Langsung ke konten utama

What i hate the most?


Keramaian dan penjilat. Saya tidak suka berada diantara lalu lalang orang banyak. Saya tidak senang kebisingan. Dan saya paling benci manusia penjilat. Begitulah saya dibesarkan.

Bila, saya diletakkan ditengah keramaian, saya pasti menjadi manusia menyebalkan. Saya sangat tidak bersahabat. I've bad temper. Really bad temper.

Beberapa hari yang lalu, kita ber3 menjemput mama di acara Pengucapan Syukur dikawasan jakarta selatan. Sekalian jalan2 sih, udah lama ngga turun ke jakarta. Kalo papa ada, setiap kamis atau minggu, kita akan pergi ke jakarta. Sekedar refreshing. Ibadah itu dihadiri oleh sebagian pendeta2, yang saya cukup kenal dan beberapa lagi saya tidak tau.

Saat kita sampai, ibadah masih berlangsung. Hingga kita memutuskan untuk masuk dan duduk paling belakang. Setelah selesai, seperti biasa ada ramah tamah (*alias makan) disana. Mama menghampiri kita dan mengajak makan. Namun, kita menolak. Kita ber3 menolak. Kenapa? Makan diluar aja,ma. Sekalian nonton, kata eset. Yang diikuti anggukan setuju oleh saya dan amor. Namun, ada etika yang sulit dilanggar, bahwa si tuan rumah merasa dihargai bila kita makan hidangannya. Akhirnya, kita hanya mengambil salad buah.

Saya mengambil posisi duduk disudut. Sambil membaca beberapa ebook. Saya tidak memperhatikan sekeliling namun saya mendengarkan dengan seksama. Ada seorang pendeta datang ke mama, lalu bilang "usi sin, abis ini kita lanjut ke Menara Mulia ya." Ajaknya. Mama hanya tersenyum saja, tanpa memberi keputusan. Saya bergeming. Tetap dalam posisi duduk sambil membaca. Walaupun, ambang bosan saya sudah menggelisahkan. 

Papa sangat tau saya, bagaimana dan sebosan apa saya. Jadi kalo saya menemani papa, papa selalu bilang "papa ngga lama,non. Abis papa pimpin, kita pulang"

Salah satu pendeta datang dan mengingatkan mama kembali, "Sin, ikut ya. Ini ibu-nya yang bilang. Acara lagi di mulia hotel. Donatur bla.....blaaaa.....blaaaaa....." Saya menganggkat muka dan menemukan bahwa amor eset sedang menatap saya. 

Mereka sangat tau, bagaimana jeleknya adat saya kalo bosan. Mama bukan papa. Kalo papa, beliau pasti langsung pulang tanpa ada basa-basi. Apalagi kalo ada acara diluar yang diberitahu untuk beliau. Mama? Mama adalah keramahan yang hidup. Selalu dan selamanya. Mama akan menyapa semua orang. Bercerita dengan banyak orang. Wlaaupun kita punya "tingkat kebosanan" yang sama, walau levelnya berbeda

Saya beranjak dan duduk disebelah mama. Ibu yang tadi duduk disebelah mama sudah pergi.
"Ma, ayok. Kita pulang. Udah selesaikan acaranya?" 
"Iya, bentar ya, mama pamit sama Tuan Rumahnya."

Saya mengkode amor eset untuk bersiap pulang. Saat kita berjalan menuju pintu keluar, tiba2 pendeta yang tadi mengejar kita, lalu menahan mama "Usi Sin, ikut ya. Ditunggu loh naanti. Ada makan2 lagi"

"Mama tidak akan kesana. Ini sudah waktunya istirahat. Lagian, dirumah juga banyak makanan kok. Ayok,ma" saya menjawab beliau dengan nada "mengkal", lalu membawa mama berjalan keluar. 

Pendeta itu? Bodo amat. Amor eset buang muka, karena mereka berusaha menyembunyikan tawanya. Saya memang sebrengsek itu, saat saya bosan. Dan saya pikir, tidak perlu lagi ada pertemuan lain. Ini sudah jam 21.30. sudah dijamu juga disini. Lalu mau acara apalagi?

kalo papa ada, dia akan melakukan hal yang sama. Iyakan'pa?

Mau kamu donatur hebat kek. Mau kamu milyader kek. Atau orang yang kekayaannya tak terbantahkan kek. Satu hal yang harus kamu mengerti, kamu tidak bisa membeli kami dengan uangmu apalagi makananmu.

Saya tidak dididik seperti itu. Dan saya tidak hidup dari kamu. Dan saya tidak suka bergantung pada orang lain. Kalo papa ada, dia akan tertawa dan memeluk saya. "Anaknya papa noke" papa akan bilang begitu.

