02.15
Saya iseng membuka facebook papa. Sudah lama saya
tidak melihatnya. Sekedar mengetahui berapa banyak
Tulisan dan renungan2 di facebook di like, share,
atau apalah. Percaya deh, saya selalu kaget, menemukan bahwa
Sampai hari ini, masih ada loh yang inbox papa.
Toh orangnya sudah ndak ada, bapak2 dan ibu2.
Saya tidak melarang, hanya saja terasa mubazir bagi
saya.
Dan memang bener, ada aja gitu yang ngirimin inbox.
Entah mereka sadar atau ngga bahwa yang punya ini sudah
Tidur nyenyak. Kadang sebagian saya buka, kadang saya
abaikan.
Namun ada inbox, dari seorang ibu, ga perlu lah ya
saya sebutin namanya siapa.
Dia mengabarkan papa, tentang anak yang dulu sering
papa berkati tiap kali ibadah minggu,
Dia sudah lulus kuliah S1 dan sekarang sedang
bersiap-siap untuk berangkat ke California dapat tawaran kerja disana.
Teknik Informatika.
Saya cukup terkejut mendapat inbox ini,
Papa tau, apa yang ibu itu bilang?
Anak itu ingin melaporkan pada pak pendeta yang
selalu memberkatinya didepan pintu gereja itu,
Bahwa cita-citanya terkabul. Dia ingin kerja di luar
negeri.
Dia meminta dan mendesak ibunya untuk meng-inboxkan
berita ini pada pak pendeta itu.
Sekalipun dia tau, bahwa pak pendeta itu sudah jadi
abu,pa.
Dan dia berterima kasih, untuk pelayanan papa selama
ini.
Doa papa dan berkat papa yang selalu papa ucapkan
untuk dia.
Yesus benar-benar memakai papa. Setidaknya itu yang
selalu saya lihat pada setiap pelayanan papa.
Papa terkenal dengan PENDETA YANG MEMBERKATI
ANAK-ANAK KECIL setiap salaman selesai IBADAH HARI MINGGU. Entah berapa puluh
orang tua yang berjejer dan mengantri untuk harus anaknya di"tumpangkan
tangannya" pak pendeta. Selalu begitu, dari saya kecil. Kebiasaan itu
tidak pernah berubah. Sekalipun beliau lelah dan akhirnya harus duduk sambil
salaman, beliau tetap akan melakukan itu.
Pa, mungkin saya harus menyampaikannya, inbox itu.
Dia ingin papa mendengarnya. Walaupun mungkin saja, YESUS pasti sudah memberi
tahu papa. Cita-citanya sudah dijawab dengan tepat oleh Yesus. Berkat yang
senantiasa diberi tidak bias dengan sia-sia. Yesus memberkatinya,pa.
Setelah membaca inbox itu, saya melihat foto-foto
papa. Dan memang, ada foto itu. Foto papa sedang memberkati anak-anak dipintu
gereja itu. I miss you,Nok.
Ketika masih di GPIB Kasih Karunia Medan, setiap kali
ibadah minggu dan papa yang pimpin, orang tua yang kebetulan anaknya ikut
ibadah minggu ataupun habis sekolah minggu, akan selalu mengambil barisan
rapih. Menunggu berkat dipintu. Sebenernya bukan hanya anak-anak ya, oma, opa
juga. Atau orang sakit yang beribadah pun akan papa berkati. Cuman anak-anak
yang dibawa ke papa itu, selalu punya cerita.
Kalo udah gitu, antriannya pasti panjang banget.
Saya, amor dan eset kadang kita mengalah mundur kebarisan belakang. Tooh, kita
akan bertemu dirumah kan? Toh itu papanya saya. Hahahahhahahaaa...
Dan kadang, kita bertiga akan tertawa melihat orang
tua yang memaksa anaknya wajib untuk diberkati papa. Wakkakakakkakakakaaa...
