Saya tidak tau bahwa melihat seorang anak perempuan bercanda dengan ayahnya, bisa membuat saya begitu iri. Sangat iri. Karena papa selalu begitu dengan saya.
Ternyata saya masih cengeng,pa. Tadi, ketika saya singgah ke Gramed untuk liat beberapa buku bacaan dan beli pena, saya melihat seorang anak perempuan sedang membujuk papanya untuk membelikan tas sekolah.
Papa tau... Saya mematung didepan mereka. Bodoh ya? Saya menatap kearah mereka. Bangke! Saya tidak sadar, airmata saya luruh,pa. Hal sekecil membujuk papa bisa membuat saya sesegukkan didalam mobil. Kampreeetkan,pa?
Karna sekarang dan besok, saya tidak bisa melakukan itu. Hal yang biasa saya lakukan, saat saya mau meminta papa membelikan hiheels baru, make up baru, baju baru bahkan hal sekecil choki-choki saya,pa. Saya akan membujuk papa. Saya tidak peduli mereka bilang saya masih seperti anak kecil. Saya tidak peduli mama marah. Karena papa milik saya.
Papa ingat? Terakhir kali kita berdua makan di Sarinah, lalu saya menarik papa untuk melihat hiheels. Padahal, papa baru saja membelikan saya beberapa minggu lalu. Papa ingat, gimana papa sabar menunggu saya mencoba yang satu dan lainnya? Papa tertawa setiap kali melihat saya protes karena hal2 kecil yang bahkan tidak perlu diprotes. Dan, malam itu saya membawa pulang 1 hiheels baru dan seperangkat brush baru.
Saya bisa membelinya. Namun, saya selalu mau merepotkan papa. Saya sangat senang merepotkan papa. Dengan begitu, saya tau selamanya papa milik saya. Dengan berlalunya waktu, tidak ada yang mengubah apapun dari kita berdua,pa. Kecuali papa semakin tua dan saya semakin sibuk.
Ingat, hari ketika saya menemani papa pembinaan di Bekasi? Kita singgah untuk membelikan jajanan saya. Heloowww nyed, lo udah tua! Masih harus dijajanin sama papa? Iya! Papa tidak pernah meminta apapun, namun selalu menawarkan saya. Papa bahkan mau membeli choki-choki berdus-dus untuk stok saya dirumah. How cant i not love you,nok!!!!!!
Dan, pa... Ketika saya sadar, mbak SPG itu sedang menatap saya. Mungkin dia pikir, saya gila. Ngapain berdiri mematung dan menangis,pa. Atau mungkin saya dikira ibunya yang sudah bercerai dengan bapaknya hahahahahhahahahahahaaa...
Saya hanya tidak memikirkan hari ini akan tiba. Hari dimana saya akan jalan sendrian, menenangkan hati saya, meredam rindu saya, lalu nyatanya saat saya melihat seorang anak perempuan dengan ayahnya, saya tidak bisa menerima itu. Saya tidak bisa menerima bahwa ketika saya pulang, yang saya temukan hanyalah abu,pa.
Hal sesederhana ini, membuat saya menjadi cengeng,pa. Saya bukan hanya rindu tapi saya iri,pa seandainya, saya tau papa ingin pulang dalam waktu dekat itu, saya akan menghabiskan banyak waktu dengan papa. Banyak waktu,pa. Waktu-waktu kita selalu terbentur,pa. Papa tidur, saya baru pulang. Papa pergi, saya belum bangun. Papa pelayanan dan saya di IGD.
Kita menghabiskan hari-hari terakhir hanya melalui telepon. Bertemu sekali-duakali, ngobrol seadanya. Walaupun, minum teh sore dengan papa, selalu harus disempatkan. Atau papa datang ke IGD untuk melihat saya. Saya masih putri kecil,papa. Saya masih benyada kecilnya,papa. Yang bahkan merepotkan papa untuk membawakan makanan. Yang meminta papa membawakan rambutan dan mangga ke IGD. Yang menelpon papa untuk menumpahkan kejengkelannya akan sesuatu. Ya,saya,pa.
Lalu, ketika suatu hari papa pergi.
Saya kehilangan orang yang begitu mencintai saya,pa. Orang yang selalu ada untuk saya. Orang yang tidak pernah mengabaikan saya. Saya kehilangan ego terbesar saya,pa. Papa adalah ego terbesar saya. Karna untuk papa, saya selalu menjadi manusia yang sangat egois. Papa hanya milik saya.
Ah,papa...
Bahkan saya masih menangis saat saya menulis ini. Dan 1 jam kemudian, saya masih menemukan, diri saya sesegukkan didalam mobil.