Saya sebenernya enek melihat beberapa pendeta yang selalu terlihat menjadi penjilat bagi para donatur. Ga perlu lah ya saya perjelas siapa? Kalo dia orang kaya atau berpengaruh, semua kemauannya diikuti, udah kayak kerbau aja.. manusia kok ga punya prinsip. Kalo kaya didekati, dilayani, sekalian aja dijilati sampe bersih.

Hanya saja, para donatur hebat itu ndak berkutik didepan papa dan mama. Kalo papa, beliau akan frontal pada mereka. Kalo mama, akan menolak dengan cara yang lebih sopan.
Pernah dulu di GPIB Bahtera Kasih Makassar, papa mengembalikan uang yang diberikan oleh salah satu donatur disana, dia adalah seorang dokter.  Bukan itu saja, ketika sinode dulu anaknya ultah di hotel berbintang kawasan kuningan, papa menolak untuk datang. Hahahahahahahahahahahhaaaa... Bahkan, ada beberapa kali beliau mengundang dan papa selalu beralasan. Padahal saya tau papa tidak mau datang. Kenapa? Karena, papa bukan penjilat. Beliau tidak hidup untuk menyenangkan dan menyanjung orang lain.

Dan ini adalah contoh yang kita pelajari secara nyata dirumah.

Pernah suatu kali, ada pendeta datang kerumah mengajak papa untuk hadir ke acaranya si B donatur disalah satu kemaat di Bekasi. Lalu papa bilang "ngga, saya mau ajak anak2 nginap bandung. Sudah lama tidak kesana." Mereka berusaha membujuk papa datang. Nyatanya, papa bergeming. Dan hari itu, kita habiskan bersama papa dibandung. Jalan2, makan2, nonton, dan menikmati bandung.

Saya benci melihat penjilat. Penjilat dan munafik itu sama bangsatnya. Tidak punya pendirian. Hanya memihak yang kaya agar tidak tersingkir. Padahal, apa gunanya memihak pada manusia? Yang nantinya juga mati. Kekayaan tidak menjelaskan keberadaan kamu sebagai manusia, siapa kamu, ditentukkan dari seberapa banyak kamu berguna bagi orang lain.

Hidupmu harus menghidupkan orang lain.
Oia, jadi setelah kita naik ke dalam mobil.
"Ko liat ga mukanya ibu pendeta itu? Dia kayak liat noke hidup lagi dalam versi perempuan" kata eset. Lalu, kita tertawa. See? Kita selalu bisa menertawakan segala hal dan situasi. Seburuk apapun situasi itu.

"Ga usah lebai,nyem! Emang sa se"garang" itu" bela saya.
"Kak, ko harus liat ekspresinya. Dia diam tanpa membantah."
"Lagian juga mau apalagi sih pame acara makan di hotel. Emang tadj ga cukup makan. Iyakan ma?" Saya melirik mama.
Mama tertawa. "Iya, mama juga malas. Tadi, mama baru mau bilang kita pulang aja. Tapi, kaka udah duluan, baguskan mama ga usah pergi."
"Jadi kemana kita?" tegas amor
"Ada film bagus,ma. Tentang blaaa....blaaa....blaaa....." usul eset

Dan, malam ini ditutup dengan mampir buat nonton midnight dulu dilanjutkan dengan makan di jalan sabang. Lalu kita pulang.

Sebenernya hidup kita itu sangat sederhana. Kita mensyukuri segala hal yang Tuhan beri diatas meja makan. Kita mengenal dengan baik, dimana kemampuan kita. Jadi, bila ada orang "kaya" dan merasa bisa mengatur hidup organisasi dan orang lain. Tolong suruh dia lewatin rumah kita. Sebab orang seperti itu tidak diterima didalam rumah kita.

Dan, tolong... Untuk beberapa pendeta yang saya tau, tapi tidak kenal baik. Juga beeberapa pendeta yang hanya sebatas saya lihat saja. Saya hanya ingin bilang "jangan rendahkan harga diri anda, demi sesuatu yang tidak berharga. Buatlah diri anda, menjadi layak untuk dicontoh. Bukan menyenangkan orang berduit, tapi merebut hati Yesus. Berdirilah tanpa memihak, berjalanlah pada lajur yang benar. Anda ditempatkan didalam jemaat untuk melayani semua, bukan hanya orang2 yang "terlihat". Anda harus merangkul bukan memecah belah. Anda adalah pembawa pesan Yesus, jadi jangan mementingkan kepentingan pribadi. Bersikaplah dengan bijak. Berpikirlah dengan jernih. Sebab, awal kejatuhan selalu dimulai saat kamu lebih mengutamakan dirimu daripada kepentingan bersama."