Ada loh, yang sampe dikejar ke halaman karena anaknya takut. Tapi ada juga yang
senang. Ada yang langsung antri dengan orang tuanya.
Papa menyukai anak-anak. Dari dulu begitu. Setiap
kali ada anak sekolah minggu, beliau pasti ngeluarin dompetnya "ini buat
jajan ya?" atau "Ini bagi sama rata ya buat beli sugus". Beliau
tidak pernah menutup dompetnya untuk siapapun. Tidak pernah. Begitu juga ketika
bertemu dengan anak-anak pendeta. "heeei, bapakmu si ******* nih ambil
buat jajan besok", atau "Nih, oom noke kasih ya, besok jangan minta
lagi sama mamamu", pasti begini. Apalagi kalo kita ke sinode dan ada
anak-anaknya pendeta yang masih kecil. Pasti papa jajanin mereka. Entah beli
permen, coklat, pulpi, choki-choki, lengkap. Makanya, ketika papa meninggal
kemaren, ada seorang anak pendeta umurnya 7 tahun, dia duduk dengan kita
dipinggir peti papa, lalu bilang "Opa ini suka beliin kacang sama
permen." Kita menoleh dan tersenyum.
Padahal untuk kita, papa melarang dan marah kalo ada
orang lain kasih sesuatu ke kita. Atau kita meminta sesuatu dari orang lain.
Papa suka memberi. Namun, beliau tidak suka menerima. Iya, selalu begitu.
Pa, mereka rindu dengar khotbahnya. Beberapa yang
inbox bilang begitu. Mereka itu bukan hanya jemaat PETRA. Tapi jemaat2 yang ada
disekitar wilayah PETRA, ada yang dari HKBP, ada yang dari ZEBAOTH, ada yang
dari BOJONG GEDE. Oh, ada yang dari gereja katolik,pa. Dia bilang dia
kehilangan teman diskusi selepas gereja,pa. Dia kehilangan figur yang mengajar
disetiap khotbah. Mereka kehilangan pendeta yang khotbahnya berapi-api. Mereka
kehilangan pendeta yang bernyanyi dalam
khotbahnya. Yang bisa melawak dengan cara yang kocak. Mereka bilang
mereka kehilangan kata" ya udah, sudah selesai. Sudah habis. Mau apa lagi?
Organis...main lagu sudah. Khotbahnya sudah selesai." pendeta tanpa
amin,pa... Kata mereka.
Memasuki 6 bulan, saya penghitung waktu yang baik
ya,pa? Tapi papa masih diingat. Ketika kemaren, kita bertemu dengan jemaat
PETRA, mereka memeluk mama. Bagi mereka, bertemu mama mengobati rindu untuk
papa. Mereka berkeluh kesah,pa. Tapi, bukankah tidak baik membandingkan? Tidak
ada yang seperti papa. Iyakan? Lagipula, standar yang papa buat untuk mereka
sudah terlalu tinggi, untuk dilewati bahkan untuk disejajari,pa? Seharusnya
mereka bisa memahami itu dengan baik. Benerkan pa? Mengharapkan pengganti papa,
harus sama dengan papa, bahkan melebihi papa, adalah sesuatu hal yang sulit.
Kenapa? Karena tiap pendeta memiliki kemampuan dan "cara" yang
berbeda. Dan, bagi saya, Noke, terlalu tinggi untuk ditetapkan menjadi sebuah
standar. Mungkin, setiap orang harus diberikan waktu untuk mengenali medan.
Beliau akan bertumbuh dan bergumul disitu dengan caranya. Tidak harus mengikuti
caranya Noke. Karna tidak akan ada yang bisa. Iyakan pa?
Papa ingat, kata pertamanya papa ketika kata sambutan
di PETRA? "MAU BANGUN GEREJA atau MAU MENCURI?" hahahahhahahahaa...
