Cerita tentang sebuah pengertian.
Saya mengenalnya cukup lama. Dia senior saya. Beberapa tahun diatas saya. Kami tidak sekampus. Hanya saja kami bertemu dimasa koass.
Selalu dimulai dengan cerita kocak, hingga akhirnya kami berteman sampai hari ini.
Beberapa hari yang lalu, anak pertamanya ulang tahun. Dia mengundang saya, kebetulan dipestain dengan sederhana. Saya datang walaupun sudah cukup terlambat. Hanya tinggal beberapa orang saja. Setidaknya saya datang.
Saya membantunya memberikan beberapa tas tangan sebagai hadiah kecil untuk anak-anak yang datang. Yang ulang tahun sedang sibuk bersama papanya.
Kami duduk menjauh disalah satu sudut, sambil mengamati anak-anak. Dia menawarkan saya softdrink. Sperti biasa, bercerita dan bertukar pengalaman. Dia salah satu dokter hebat menurut saya. Dia cukup berpengalaman di UGD. Bahkan untuk kasus2 emergency yang memerlukan penanganan spesialis, dia selalu diandalkan disana. Cita-cita twrbesarnya Spesialis Bedah.
"Hows life,kak?" tanya saya
"Seperti yang lo liat. Menjadi ibu. Istri. Parttime Dokter." dia tertawa
"Lo keren. Setidaknya lo bisa membagi waktu dengan benar. Diumur lo sekarang, lo udah punya segala hal,kak. Segala hal yang diingini seorang perempuan. Karier. Lovelife yang everlast. Being mother. Whats else?"
Dia mengangguk.
"Gue terlihat sesempurna itu?"
Saya mengangguk. Saya mengambil salah satu tas tangan yang twrjatuh didekat saya. Menaruhnya kembali.
"Ya iyalah. Lo liat gue, gue masih ngejar apa yang gue mau. Ngotot tentang ppds. Gue konyolkan? Lo pasti mau ceramahin gue tentang umur dan kodrat wanita. As usual,kak" ledekku
Tapi, dia menggeleng. Dia menatap lurus kearah suami dan anaknya.
"Kejar nyed, apapun mimpi lo tentang hidup. Perjuangin semua hal yang pengen lo raih. Karna akan ada waktunya, lo berhenti disatu titik dan menyadari bahwa inilah saat yang tepat untuk menikmati semuanya. Akan ada titik dimana, lo harus berpikir berkali-kali untuk mengejar cita2 tapi juga mempertahankan apa yang kita miliki. Thats suck!" ucapnya sambil menerawan
"Lo kenapa,kak?"
"Ga taulah, bilang aja gue lagi melow. Tapi pantes ga sih ibuk2 kayak gue melow? Baper? Disaat umur gue udah kepala tiga dengan anak 2 yang lagi butuh perhatian. Pantes ga kalo gue lanjutin dan.ngikutin ego gue?" dia memalingkan wajahnya kearah saya.
"Jadi spesialis bedah?" tebakku
Dia mengangguk. "Dari dulu gue pikir, lo punya bakat jadi paranormal,nyed. Lo selalu punya cara dan bisa tau tentang arah pembicaraan"
"Ada apa dengan spesialis bedah" tanyaku lagi
"Itu mimpi terbesar gue. Hal yang selama ini gue kangenin. Hal yang membuat gue setuju untuk menikah, karna gue pikir nanti kesempatan itu bakalan datang ke gue. Dulu, gue pikir, gue takut ngambil ppds dulu. Gue takut dia ninggalin gue. Gue takut dibilang perawan tua. Gue takut kehilangan kesempatan untuk memiliki dia. Hari ini, dia meminta pengertian gue tentang anak-anak kita. Dia bilang, anak-anak butuh gue. Kalo gue sampe kuliah lagi, gue bakalan sibuk, lo taulah gimana residen. Sementara dia juga sibuk banget. Tiap bulan pasti keluar kota untuk proyeknya. Dia ga mau, anak-anak sama babysiternya. Yaah, walaupun ada bibinya, setidaknya ada ibunya disitu. Well, im brokenheart,yed"
Saya terdiam mendengarnya
"Makanya gue bilang sama lo, kejar impian lo. Peejuangin yed. Jangan nyerah. Mungkin sebaiknya lo ppds dulu, sebelum married. Gue serius. Kecuali, calon lo bener-bener bisa mengerti lo."
"Kak, kita punya prioritas masing2lah. Untuk gue yang singel, mungkin gue masih bebas untuk nentuin apapun yang gue mau buat. Tapi, saat gue married mungkin gue bakalan sama kayak lo. Ada beberapa hal yang harus dipikirin ulang, apa bener itu prioritas gue. Yaaah, itulah kadang ga semua hal berjalan sesuai dengan apa yang kita inginin."
