Aku mengenalmu, dengan sangat baik.
Yang aku tau,
Kamu adalah sosok yang sangat kuat dalam memperjuangkan sesuatu.
Apalagi, jika itu tentang mimpi dan semua hal yang tertuju pada cita-citamu.
Kita bertemu pertama kali,
Dalam sebuah suasana santai dipinggiran kota,
Duduk dalam warung kaki lima sambil beecerita tentang hidup dan leluconnya,
Kamu menawariku untuk pulang bersama,
Sekalipun kamu tau, aku bawa kendaraan.
Malam itu, kamu sukses memaksaku untuk pulang bareng. Walaupun agak ribet jadinya.
Kamu bukan teman kencan yang baik. Kamu jarang berbicara. Bertanya sekedarnya. Bahkan kamu lebih banyak menatapku, ketimbang berbicara tentang sesuatu.
Kencan pertama kita, hanya berisi alunan musik dan pertanyaan datarmu. Sempat membuatku gerah dan bingung, kenapa ya, aku mau diajak jalan sama dia?
Kamu bukan tipeku!
Pada kencan ke 2, kita nonton bioskop. Kamu adalah kami yang sama. Tidak banyak bertanya. Kamu belum berani menggandeng tanganku. Namun, kamu berjalan bersisian denganku. Begiti dekat. Sampai aku sadar, satu hal yang aku suka, caramu tersenyum, karena matamu juga tersenyum, tidak peduli sedingin apa penampakanmu.
Kencan ke 3, kamu membawa adik dan kakamu, juga sepupumu. Sebenarnya, aku terlalu canggung untuk itu. Namun, aku berusaha sebaik mungkin untuk membaur. Untuk ikut bercerita, ikut memberikan masukan bila diminta. Pulang dari kencan ini, kamu menggandeng tanganku. Tanpa berkata apapun. Tanpa ada pertanyaan maupun pernyataan apapun. Hal kecil ini mampu membuatku twrsenyum kecil sampai beberapa hari.
Suatu sore, dibeberapa bulan setelah mengenalmu. Kamu datang tiba-tiba. Memintaku untuk menemanimu dalam acara penting dikantormu. Setengah membujuk. Walaupun tetap dengan gaya cool itu. Tetap dengan kalimat minim itu. Aku tidak sanggup menolak tatapan memohon itu.
Pulang dari acara itu, kamu mengajakku menyusuri kota waktu malam. Lalu, kamu berhenti ditaman kota, tempat tongkrongan kebanyakan anak muda. Aku bingung. Namun, kamu bilang kamu butuh teman cerita. Seingatku, kamu jarang bercerita tentang apapun. Jadi agak aneh bila kamu tiba-tiba ingin bercerita.
20 menit pertama, kita hanya duduk sambil mendengarkan lantunan biola dan gitar dari pengamen jalanan. Kamu diam. Sudah kubilangkan, kamu tidak jago bercerita. Aku terdiam dan menunggu. Kamu terlihat sangat gelisah. Akhirnya, aku fokus mendengarkan lantunan lagu yang dimainkan oleh si pengamen tadi. Lagu kesukaanku, I Finally Found Someone. Aku tersenyum sendiri mendengarnya.
"Kamu mau menikah denganku?" ucapmu terbata dengan keringat yang membanjiri dahimu. Kamu seperti anaka kecil yang meminta dibelikan mainan. Manis dan lucu. Aku menatapmu. Aku berusaha meyakinkan diriku tentang kamu. Tentang kita. Tentang jawaban sederhana yang kamu tunggu. Jawaban yang akan membawa kita melangkah ke masa depan.
Saat aku masih berpikir, kamu malah menyudahi semuanya. Mengajakku pulang. Diam seribu bahasa. Lalu malam itu, selesai begitu saja.
Aku memikirkannya bermalam-malam setelahnya. Apalagi setelah itu kamu begitu jarang datang dan menghubungi. Hanya sesekali saja. Perlahan, rasa kangen itu ada. Kangen dengan gayamu yang selalu kaku dan serba salah. Kangen dengan tatapan tajammu. Kangen dengan minimnya cerita yang keluar dari bibir tipis itu. Kangen dengan KAMU.
Aku memberanikan diri, menelponmu duluan. Berkali-kali tapi kamu tidak menjawabnya. Baiklah, aku menyerah. Aku rasa, kamu salah paham. Tapi, sudahlah... sesuatu hal memang tidak boleh dipaksakan.
Suatu malam, setelah lewat beberapa bulan, dari pertanyaanmu yang aku tangguhkan. Sepupumu berulang tahun, dia mengundangku. Dengan susah payah kutolak. Nyatanya, dia tetap memaksaku. Harus hadir. Selesai jam kantor, aku menyempatkan diri hadir. Aku hanya menebalkan muka. Mungkin saja seisi rumahmu dan keluargamu sudah tau apa yang terjadi dengan kita.