Dan saya pikir, tidak ada yang bisa mengatakan itu dengan lugas dan frontal
seperti papa. Papa membuktikan itu. Bukan hanya teriakan kosong,pa. Sekarang
mereka memiliki gedung, dan fasilitas lain. Kemudian papa pergi. Tapi cerita
mereka tidak selesaikan pa? Masih banyak yang harus digumuli disana. Masih
banyak rencana-rencana yang papa bilang tentang mereka. Iyakan?
Ketika pulang dan kita bercerita di mobil. Kita
sependapat,pa. Bahwa menggangtikan orang yang luar biasa itu, butuh waktu.
Butuh waktu untuk mendekatkan diri dengan jemaat. Butuh waktu untuk menyusun
kembali. Jemaat itu masih berduka, mereka kehilangan orang yang penting disana.
Orang yang selalu mengayomi mereka. Papa tau, saat hari 2 papa meninggal,
seorang ibu datang dan menangis pada amor. Dia bilang papa seharusnya kuat,
papa tidak boleh meinggal. Karena setelah suaminya pergi dan anaknya dilecehkan,
papalah yang berdiri untuk menguatkannya. Papalah yang berdiri dan membelanya.
Papalah, orang yang menopangnya dengan doa,pa. Sama seperti saat saya menerima
tamu yang datang diatas, seorang janda menangis dan berlutut,pa. Dia menangis
lebih banyak dari saya,pa. Sampai ada seorang ibu yang memeluknya. Saya tidak
tahu harus berkata apa. Bukan,pa. Saya tidak siap, bahwa ada orang lain yang
bisa kehilangan papa, segitu hebatnya,pa. Ibu itu bilang papa selalu datang dan
makan dirumahnya. Bahkan ketika rumahnya jauh dan masuk gang2, papa tidak
menolak. Papa menerima apa yang beliau sediakan diatas meja,pa. Ada juga
seorang bapak, yang anaknya papa doakan. Ketika anaknya DSS dan sudah divonis
dokter tidak bisa hidup. Papa datang tengah malam dan berdoa. Besoknya, anak
itu masih bisa melihat hari esok,pa. Bapak itu menangis dipinggir peti papa.
Dia berterima kasih,pa. Dan saya? Saya hanya mengangguk. Saya tidak bisa
berkata apapun. Ada lagi orang yang papa ajar, hingga akhirnya menerima Yesus
pa. Dia sekarang kerja di kapal. Ketika dia mendengar papa meninggal, dia
sangat terpukul. Karena dia bilang dia sudah bernazar ketika menerima gajinya,
dia ingin membawanya untuk papa lihat. Bahwa dia sudah bertobat dan memiliki
hidup yang baik. Nyatanya yang dia temui hanyalah raga tanpa nyawa papa. Dia
berdiri dan memberi hormat,pa. Dia menangis dalam diam,pa. Dia memeluk saya dan
berucap "papa kamu orang hebat". Saya kaku didalam peluknya, karena
untuk pelayanan-pelayanan ini, papa mengorbankan begitu banyak hal papa. Oh
iya, papa tau Om Beril? Pdt Berilos Panggabean? Beliau bercerita tentang
seorang pemudi yang meminta papa mengajarkannya ajaran Yesus, tapi papa
memintanya untuk mencari gereja terdekat saja, karena kondisi papa yang sedang
sakit. Dia akhirnya diajar di gerejanya Om Beril,pa. Dia sudah dibabtis dan
disidi,pa. Tepat 1 minggu sebelum papa meinggal. Dia ingin menemui papa untuk
mengatakan niatnya sudah tercapai, tapi sayangnya, papa bertemu Yesus lebih
cepat daripada yang dia duga. Ada banyak ceritakan,pa? Sangat banyak,pa. Mau
dibuatin novel aja? Hahahhahahahhaaa... Judulnya? NAMANYA NOKE! Keren ya?
(*papa : stop buat yang aneh2 yedijah!) wakakakkakakakakakakakkaa....