Dia mengangguk.
"Gue ga nyesel yed, jadi seorang ibu. Gue tau,itu anugrah dari Tuhan yang ga setiap perempuan bisa milikin. Hanya saja, gue ngerasa misua gue ga begitu mengerti tentang mimpi dan cita-cita gue. Dulu, dia bilang bakalan ngedukung apapun yang gue putusin tentang sekolah lagi. Kadang, gue pikir menikah dengan seorang dokter butuh sebuah pengertian extra large. Karna dokter adalah pengabdian. Gue ga mungkinlah diemin ilmunyang gue punya dna gue perjuangin bertahun-tahun ini. Lalu apa salah, kalo gue pengen ngembangin diri gue?"
Damn! Itu pertanyaan yang ga akan bisa saya jawab!
"Kaak, ayolah jangan putus asa gitu. Pasti ada jalannya. Gimana kalo dibicarain lagi. Mungkin ada jalan keluarnya?"
"Sok tau si bocah! Lo liat, anak gue udah 5 tahun sekarang. Lo tau, berarti sudah beberapa tahun, gue ngebujuk dan kasi pengertian. Hmmmmm, thats marriage"
Saya mengangguk.
"Kaak, jangan nyerah. Kalo Tuhan emang udah nentuin jalannya lo buat jadi spb, pasti disiapin jalannya. Emang sih, gue blom married. Tapi yang gue tau dalam pernikahan selalu ada up and down. Dan lo inget ga kata2 dokter surya pas kita jaga UGD, orang yang mau menikah dengan dokter, harus punya kesabaran dan pengertian yang luar biasa. Dulu gue pikir, itu hanya sekedar ungkapan, ternyata itu bener2 sebuah peringatan."
"Kalo suatu saat lo jadi gue, apa yang bakalan lo lakuin. Anggaplah posisinya, lo udah jadi SpJP, dan gege minta lo untuk lebih fokus sama anak2. Ninggalin apa yang selama ini udah lo perjuangin. Apa yang lo pilih,nyed?"
"Nyokap gue selalu, ingetin bahwa perempuan memiliki 3 kodrat, sebagai anak, sebagai istri, sebagai ibu. Bila dalam ngejalanin kodrat itu, ada yang harus dikorbanin, atau anggap aja dinomorduain, gue pastiin itu bukan tugas sebagai IBU. Kita akan melakukan apapun demi anak. Iyakan?"
"Iya, seenggaknya, gue bisa nunjukkin kalo gue cukup produktif lah ya." ledeknya
"Bahagia selalu punya versi masing2,kak. Iya ngga? Gue masih bahagia menjadi manusia bebas. Gue blom ngerasa harus mengikat diri gue dengan segala janji. Bahkan ngedenger cerita lo, gue pikir gue harus bener2 nemuin orang yang.... hmmm...okeh, yang ngerti banget tentang dunia seorang dokter. Tentang mimpi dan cita2 gue.iya ngga?"
Dia mengangguk.
"Untuk menikah, cinta aja ngga pernah cukup. Serius. Gue bilang ini ke lo. Karna, ketika lo masuk didalamnya, lo bakalan ngerasain dan liat, bahwa untuk mendirikan sebuah rumah, ada banyak tiang penyangga yang lo butuhin. Lo emang butuh cinta. Tapi, lo juga butuh saling mengerti. Saling jujur. Saling memahami. Lo liat gue, gue cinta sama lakik gue. Tapi kadang gue pikir, cinta yang gue kasih blom membuat dia mengerti bahwa cita2 gue ga akan pernah membuat dia merasa tersaingi. Kenapa sih cowo selalu merasa terancam kalo isterinya lebih dari dia?"
Saya tertawa mendengarnya.
"Maksud lo?"
"Iyalah, kadang gue pikir, ini hanya tentang ego suami gue. Bahwa mungkin aja, dia takut gue bisa lebih dari dia. Bener ngga? Padahal apa yang salah. Setiap orang bebas bermimpi. Seharusnya kita saling dukung, untuk maju kedepan. Menahan salah satu.untuk tidak maju,bukankah itu egois,yed? Ayolah, kita ga hidup dizaman siti nurbaya, bahkan era kartini juga udah berjuang tentang emansipasikan?"
"Kalo emansipasi yang kita teriakin, justru melukai orang yang kita cintai, apa masih worth it untuk diperjuangin,kak?"
Dia menggeleng dan mengangguk bergantian. Topik yang berat dihari yang ceria. Pelajaran penting disaat saya mulai berpikir tentang ikrar suci. Contoh yang baik untuk benar-benar memilih.
"Jadi, kalo lo diposisi gue, apa yang lo buat? Batas usia ppds kan ada,yed. Bukannya bebas-bebas aja."
"Apa yang penting buat lo saat ini."
