I miss you,pa.
I miss you, so bad.
Ngga ada kata yang bisa mewakilinya. Ngga ada bahasa yang bisa menjelaskannya.
Rindu papa. Udah, itu aja.
Saya tidak bisa lagi menemui papa. Tidak lagi menunggu papa. Tidak lagi mendapati papa dirumah.
Kangen papa.
Memutar video berkali-kalipun, rasanya sesak,pa. Melihat foto pun tidak mengurangi apapun. Mendengar lagu kesukaan papa, malah menambah seru isakkan saya,pa.
Suatu waktu dulu, saya tidak tau, bahwa kehilangan papa adalah hal terberat yang harus dihadapi. Saya terbiasa tau, papa akan lama dengan kita. Papa kuat menghadapi dan menghidupi sakitnya.
Lalu, waktu Tuhan datang dan melemparkan saya pada sebuah kenyataan lain. Papamu sudah tidak disini. Papamu sudah pergi. Papamu sudah dengan Yesus. Papamu tidak lagi ada untuk membelamu.
Rindu papa.
Jakarta, 09 november
Hut 70 thn GPIB. Melihat pendeta2 itu bernyanyi diatas panggung. entah kenapa rasanya ada yang kurang. Papa. Tapi, kalaupun beliau masih ada, beliau tidak mau naik kesana. Saya bilang begitu pada eset. Noke itu "lain" dari yang pada umumnya.
Saya dan eset menemani mama. Walaupun biasanya saya malas ke acara2 seperti ini.
Pa, Natal sudah sangat dekat. Tapi sebelum itu, saya harus merayakan ulang tahunnya saya, tanpa papa.
Tahun lalu, kita berdebat hebat, karena saya tidak mau merayakan ulanh tahun ditepat "tanggalnya saya". Papa marah. Saya juga. Hingga akhirnya papa mengalah dan mengikuti maunya saya. Besoknya baru kita merayakannya.
Tapi tahun ini, hidup memiliki kejutan lain,pa. Kejutan yang saya benci. Saya tidak pernah siap dengan yang ini. Tahun ini, saya diberi label baru, "anak yatim". Saya harus melewati "hari saya" tanpa papa. Tanpa ucapan papa. Tanpa pelukan papa. Tanpa telepon papa. Tanpa papa.
Mungkin bukan hanya natal yang takuti,pa. Tapi ulang tahun saya, yang harus saya lewati tanpa papa.
Menangis tidak akan menyelesaikan ini'kan,pa? Papa tidak mau ditangisi, saya tau,pa. Tapi papa harus tau, kehilangan papa, keterbiasaan dengan papa, menjadi hal terlalu sulit untuk dimengerti,pa.
Saya tau, ini cengeng. Tapi saya mau papa ada disini. Saya mau papa tinggal disini,pa. Saya tidak butuh ucapan orang lain, saya mau papa. Saya mau papa.
Sudah hampir pertengahan november,pa.
Sebentar lagi "hari-nya saya", saya tidak seantusias biasanya. Saya bahkan cenderung menepi dan mendiamkannya.
Papa dengerkan? Saya tidak butuh perayaan, ucapan selamat, saya mau papa ada. Papa disini lagi. Karna 6 bulan terakhir, setelah papa menjadi abu, saya jauh lebih hancur,pa.
Dalam setiap hal yang saya pikir, saya harus kuat, nyatanya saya lemah,pa. Menemukan bahwa saya tidak lagi memiliki papa, membuat segalanya menjadi tawar. Bahwa dalam tindakan2 sepele, saya membuatnya begitu rumit. Kenapa? Karna dulu, saya punya papa, sebodoh apapun keputusan, atau sekonyol apapun saya, saya selalu tau, "papa ada disana untuk menjaga saya", "ah gampang ada papa", "ya udah, nanti papa aja yang buat".
Kalimat itu, tidak akan lagi saya lantunkan. Tidak. Saya tidak memiliki papa. Dan kesalahan terburuk saya adalah menyayangi papa sampai jantung hati.
Mungkin saja, bila saya hanya menyayangi papa sekedarnya, saya tidak akan sehancur dan sekosong ini.
Jadi papa ngerti kan, kenapa kemaren saat mama berbicara tentang Dan, saya tidak bisa menjawabnya?
Saya pikir itu jatuh cinta,pa. Nyatanya cinta itu rasa, bukan hanya logika. Saya pikir itu kesempatan,pa. Nyatanya saya hanya menghargai usahanya. Namun untuk lebih jauh, rasanya saya butuh waktu untuk berpikir.
Apa dia sehebat papa? Apa dia setegas papa? Apa dia sepintar papa? Apa dia bisa mengalah seperti papa untuk saya? Apa dia bisa mengerti saya, seperti mama? Apa dia, untuk saya? Apa dia, mampu memahami dunia saya?
Entahlah,pa. Saya masih "berduka", dan memikirkan cerita lain tentang saya, saya belum siap,pa. Sampai detik ini, saya masih ingin sekolah. Sampai detik ini, saya masih menguatkan hati tentang kehilangan papa.
6 desember. Hari dimana papa dan mama, menemui saya pertama kali. Hari dimana nama itu disematkan pada saya. Hari dimana doa serta ucap syukur dilantunkan atas saya. Hari dimana, saya diberikan dipelukan noke dan sinsi. Hari itu, saya tau, Yesus tau, Noke adalah tangan yang benar dan Sinsi adalah tentang keindahan, kebaikan, kelemah lembutan seorang ibu.
Yesus, menempatkan saya pada orangtua yang benar.
Malam itu, saya, amor dan eset duduk diteras. Amor mengeluarkan pertanyaan itu kali ini serius ya? Saya mengagkat bahu. Tidak menjawab. Eset dia kayaknya baik,kak. Saya tau darimana? Amor mungkin kita belum sampe pada tahap seperti papa yang mampu "melihat" orang tapi sa percaya kak Dan orang baik. saya hanya karena kalian bilang baik, bukan berarti saya harus ikutkan? Saya belum mikir apapun,nyem. Saya mau begini dulu. Tahun depan ada rencana besar saya tentang hidup. Setelah itu baru "tentang saya". Eset sa tau ko masih nangis,kak. Tapi papa akan lebih sedih kalo liat ko begitu. Papa selalu mau ko senang. Ya'kan mor? Amor stop ya, jangan sampe kita paduan suara nangis disini. Saya tapi papa pergi dari saya. Apa yang senang? Amor Yesus punya waktu dengan papa yang kita tidak bisa gangu,kak. Ko begini, karna papa adalah egonya ko. Iyakan? Saya mungkin. Eset ko jangan sedih, karna hati kecilku berkata yedijah kau artemesia.
Dan kita tertawa sampe bodok!
Papa, i still miss you. Always. Pada jam2 dimana papa bangun untuk minum, cari makan diam2 dikulkas, atau kekamar mandi. Atau berdoa. Saya selalu duduk diluar sambil nonton tv dan bertanya "mau ngapain ya?" Papa akan tertawa "ngga,mau liat aja, semua udah tidur. Papa lapar." Huahahahahahahahahaha...
Hei,dad. I love you!
Some folks doesn't believe in hero. Because they didnt meet My Noke!
Benyada Remals "dyzcabz"
For god sake, bisakan setiap jaga lo ga secengeng ini! Saya kepada diri saya, kepada otak saya, kepada hati saya.
Dan kepada beliau yang membuat saya menjadi cengeng setiap kali rindu itu menyapa.
Pa, bilang buat goel, jangan lupa taruh kecap di meja makan. Karna papa paling marah, kalo beliau tidak menemukan kecap dimeja makan. (*As you, i knew you, so damn well,Nok!)
Komentar
Posting Komentar