Tidak perlu hal2 besar untuk bisa menerbitkan rindu untuk papa. Hal sekecil, membuka pagar saat saya masuk rumah. Atau mengupas mangga. Membeli ice cream coklat kesukaan kita (*think fast wall). Bahkan dalam segelas hot chococino, ada papa disana.
Dan saya, masih sangat rapuh untuk mengatakan saya kuat. Saya belajar,pa. Saya masih belajar. Bisakah papa mengerti? Saya tidak mungkin menjadi kuat hanya dalam sekejap mata.
2 hari yang lalu, saat saya duduk diteras. Saya memutar lagu kesayangan papa. Saya tidak suka duduk sendiri disana,pa. Lagu itu cukup untuk mengobati rindu saya.
Apa saya menuntut terlalu banyak,pa? Apa seharusnya papa tidak memanjakan saya sehebat ini,pa? Supaya kehilangan papa, rasanya tidak sekosong ini,pa.
Papa yang selalu meneriakkan nama saya, setiap masuk rumah. "Kaka yedy sayangnya papa", "Nona manis gimana jaga?", "Kaka anaknya papa noke", "ibu dokternya papa noke", "ayok kita berdua jalan-jalan", "kak, temani papa liat bunga ya?"
Ah,papa! Hal yang paling menyakitkan itu tidak lagi menyebut papa. Tidak lagi memanggil papa. Tidak ada lagi, papa. Tanpa papa.
Orang berpikir, kita sudah kuat tanpa papa. Karna mereka melihat kita tertawa dan menjalani hidup dengan biasa. Mereka tidak tau, kita selamanya kehilangan. Bahkan saya masih belajar, bagaimana caranya menjadi tidak cengeng,pa.
Pa, kemarin saat saya bawa bubucaca untuk dicuci. Mereka bertanya papa kemana. Saya menjawab seadanya. Namun saat saya berada didalam mobil, hati saya hancur,pa. Bahwa kata "papa sudah meninggal" terasa sangat menyakitkan.
Papa tau, saya tidak bisa bercerita dan menangis untuk banyak orang. Saya selalu menulis apa yang saya rasa. Saya terbiasa menceritakan segalanya ke papa dan mama. Tapi kali ini, saya tidak bisa menangis untuk mama. Karena mama juga sama2 kehilangan. Bahkan setiap hari, mama sangat merindukan papa.
Bagaimana bisa kehilangan seseorang membuat dunia kita menjadi porak poranda?
Saya menulis untuk melampiaskan apa yang tidak bisa saya teriakkan. Saya sangat merindukan papa. Saya berusaha berdamai dengan keadaan. Ada saatnya saya begitu kuat menerima keadaan. Namun, ada saat ketika rindu itu datang dan saya tidak bisa menghadapinya dengan gentle. Lalu saya tidak tau, saya harus bagaimana. Menangis adalah cara terbaik untuk menyampaikan rindu yang tidak lampias
Kalo papa ada disini, papa akan memeluk saya dan bilang nona ada susah apa? Apa yang bisa papa bantu? Kenapa mukanya cemberut?
Pa...
Boleh ga tanyain sama Yesus, kenapa papa harus pulang secepat ini. Apa saya terlalu nakal,pa? Sampe Yesus mengambil papa dari saya? Atau saya sangat bergantung sama papa? Saya banyak banget mengecewakan Yesus ya,pa?
Boleh ga bilang sama Yesus, balikkin papa lagi disini. Sekali aja,pa. Saya pengen papa ada lagi. Disini lagi. Saya pengen peluk papa, saya mau dengar papa bilang "semua akan baik-baik aja,non".
Boleh ya,pa? Yesus kan mendengarkan apa yang papa minta. Boleh ga, sekali aja. Sekali lagi bilang buat Yesus, pinjamin papa buat saya. Sekali lagi. Boleh kan,pa?
Khayalan tolol, goblok, bego! Gimana bisa saya mengatur Tuhan mengikuti maunya saya. Iyakan pa? Papa tau, kadang imajinasi saya terlalu liar.
Saya masih seperti anak kecil ya,pa? Cengeng. Egois. Bahkan dalam situasi inipun, saya masih sering berpikir seperti anak kecil.
Saya bener-bener kangen papa. Saya bisa meneriakkan nama papa berulang kali. Menangis sehebat mungkin. Namun, kosong,pa. Saya tidak bisa menemukan papa. Dulu bila saya kangen papa, saya tinggal telpon. Atau dateng ke papa. Di kantor. Papa ada didalam jangkauan saya.