Papa tau, anak-anak Panya papa? Mereka datang dan
membawa bunga untuk papa. Sebagian dari mereka menyanyi disamping peti papa dan
menangis disana. Pendeta yang selalu kasih kita uang jajan. Pendeta yang selalu
beliin permen. Pendeta yang selalu becanda dengan anak-anak. Pendeta yang suka
gendong kita.
Inboxnya masih banyak,pa. Saya hanya buka beberapa.
Entah untuk apa mereka mengirimnya. Mungkin untuk saya bacakan didepan papa? Oh
sorry, abu papa. Saya mulai gila ya,pa? Hahahhahahahhahahahahaahaa...
Mereka hanya ingin papa tau. Jadi, Yesus bilang apa
pa? Udah diceritainlah ya?
Kapan ya terakhir kali saya ikut papa pimpin ibadah
minggu? Di GPIB FILADELFIA ya,pa?
Duduk dibarisan depan, (*aturannya noke), tidak
banyak gerak dan cerita. Kalau sudah selesai berkat dan papa udah turun mimbar,
siap-siap ke kursi ujung karena papa bakalan kasih kacamatanya ke kita. Ga tau
kenapa, tapi itu ritual kita dengan papa. Papa seolah-olah mau nunjukin
"nih ini anak saya", atau "ini keluarga saya". Papa selalu
melakukan itu! Selalu! Jadinya, sehabis ibadah, semua jemaat akan menyalami
kita dan bertanya "anaknya pendeta ihalauw ya?", kalo amor mungkin ga
perlu ditanya lagi ya? Udah keliatan.
Mendengar khotbah papa dan cara papa berkhotbah itu
candu sebenernya. Kenapa? Karena tidak ada yang akan berkhotbah seperti itu.
Ada jokesnya, ada sisi teologinya, ada ilmiahnya, ada nasehat, ada refleksi
dalam kehidupan sehari-hari, ada nyanyinya, ada kerasnya, ada lembutnya
daaaaaaan... Yang ga akan pernah berhenti saya kagumi itu adalah, cara papa
menghafal ayat alkitab! Gilaaaak, titik komanya lengkap. Ayatnya lengkap. Sama
sih kayak papa hafal Tata Gereja juga. Ya gitu, "coba liat di halaman bllaaa....blaa...
Bab blablabla.... 1. sekian isinya tentang....bla....bla....bla...." Keren
ya? Bokap gue tuh!
Setiap kali beliau habis pimpin dan beliau akan tanya
"kalian ngerti ya, khotbahnya papa?" kalo kita jawab iya, beliau akan
minta di"rangkum" dikit, biar beliau tau kita beneran tau. Kalo kita
diam, beliau akan menjelaskan dengan detail lagi.
Ketika bapak ibumu pendeta, yakin deh, isi percakapan
saat sarapan 90% tentang renungan. Bahan bacaan SBU. Tentang persiapan khotbah.
Tentang kitab bla....bla....blaa.... Dan tentang ayat2. mereka bener-bener
mengupas tuntas. Apalagi kalo beliau ahli dibidangnya! Selesai hidup lo.
Pembahasan itu ga bakalan sebentar. Dan bagi papa, setiap waktu itu harus
dipakai untuk mengajar dan belajar. Percaya deh, kalo ada pendeta yang datang
ke rumah, cuman sekedar main doang, pulangnya pasti bawa catatan khotbah yang
isinya penjelasan papa dan rangkuman papa tentang kitab apalah. Selalu begitu.
Selalu.
Papa...
Disana ada yang papa berkati juga setiap ibadah
minggu?
Anak-anak kecilnya?
Sama seperti mereka yang merindukan papa,
Saya juga.
Semoga suatu hari nanti, akan ada pendeta lain yang
begitu.
Atau mungkin juga sudah ada.
Yang memberikan berkatnya pada anak-anak seusai
ibadah minggu.
Yang khotbah tanpa kata "amin"
Bila suatu hari saya menemukannya,
Saya tau, mungkin saja, dia pernah mendengar papa
berkhotbah.