Kamu tegak disudut sana dengan beberapa temanmu. Aku disisi lain. Membaur dengan keluargamu, yang sangat ramah. Sesekali, aku melirik kearahmu. Pipimu menirus. Kamu jadi lebih berantakan. Rambutmu mulai gondrong. Kamu bahkan tidak sadar aku disana. Baiklah, anggaplah kita 2 orang asing yang tidak kenal. Pesta usai. Aku beranjak pulang. Kamu entah dimana. Hanya sepupumu yang lain, yang mengantarku pulang.
Tahun ke 2, setelah pertanyaanmu kutangguhkan...
Aku tidak berharap, bahwa kamu akan datang lagi. Aku sakit dan diopname. Entah kabar angin darimana sehingga kamu bisa tau. Malam itu, aku sendirian. Mama dan papa harus pulang karena besok ada kerja. Kakakku sedang tugas diluar kota. Si bungsu sedang ujian sekolah. Aku harus sendirian. Pintu diketuk. Aku pikir papa dan mama. Jadi aku diam saja. Aku terkejut, saat kamu menyapaku dengan bahasa sederhana "Malam,non"
Entah mengapa, melihatmu datang, justru aku mendadak mau menangis lagi dan lagi. Aku tertegun menatapmu. Kamu membawakan Martabak tobleron + nutela yang sering aku pesan. Kamu duduk ditepi tempat tidurku. Seperti biasa, kamu bertanya seperlunya. Menasehati seadanya. Lalu kamu mengeluarkan sebuah undangan berwarna broken white. Kamu tersenyum dan menyerhakan untukku. Tanpa melihat namanya, aku membuang undangan itu. Aku melemparnya dan menangis.
Kalau kamu hanya datang untuk mengaatakan itu, pergilah dan jangan datang. Apa begitu sulit untuk menitipnya saja. Apa kamu begitu tersinggung tentang kejadian malam itu? Sehingga kamu haris membalasku sehebat ini!
Kamu memungutnya dan menenangkanku.
"Nona, liat dulu, namanya"
Aku bergeming. Aku menyuruhmu pergi. Sekali lagi, aku menjatuhkan undangan itu kelantai.
"Ya udah,aku anggap,nona ga suka warna itu. Cepet sembuh biar kita liat, contoh undangan yang lain."
Lalu kamu keluar. Aku memanggil suster meminta bantuan untuk mengambil undangan itu. Ternyata, nama KITA! KAMU DAN AKU. Contoh undangan kita. Rasa bersalah menghinggapiku.
Besoknya, mama dan papamu yang menjenguk. Mereka banyak bercerita tentangmu. Dan perisiapan PERNIKAHAN KITA VERSI KAMU. Saat, malamnya kamu datang lagi, aku tersenyum dan kamu menggeleng. Bagaimana caramu mempersiapkannya, bahkan aku saja belum menjawabnya!
"Aku belom bilang iya"
"Bagiku, kemaren itu jawabannya."
"Aku ngga jawab apapun"
"Kamu takutkan kalo undangan itu punyaku dengan orang lain"
Aku menggerutu. Dia maju dan mengecup kepalaku.
"Aku ga bisa menemukan yang lain. Aku hanya mau kamu. Bagaimanapun caranya, hanya kamu."
Aku memeluknya.
Sekarang 16 tahun setelah kejadian konyol itu,
Aku masih sendirian. Dia meninggalkanku, tetap 3 hari sebelum pernikahan digelar. Duniaku runtuh. Aku bahkan tidak mampu untuk hidup kembali.
Sampai hari ini, aku tidak mampu menemukan yang lain. Aku hanya mau dia. Bagaimanapun caranya, hanya dia.
Kadang, gengsi membuat kita kehilangan orang yang kita cari!
Belajarlah dari pengalamanku,
Jika benar kamu mencintainya, jangan pernah memikirkan ketakutan-ketakutan yang menghantui,
Jalani saja, sebab kita tidak pernah tau kapan dan bagaimana ajal menjemput!
Cerita ini, akan seterusnya begini. Mengambang.
Bagi beberapa orang terlihat bodoh. Konyol. Aneh. Menyiakan hidup dan waktu.
Tapi, pernahkah kamu menempati tempatku,
Dan merasakan rasaku?
Bila tidak, jangan memintaku untuk melupakannya...
Sebab untuk mencintainya, butuh keberanian.
Lalu untuk menggantikannya butuh sebuah keikhlasan.
Dua hal, yang sudah lama aku lenyapkan saat semesta mengalamatkanku untukmu...
Benyada Remals "dyzcabz"
Dedicated, someone i already know. For once in life time, im glad to had you. Thanks for share.
My favorite line was "Untuk menemukan dan mencintai, kamu harus berusaha lebih keras. Tapi, untuk ditemukan dan dicintai, kamu perlu lebih dari sekedar berusaha. Karna, usaha dan doa adalah satu paket yang dicipta oleh semesta, sbelum cupid menembakkan panah yang ditulis oleh semesta"
Komentar
Posting Komentar