Oh,God. Maaf. Maaf. Maaf karena saya merindukan papa sehebat ini. Maaf bila logika saya kalah untuk berpikir waras dan bijak. Maaf. Maaf. Maaf. Maaf. Kehilangan ini mengajarkan banyak hal pada saya. Namun, meninggalkan kekosongan yang menyakitkan.
Saya belajar menjadi kuat. Saya berusaha sebisa dan sekuat yang saya mampu.
Ampuni saya,Yesus.
Bila dalam proses menjadi kuat, saya lebih mengutamakan rasa kehilangan saya. Rasa rindu saya. Rasa membutuhkan papa yang lebih daripada Mu.
Ampuni saya, Yesus.
Bila dalam usaha saya untuk menenangkan hati saya. Saya lebih meneriakkan nama papa daripada Mu. Ampuni saya,Yesus.
Bila dalam kehilangan saya, saya masih bertanya kenapa pada Mu. Siapa saya hingga saya bisa menggugat keputusan Mu? Ampuni saya.
Ampuni saya, Yesus.
Saya hanya seorang anak kecil, ketika Engkau mengambil papa, orang yang saya cintai dan hormati, lalu saya merasa timpang. Beliau adalah ego saya, Yesus. Beliau adalah kaki penggerak saya untuk mewujudkan mimpi2 saya.
Ampuni saya, Yesus.
Bila saya seperti menuhankan papa, memuja papa, bahkan menonjolkan sisi hebatnya.
Ampuni saya, Yesus.
Akhir september
Yesus, bila saya boleh meminta, tolong jaga papa disana. Biarkan papa bertemu dengan goel dan astrid. Papa sudah terlalu lama saya monopoli. Biarkan papa bersama mereka, anak2 perempuannya yang biasa beliau sebut dalam setiap doa.
Saya tidak janji, bahwa saya tidak akan cengeng lagi. Namun, saya janji bahwa dalam usaha saya untuk merayakan kehilangan papa, saya tidak akan lagi menggugatMu. Saya tidak akan lagi, memintamu untuk mengembalikan papa. Anggap saja, saya sedang meracau. Khayalan bodoh saya.
Yesus, boleh minta tolong lagi?
Tolong bilang papa, jangan kebanyakan minum teh manis apalagi coca cola. 😂😂😂😂 Mungkin inj terdengar gila dan tolol, tapi papa saya suka ngelawan.
Benyada Remals "dyzcabz"
Bersyukurlah kepada TuhanMU, ketika kamu masih diberikan waktu untuk memeluk mereka yang kamu hormati. Sebab, bila waktu Tuhan datang pada mereka yang kamu cintai, bahkan sedetikpun tidak bisa kamu kembalikan.
Tiba-tiba harus kehilangan beliau memang tidak siap. Mungkin mama kamu juga sama. Menurut saya papa kamu mencintai kamu dan mama kamu lebih dari yang lainnya begitu juga sebaliknya. Tapi ambil hikmahnya aja. Bisa jadi Tuhan menilai kamu sebenarnya sudah puas dimanjakan papa sementara usia semakin matang dan Tuhan mau saat kamu sukses dengan cita-cita kamu nanti... Kamu sudah jadi orang besar... kamu sudah benar-benar siap menjalani hari-hari tanpa sentuhan papa kamu. Kamu kuat dalam hal apapun.
BalasHapusKalo kamu rindu papa kamu... berdoa aja... minta ketemu beliau mungkin aja Tuhan izinkan kamu ketemu dalam mimpi.... dimana kamu bisa memeluk dan mencium beliau serta melihat beliau tersenyum (air mata saya ikut meleleh )
Waktu saya kehilangan mama saya... Saya masih menangis sampai setahun lamanya mungkin kamu juga bahkan lebih sebab papa kamu belahan jiwa kamu dan mama kamu. Dari cerita kamu dan saat saya ngobrol dengan mama kamu waktu kedukaan... Saya tahu seberapa besarnya rasa cinta dan rasa kehilangan juga rasa rindu yang akan kamu dan mama kamu rasakan. Bayangkan 30 tahun lebih mama kamu makan tidur jalan selalu bareng papa kamu tiba-tiba beliau pergi tak kembali.... Kayak apa rasanya... Tapi dengan berjalannya waktu... semua akan kembali normal sebab hidup ini terus berjalan dan membutuhkan perhatian lebih dari kita yang menjalaninya.
Yang penting saat kamu sukses nanti... Kamu sudah membuat papa kamu tersenyum lebar bahkan tertawa puas melihat anak kesayangannya sudah punya nama besar... Lalu papa kamu pamer sama teman-teman dan Yesus.... Sambil bilang "ini loh anak yang KAMU percayakan buat Noke dan Sinsi sudah jadi orang hebat "