Saya memang bukan pendeta. Namun, saya hidup didalam rumah pendeta. Dimana setiap kali ada persoalan2 di GPIB A,B,C tentang Pendeta X,Y,Z, papa selalu mendengar lebih dulu. Lalu, beliau akan menelpon mereka untuk memarahi sekaligus menengahi. Terakhir, mencari jalan keluar.

Saya melihat bagaimana caranya melayani dengan benar, walau kadang dipahami dengan salah. Tapi, satu hal yang selalu saya lihat, papa tidak pernah mengutamakan yang satu daripada yang lain. Beliau berlaku adil untuk siapa saja. Bila kamu sebagai pemimpin, berlaku "berat sebelah", kamu akan melihat perpecahan besar yang terjadi.

Seandainya papa ada tadi, papa pasti akan bilang ke mama "ayok non, udah malam. Kita pulang." Setujukan,pa?

Didalam rumah kita, aturan bakunya noke adalah tidak bergantung pada manusia.

Papa selalu bilang gini kita memang butuh duit, tapi bukan berarti hidup kita bergantung pada orang berduit.

18 September

Hari ini diakhiri dengan nonton midnight plus makan sate di jalan sabang. Sambil bercerita tentang beliau yang selalu menghadirkan hal2 konyol bin kocak, juga aturan2 baku yang wajib dijalankan dan contoh hidup yang harus dijalankan. 

Beliau yang sudah tidak lagi disini.
Selamat hari ke 120 bersama Yesus,pa.

We miiiiissssss youuuuu,paaaaa. And still have.

Bila ada yang bertanya "lo sok bener banget nasehatin pendeta2, kayak hidup lo udah suci aja?", "tau darimana lo pendeta2 kayak gitu ke donatur?", "Jangan sok tau,nyed. Ga semua pendeta seperti yang lo bilang!"

Just listen...
Saya hidup didalam GPIB ini sudah 29 tahun. Mulai dari saya belajar baca tulis hingga mengerti apa yang terjadi disekitar saya. Masalah yang paling sering terjadi adalah pencurian. Dan penyalahgunaan wewenang, bermain dengan aturan sendiri, hingga memihak pada donatur hanya karena mereka "memberi lebjh banyak" sehingga mereka layak mengatur. Kenapa saya bisa tau? Sebelum masalah2 itu keluar pada khalayak umum, mereka akan mampir pada papa, merepotkan papa. Meminta tolong pada papa. Papa tau hampir semua masalah2 GPIB. Karna, beliau adalah orang yang mendengar keluh kesah si pembuat masalah. 

Makanya, saat beliau sudah tidur, sebaiknya rekan2 sejawatnya belajar menata pelayanan mereka dengan baik. Sebab di GPIB ini, tidak ada orang lain yang mau "pasang" badan untuk orang lain. Tapi kalo soal menjatuhkan, men"judge" dan ngomongin orang, ga perlu disebut "ini" rajanya.

Jangan pernah berpikir bahwa didalam gereja kejahatan tidak mungkin terjadi. Justru pencurian2 kebanyakan terjadi dialamnya, namun semua selalu ditutupi dengan hukum kasih. Padahal, Kasih itu bukan hanya mengampuni, tapi juga mengajar kalo perlu menghajar.


Benyada Remals "dyzcabz"

Komentar

  1. Yang kamu bilang itu betul dan saya baru melek beberapa tahun terakhir sejak saya aktif di gereja. Walaupun saya terheran-heran tapi faktanya memang begitu. Intinya banyak yang munafik walaupun tidak semua. Yang kamu bilang politik uang sepertinya itu juga benar sebab banyak yang ngomong lalu saya memperhatikan... ada seorang pdt perempuan yang sejak dari vikaris sampai sekarang tidak pernah ditugaskan di luar Jakarta bahkan sekarang beliau FMS...suaminya tajir... Tapi biar kita tahu banyak soal kemunafikan mereka...biarin aja yang penting kita tidak seperti mereka. Intinya siapa benar di mata Tuhan pasti hidupnya dan keturunannya diberkati. Rumus yang Tuhan Yesus kasih buat umatNya sederhana kok. Cuma gitu aja.
    Sesungguhnya saya sangat ingin bisa ngobrol dan diskusi banyak dengan papa kamu tapi kesempatan itu nggak pernah ada sampai beliau tiada. Yaaah...apa mau dikata... Sekarang beliau sudah senang bersama Bapa di surga, ngga ada yang ngerepotin beliau lagi seperti yang kamu bilang. Semoga pelayanan mama kamu dimanapun ditugaskan selalu lancar dan aman serta diberi kekuatan walaupun teman diskusi yang paling handal sudah tiada.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...