"Apa yang ada didepan gue."
"Ya udah, jalanin dan jagalah apa yang ada didepan lo. Ada kok yang bisa masuk ppds sekalipun udah lewat usianya. Kan gue udah bilang, selalu ada jalan untuk setiap hal yang kita perjuangkan dengan benar"
"Kadang gue takut. Gue takut, gue bakalan kehilangan mereka demi mengejar mimpi gue. Gue bukan ibu yang baik. Iyakan. Ibu mana yang bisa ngorbanin anaknya untuk kesenangannya? Iyah, karna gue seorang ibu. Anak yang cerdas dibesarkan dari ibu yang cerdas. Walaupun, ada mimpi yang patah, setidaknya anak-anak gue berhasil, iyakan?
"I love you,kak! Serius. I adore you!"
Anak pertamanya yang berulang tahun itu, berlari kearah kami dan menunjukkan salah satu hadiahnya. Dia berceloteh lucu tentang hadiah itu. Saya menatap mereka berdua. Yaaah, ada kebahagiaan yang dibalut kecewa disana. Dimata seorang ibu. Tapi, adakah hal yang paling membahagiakan selain melihat anak-anak kita bertumbuh dan berhasil? Rasanya itu sudah sangat cukup untuk menutupi semua kekecewaan yang dia rasakan.
Menikah. Saling mengerti. Saling mendukung. Selalu harus ada kata "saling", namanya juga duet bukan solo. Iyakan? Dialog bukan monolog.
Satu cerita baru yang harus saya renungkan. Bahwa, dalam memilih Mr,Comfy itu, saya harus memperhitungkan, bisakah dia mendukung mimpi saya?
Bukan, maukah dia mengerti tentang apa yang saya perjuangkan?
Atau, bisakah dia menjadi no.2 dibawah pelayanan saya terhadap kemanusiaan?
Seperti yang selalu papa bilang, pelayanan no.1, keluarga no.2. Papa adalah kepala keluarga. Sehingga saat dia berbicara tentang itu, semua harus berusaha mengerti. Tapi, apa jadinya bila saya yang mengatakan itu?
Bila suatu waktu nanti, saya harus menghadapi masalah serupa. Yakinkan diri saya, bahwa tugas yang tidak boleh disepelekan adalah menjadi seorang IBU. Bagaimanapun ceritanya bergulir nanti, saya tidak akan mengorbankan tugas mulia itu.
Malam kian larut, saya pamit pulang pada mereka. Dia mengatarkan saya keparkiran.
"Hati2 lo dijalan. Jangan ngebut. Udah tua."
Saya tertawa mendengarnya.
"Kemana tuh kalimat andalan lo "inget, gue tunggu undagannya" " godaku
Kami tertawa.
"Kita udah ga bakalan lagi, nongkrong tengah malam dicafe, cuz ke centro mungkin? Hahahahaha... opz, kapan terakhir gue ngeliat lo dngan jumpsuit bunga itu? Get drunk sambil ngerjain referat."
"Nggalah. Bahagia punya versi masing-masing. Puas2in aja dulu, bahagia versi lo, sebelum lo masuk dalam versi duet. Bakalan banyak nada sumbang yang harus lo serasiin. Sekalipun ga selalu terdengar merdu, duet selalu lebih menyenangkan. Percaya deh. Jadi,pilih yang bener,nyed. Apalagi untuk manusia kepala batu kayak lo"
"Sialan. Tumben lo lebih puitis."
"Mengalami banyak hal, membuat orang jadi lebih belajar. Percaya deh. Pas lo ada posisi gue, lo baru bisa tau gimana ribetnya, jadi double dan part of me felt sometimes being singel its no probs"
Kami tertawa lagi.
Selama perjalanan pulang, saya memikirkan obrolan kami.
Yeah, seperti kata tom2, married its up and down, we deal it but never come and go.
Lalu tentang cita2...? Entahlah, semoga ada jalan keluar terbaik.
Mama juga dulu begitu, menjadi Ibu Rumah Tangga seutuhnya. Hanya untuk kita. Sampai saat kita bisa untuk mandiri, baru mama memutuskan untuk aktif melayani. Yup, selalu ada cerita tentang sebuah pengertian yang dibarengi dengan pengorbanan.
Aaahhh, kenapa orang dewasa tidak bisa menyelesaikan masalahnya secara dewasa sih! (*pertanyaan bagus yed!)
September
Pembicaraan ini membuat saya berpikir tentang banyak hal. Terutama tentang orang yang saya inginkan berada disisi saya. Bukan hanya dalam suka dan duka, tapi juga mau mengerti bagaimana dunia saya yang sudah terbentuk sebelum dia ada.
Benyada Remals "dyzcabz"
Bgs.. Menginspirasi. Tks
BalasHapus