Atau bisa saja, dia salah satu orang yang pernah papa
berkati.
Selama yang saya tau, papa adalah trendsetter. Sejauh
yang pahami, papa selalu punya ciri khas sendiri.
Terima kasih,pa. Telah menjadi alat Yesus untuk
mengajarkan ajarannya dengan benar, dengan segala konsekuensinya, dengan
pertaruhan nama baik. Terima kasih sudah menjadi teladan.
Selamanya hanya papa, pendeta terfavorite saya.
Papa boleh pergi dan berlalu, namun karya papa,
pelayanan papa, selamanya hidup dihati jemaat yang papa layani. Papa pergi
sebagai raga yang tidak lagi bernafas, namun karya layan papa selamanya abadi,
tinggal tetap dan menyentuh hati banyak orang.
Mereka menyebutmu Pendeta Ari. Sebagian memanggilmu
Bung Noke. Namun ada yang memanggilmu Pdt. Ihalauw.
Tapi aku, aku dianugrahi berkat tak ternilai oleh
Yesus, untuk memanggilmu PAPA.
Dan selamanya, aku akan bersyukur tentang itu.
Benyada
Remals "dyzcabz"
Itu yang saya maksud.. ..kenapa beliau adalah pendeta favorit saya. Ngga ada duanya sebab saya belum pernah ketemu pendeta lain yang pelayanan dan Khotbahnya seperti papa kamu. Itu makanya saat melayat saya sediiih banget ngga bisa dengar beliau khotbah lagi (seperti ada penyesalan krn beliau penyuka coca cola). Saya memang selalu ketagihan denger khotbah beliau karena beliau pengkhotbah yang komplit seperti yang kamu bilang dan kita jadi pintar sebab beliau selalu menggali ayat per ayat "dalam" banget. Saya sering loh... rela gereja 2x demi mendengar Khotbah papa kamu jam 9 lalu sorenya gereja lagi karena tugas. Jujur... rasanya rugi kalo melewatkan Khotbah beliau. Suatu saat Khotbah beliau mengena dengan persoalan saya dan Khotbahnya menguatkan saya (itu sering) lalu saat doa syafaat beliau nyanyi dulu "mampirlah dengar doaku Yesus penebus, orang lain Kau hampiri jangan jalan trus, Yesus Tuhan dengar doaku, orang lain Kau hampiri jangan jalan trus".... Air mata saya langsung meleleh... Seolah beliau tau masalah saya ....dan suasana saat itu hening... mungkin jemaat lain juga menangis seperti saya.... dikuatkan oleh khotbahnya dan tersentuh dengan doanya.
BalasHapusPapa kamu sungguh sungguh hamba yang total melayani Tuhan. Saya terharu membacanya. Gak nyangka. Untuk GPIB beliau aset berharga satu satunya karena kecerdasannya dan untuk umat beliau pelayan yang tulus tanpa pamrih tidak seperti yang lain (matre). Oleh karena itu saya benci mereka yang hanya membahas kekurangan papa kamu seolah mereka suci tak bercela padahal mungkin mereka lebih parah. Dasar Munafik....saya juga benci dengan majelis Petra. Mereka jahat...muna... tidak semua sih.
2 tahun terakhir saya ngga pernah lagi dengar khotbah beliau dan melihat apakah beliau sehat sehat aja.... (karena saya di jakarta) Makanya saat beliau meninggal kagetnya bukan main.... ada penyesalan yang dalam gak bisa dengar khotbahnya lagi. Kamu tau setiap kali membaca tulisanmu tentang pelayanan papa kamu... saya masih menangis...
Saya sebagai orang lain aja rindu mendengar khotbahnya jadi saya mengerti betul kalo kamu dan mama kamu selalu rindu beliau.... Kalian memang beruntung menjadi 2 orang kesayangan pdt Ihalauw.... Saya iri...