
"Lalu? Kamu mau dengerin bahwa ada tabrakan yang ususnya terburai keluar? Tengkoraknya pecah? Paha nya patah? Seneng dengerin?"
Dia tertawa. "Horor ya?"
"Tapi itu bagian dari kerjaann saya, Dan."
"Iya. Saya ngerti."
"Udah mau sampe?"
"Dikit lagi, masih dilampu merah terakhir."
"Kenapa? Mau udahan?"
"Ngga, nanya aja."
Hening. Alunan lagu we gots tonight melantun pelan.

"Bulan depan saya pindah lokasi."
"Kemana?"
"Mungkin lebih ke utara lagi. Perbatasan sama Chile."
"Chile? Woow, disana pasti keren banget ya, dan?"
"Mau jalan2 kesini?"
"Ngga sih. Nanya aja."
"Kenapa ngga mau?"
"Kalo ada tempat diluar negeri yang pengen saya datengin itu adalah Peru, Machu Piccu dan Swiss. Kota dingin. Saya ngga suka pantai. Saya suka pegunungan."
"Tapi saya kerjanya dipantai."
"Iya, tauu. 'kan cuman bilang aja."
"Disini bagus pemanndangannya. Nanti kesini deh."
Saya tertawa.

"Kamu bilang gitu kesannya itu cuman di jogja loh. "Nanti kesini" itu lintas benua, dan. Dan perjalanannya jauh."
"Tapi worhtit. Trust me."
"Udah sampe."
"Kok cepet?"
"Harusnya lama?"
"Ngga bukannya masih dilampu merah tadi?"
"Ini udah sepi dan untuk ke rumah ga butuh waktu lebih dari 15 menit."
"Yaaaaa...."
"Jangan tutup dulu. Tunggu sampe saya didalam rumah ya."
"Ooo aturannya harus gitu? Sama mbul? Tom2?"
"Ga ini khusus kamu"
Kalo sama mereka mah bebas. Kapanpun pembicaraan udah ngebosenin, saya akan mematikannya. Dan kapanpun terasa sepi, saya akan menghubungi kembali. Sesederhana itu pertemanan kami?

Tapi dengan kamu. Rasanya belajar kembali itu penting!

Buka pagar. Ah, coba papa ada. Pasti dibukain, ditungguin. "Papa ada beli nona punya cheeseburger. Mau dihangatin lagi???". Parkir. Nutup pintu pagar. Masuk ke teras. Membuka pintu.

"Dan, im home."
"Ok, have a good night. Sleep tight."
"Makasih udah ditemenin."
"Besok jaga?"
"Ngga."
"Ya udah, istirahatlah. I...."

Klik. Saya memutuskan sambungan.

Duduk dimeja makan. Membuat oatmeal dan ovaltine panas. Makan. Cuci muka. Dan menemui teman baik mr.kasur.

1 pesan masuk.
Lain kali jangan langsung dimatiin non. Kan saya blom bilang i miss you.

Serius, harus seribet ini?

Benyada Remals "dyzcabz"

Berkomitmen memang harus seperti ini. Kompromi harus diadakan untuk mencapai tujuan. Ada amin?

Pertengkaran pertama..kata papa kalo pacaran tapi ngga pernah bertengkar itu ga sehat. Bertengkar bukan untuk adu ego, tapi melihat seberapa baik kamu mengenal pasanganmu. Bertengkar bukan untuk adu mulut dan berakhir tragis, tapi lebjh kepada belajar mendengar apa maunya, menyampaikan bagaimana maumu, agar kata sepakat tidak mennjadi mentah. Bertengkarlah sesekali, itu baik. Dengan cara yang benar, beradu argumen akan mengajarkan kamu bagaimana karakternya yang sering luput dari pandangmu.

Komentar

  1. Sebagaimana dia sabar menghadapi kamu... Kamu juga belajar sabar ya...menghadapi dia...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...