Hari itu, kamu mengajakku datang ke acara rapat dikantormu. Katamu, kamu tidak akan lama. Hanya pembahasan rancangan terakhir. Sebelum aplikasi dilapangan. Aku dengan senang hati menemanimu.
Dan aku berterima kasih pada semesta, karna hari itu, aku melihat dan menemukan bagian lain dirimu, yang selama ini membuatku menjauhi kata "komitmen"
"Kalian bisa kerja ga sih! Goblok! Tolol! Udah gue bilangkan. Pake yang ini, ukurannya kan udah gue WA. Ah bangsat betul" teriakmu sambil menggebrak meja.
Teriakkanmu menggema hingga keruangan sebelah, tempat dimana aku sedang duduk menunggumu. Aku terkejut. Aku melangkah dan mengintip dari jendela, siapa yang bisa memaki orang serendah itu. Sekasar itu. Dan aku terkejut itu adalah kamu. Lalu, kamu masih melanjutkan makian dan umpatanmu.
Kamu bahkan mengumpatkan hal2 yang sangat sensitif pada karyawan wanitamu. Sesuatu yang membuatku shock. Bahkan ketika kamu membela dirimu dengan mengatakan kerja mereka tidak becus. Mereka susah diatur. Tapi pantaskah kamu memaki mereka serendah itu?
Malam itu, aku terlalu capek untuk menegurmu. Sekedar memberi masukan, kamu tidak pantas memperlakukan mereka serendah itu. Mereka pegawaimu, bukan pembantu. Mereka manusia, yang bisa diberitahukan dengan cara yang baik. Aku menerima argumen tapi tidak dengan intonasi yang tinggi dan diikuti oleh makian yang menyakitkan. Aku mengerti kamu marah, tapi tidak dengan kata-kata kasar. Umpatan. Makian. Sumpah serapah.
Aku melupakan kejadian itu. Karna ada banyak kejadian lain yang akhirnya membuatku, mempertimbangkan kembali kehadiranmu untukku. Pilihanku. Kita. Cinta. Komitmen ini.
Bukan karena aku perempuan, sehingga aku memilih menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih elegan. Kita butuh tegas, keras, disiplin, prinsipil. Tapi aku tidak bisa menerima kata2 kasar. Kasar dan tegas adalah 2 hal yang berbeda. Bukankah sudah ku bilang aku memaklumi bila kamu menegur sebuah kekeliruan, tapi tolong dengan nada dan cara yang baik.
*****************************************
Aku berusaha sekuatku, mentolerir semua tingkahmu. Aku membuat alasan2 dalam otakku, agar dia bisa sejalan dengan hatiku. Aku mencintaimu, tapi tidak watakmu yang satu itu.
Aku bertahan semampu yang aku bisa. Sekalipun, sesekali ketakutan bahwa bisa saja kata2 kasar itu tertuju untukku, ketika kita berdebat nanti, lalu emosimu tidak bisa dikendalikan. Iyakan? Ala bisa karna biasa,Mas.
Dan ketakutan terbesarku, adalah ketika nanti didalam pernikahan, lalu kamu melakukan hal yang paling aku benci, kasar. Memaki. Membentak. Bahkan, memukul. Aku takut, cinta yang aku punya, tidak cukup besar untuk menutupi rasa benciku bila itu terjadi. Aku takut, aku akan menyesali keputusan terbesarku di hadapan Tuhan, menikahimu.
++++±+++++±+++++++++++±
Hari ke 1100, kita bersama. Aku bertahan. Kamu bergeming dengan adatmu. Lalu aku bisa apa?
Tepat dihari ulang tahunku, aku mengambil langkah penting untuk kita.
Aku menyudahi kita. Aku memintamu pergi. Mengembalikan semua hakmu. Aku tidak melihat usahamu untuk menjadi lebih baik. Aku tidak memintamu berubah dalam segala hal, aku hanya memintamu tidak kasar. Mengubah caramu "beradu argumen", "meminta tolong", "mengkoreksi kesalahan orang", hanya itu, dan ternyata sesulit itu juga kamu berkuat utk tidak mengubahnya.
Bila kamu tidak bisa memperbaiki hal yang sangat prinsipil untukku. Maka hubungan ini tidak akan berjalan maju. Kita hanya memainkan peran bertahan. Karna melepaskan adalah sebuah hal menakutkan yang harus dihadapi.
Tapi, bila bukan sekarang, kapan lagi?
Aku tidak mau hidup dalam penyesalan karna menikahi orang yang salah. Semesta memberikan banyak peristiwa untukku menilai kamu. Seberapa layakkah, kamu untuk aku milikki?
Malam itu, kamu terkejut ketika aku menginginkan kita putus. Kamu berteriak gusar, kamu akan berubah. Kamu tidak akan mengasariku, membentakku, atau memakiku. Kamu bilang itu hanya untuk anak buahmu, karna emosimu tidak terkendali.
Aku bilang, "tidak ada yang tidak mungkin. Hari ini kamu buat untuk karyawanmu, siapa yang menjamin, besok aku tidak akan diperlakukan sama?"
"Aku bersumpah,zil. Sumpah, aku berubah untuk kita. Aku ga mau dengan orang lain. Aku mau kamu"
"Aku ga mau, membenci kamu seumur hidupku,Mas. Aku tidak sekuat itu, untuk bisa menghadapi kekasaran kamu. Aku tidak mau, menjadi salah satu orang yang memutuskan untuk pisah. Lalu, menjadi trauma seumur hidup, karna kamu."
"Tapi, aku kan ga pernah kasar sama kamu."
"Mas, temuin aja perempuan lain yang bisa jauh lebih sabar. Jauh lebih memahami kamu. Tapi tolong, ubah watakmu yang kasar. Tidak semua orang bisa menerima itu."
"Kenapa baru hari ini, kamu bilang?"
"Karna selama ini, aku bertahan sebisaku. Nyatanya, cintaku ke kamu, ga bisa buat aku mentolelrir kekasaran kamu terhadap orang lain. Lebih baik, aku patah hati hari ini, daripada aku menangis seumur hidup."
"Apa aku seburuk itu?"
"Aku tau rasanya, hidup dalam rumah yang penuh dengan bentakkan. Suatu hari, kita akan lelah,Mas. Ketika itu terjadi, bahkan cinta sebesar bumi pun tidak akan mampu, menahanku untuk pergi"
***************************************
Awal maret
Ketika saya menulis ini,
Saya hanya berharap semoga setiap perempuan yang sedang menjalani hubunngan dijauhkan dari hal2 yang menyakitkan seperti abusing, dengan alasan apapun.
Pesan saya, sebelum melangkah ke pernikahan kenali dengan baik dia yang kamu anggap belahan jiwamu, supaya tidak ada rasa sesal dibelkang nanti.
Sebab cinta sebesar bumipun, tidak sanggup menghapus jiwa yang luka karena "trauma". Waktu mungkin menyembuhkan, namun rasa yang terciota selalu menjadi alarm pengingat, bagaimana rasa sakit itu.
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar