Langsung ke konten utama

SOSIO POBIC!!!


Seorang gadis pemalu, yang selalu berjalan dengan kepala tertunduk, dia selalu merasa ada yang kurang dengan dirinya. Dia tidak pernah mengikuti terlalu banyak kegiatan dikampusnya.

Dia pintar, hanya saja tidak semenarik yang lain. Dia cerdas, namun senyumnya kurang memikat.
Dia lebih sangar. Lebih tegas. Sedikit galak. Tertutup. Dingin. Cuek. Dia sangat apa adanya. Tidak pernah terlihat make up, bahkan bedak tipispun tidak menghiasi wajahnya yang terlihat pucat. Lipgloss juga jarang. Dia menata rambutnya dengan ikatan kuncir kudanya. Sederhana bukan?

Ya, dia tidak pernah berlebihan. Bahkan cenderung membuat dirinya tidak terlihat.
Suatu pagi, dia datang ke klinik. Saya mempersilahkan dia duduk. Dia diantar oleh bibinya. Sebenarnya bukan saudara kandungnya. Hanya orang yang menjaga rumahnya. Dia pasien pertama diklinik,pagi itu. Saya menjabat tangannya. Namun dia tetap menunduk. Hanya beberapa kali dia benar-benar menganggkat muka untuk menatap saya.

"Ada keluhan apa?" Dia menggeleng
"ADA YANG SALAH DENGAN SAYA,dok"

Saya tersenyum mendengarnya. Karna kalau dilihat fisiknya, terlihat baik-baik saja.

"OKAY, apa yang salah?"
"Saya suka keringat dingin, deg-degan, rasa takut,dok" ucapnya pelan
"Pas kapan aja, kamu ngerasa seperti itu?"
"Setiap saat dok. Sering sekali. Kalo udah mulai datang serangan saya kayak sulit napas,dok"
"Kuliah atau kerja."
"Masih kuliah,dok" Kemudian dia menyebutkan nama salah satu Universitas Swasta yang cukup terkenal disini.
"keluhan ini selalu ada? Berarti sekarang lagi ada dong?"
"Ngga sih kalo sekarang"
"Lalu? Katanya selalu... atau hanya muncul ketika kamu lagi ketakutan tentang sesuatu?"

Dia diam. Menoleh ke bibinya. Seolah mencari pertolongan dan kekuatan. Padahal, saya tidak melakukan apapun yang mungkin menyakiti dia.

"KALO dia didepan banyak orang,dok" bisik bibinya pelan

Saya menatap lurus kearahnya.
"Berapa banyak teman yang kamu punya?"
"DIKIT,DOK."
"DIKIT itu ada jumlahnya. 3 orang? Atau lebih dari lima?"
Dia menggeleng lalu tunduk. "2 orang"
"Kamu ikut kegiatan apa aja dikampus?"

Dia menggeleng lagi. Dia memainkan jemarinya sambil menatap lantai.

"Sama sekali, kamu ngga aktif dikegiatan apapun? Misalnya dibagian seninya, atau pecinta alamnya, atau di bagian rohaninya?"
"Ngga dok. Saya takut. Kalo berada ditempat selain rumah, saya takut. Kalo rame2 gitu, saya takut. Nah gejala itu muncul kalo kayak gitu,dok."

Saya terdiam mendengarnya. Saya menyuruh dia tidur dan memeriksanya dengan seksama. Setelah itu, saya menyuruhnya rekam jantung. Hanya untuk membuang kemungkinan diagnosis yang lain.

Setelah selesai, saya meminta dia kembali duduk. Saya meminta perawat mengambilkan buavita leci di counter depan, bersama sebungkus bizkuit. Saya tersenyum menatapnya.

"Ayo dimakan. Anggap aja, kamu lagi bertamu ke rumah saya. Anggap saja,kita sedang curhat tentang banyak hal. Kamu bisa cerita ala saja yang kamu mau. Saya akan mendengarkan."

Lama dia tertegun dan menatap saya. Mungkin, di tidak pernah berpikir bahwa saya akan berbicara seperti itu untuk dia. Dia terlihat lebih lega.

"Kamu suka ga jalan ke mall. Atau duduk di cafe yang ada live musicnya?"
Dia menggeleng.
"Kenapa?"
"Saya ga suka rame,dok. Kalo rame atau terlalu banyak orang, ya gitu. Saya pasti langsung kena gejalaitu. Keringat dingin, deg2an, ketakutan. Saya kurang nyaman dok dengan banyak orang"

Thats it! Sosio phobic! Maybe her?

"Kamu, maaf ya... saya hanya mau tahu, apa ada kejadian jelek yang kamu alami dulu? Apa kamu pernah dijahatin sama temen?"
Dia menggeleng. Lagi-lagi memainkan jemarinya. Lalu tertunduk menatap lantai. Dia terlihat gelisah dengan pertanyaanku.
"Non pernah dikatain pas masih kecil sama temen-temennya"

Saya menatapnya. Jadi itu... bullying! Traumatic!

"Saya megerti itu pasti sangat membekas ya, untuk kamu. Saya minta maaf,kalau pertanyaan itu membuat kamu sangat tidak nyaman. Saya hanya ingin tau, apayang membuat kamu seperti ini..."
"Hmmmmm.....hmmmmm....jadi dokter tau, apa sakit saya?" Tanyanya sambil tetap menunduk
Saya menghela nafas panjang dan dalam.

"Menurut saya, kamu mengalami apa yang disebut sosio pobic. Kamu takut dikeramaian. Kamu menghindari kumpulan orang-orang asing, karena takut akan penilaian mereka untuk kamu. Kamu takut, kejadian dimasa kecil itu terulang. Kamu lebih nyaman sendiri. Kamu mengurung dirimu dalam sebuah dunia nyaman yang kamu buat. Karena kamu berpikir, kamu tidak akan diterima oleh mereka. Kamu jelek. Mereka terlalu hebat untuk kamu jadikan teman. Apa saya salah?"

Dia menggeleng. Bias butiran bening itu terpantul jelas. Saya tersenyum menenangkannya.

"Apa yang harus kamu lakukan? Belajarlah untuk bergaul. Mulailah dari pergi dengan teman-teman terdekatmu. Lakukan kegiatan diruang terbuka, dikeramaian. Misalnya ikut baksos yang diadakan oleh kampus. Atau kamu bisa mulai dengan ikut acara keluargamu, atau reunian, belajar untuk menghadapi keramaian. Belajar untuk merubah ketakutan dan mindset kamu, bahwa mereka jahat dan akan menjahati kamu. Kamu pelan-pelan harus belajar untuk berpikiran positif terhadap sesamamu. Tidak semua orang sama seperti teman masa kecilmu. Didunia ini ada banyak orang baik juga. Kamu harus membuka diri dan belajar untuk bermental baja."

"Saya jelek dok. Saya.saya.saya tidak seperti mereka,dok."
"Siapa yang bilang kamu jelek? Apanya yang menurut kamu, membedakan kamu dengan mereka?"
Dia terdiam. Lalu menoleh ke bibinya. Menunduk lagi. Memainkan jarinya.
"Saya jelek. Mereka benci saya. Saya jelek. Saya jelek. SayA"

Saya menatapnya dan menunggu lagi. Apa yang akan dia katakan. Dia hanya diam, butiran bening itu jatuh diblousenya.

"Kamu cantik. Kamu sempurna. Jelek atau tidak, itu bukan masalah. Semua orang berhak menilai,dek. Siapapun. Tapi, apapun hasil penilain orang terhadap pribadi kita, jika kamu pikir itu membaagun maka jadiin sebagai masukan yang baik. Jika tidak, abaikan. Semua manusia,sama derajatnya dimata Tuhan. Mulai dari presiden sampe pemulung. Harta, jabatan, kekuasaan, tidak membuat jaminan bahwa surga tempat kita. Kamu harus banyak membaca buku tentang pengalaman-pengalaman hidup orang-orang yang tertindas, orang yang difable, orang yang mengalami kesulitan sepanjang hidupnya. Supaya kamu bisa bersyukur atas apa yang terjadi. Kamu sempurna. Coba lihat, kamu hidup dengan baik. Ada 2 tangan, 2 kaki, kamu punya bibir, hidung, mata, pernah kamu bayangkan orang-orang yang lahir tanpa tangan? Tanp kaki. Atau kehilangan penglihatanya?"

Dia menatap kearah saya.dan mengangguk.

"Bersyukur ya,dok. Banyak bersyukur ya,dok."
Saya mengangguk. "Dirumah tinggal sama sapa? Orang tua? Atau kaka?"
"Papa sama mama pisah dok. Sejak saya kecil. Saya tunggal. Saya tinggal sama mama dan bibi. Mama sibuk,dok"

Broken home.

"Kalo saya boleh tau, dan kalo kamu mau kasi tau sih... Apa yang mereka lakukan saat kamu kecil? Sampe kamu begitu tidak percaya diri?"

Lama sekali. Dia diam dan meremas jarinya. Bibinya mengusap bahunya.

Karena terlalu lama menunggu, akhirnya saya mengganti topiknya.

"Kamu semester berapa? Nilai kamu bagus-bagus?"
"Semester 6 dok. Iya, ip saya bagus."
"Syukurlah. Setidaknya prestasimu baik. Kamu harus tunjukkin ke semua orang. Bahwakamu berhasil. Kamu hebat. Setiap kali, kamu berada ditengah keramaian dan serangan panik melanda, kamu harus menarik nafas dalam-dalam, tenangkan dirimu lalu bisikkan pada dirimu SAYA HEBAT. SAYA KUAT. SAYA BISA. teriakkan kata-kataitu, untuk membentuk mentalmu. Sosio pobic, bisa dilatih untuk menjadi lebih baik. Semua berasal dari kamu."
"Saya perlu obat,dok."

"Tidak. Bukan obat minum yang kamu perlu. Tapi suntikan rasa nyaman akan dirimu sendiri. Rasa aman ditengah keramaian. Bukan obat minum. Obat minum, hanya meredakan gejala fisikyang memperberat. Tapi, psikis kamu yang harus terus dilatih dan disemangati untuk pulih"
"Dokter mau bantu saya?"

Saya tersenyum. "ADA dokter yang jauh lebih hebat dan lebih berpengalaman diatas saya, saya bakalan kasih tempat prakteknya ya... disitu, kamu bisa belajar banyak tentang keluhan dan gangguan yang kamu alami"

Saya memberikan nama dan alamat psikolog sekaligus psikiater terkenal didaerah sini. Seseorang yang saya tau, jauh lebih berpengalaman menangani pasien seperti ini.

"Makasih banyak dok." Saya mengangguk dan menyambut uluran tangannya
"Kalo saya mau teman untuk ngobrol, ke dokter boleh ya?"

Saya mengangguk sekali lagi. Senang rasanya bisa membantu. Senang rasanya mendapat teman baru.

Lama setelah dia dan bibinya keluar lalu pergi dari balik pintu. Saya masih tertegun.
Kenapa saya begitu care? Saya mau mendengarkan ceritanya? Saya mau menasehatinya panjang kali lebar...

Ada seseorang yang saya kenal dengan baik, juga mengalami ini. Saya tau denga
n baik bagaimana rasanya ketakutan beelebihan terhadap keramaian. Bagaimana rasa minder yang hinggap karena traumatic yang terjadi dahulu. Saya tau dengan sangat jelas, bahwa orang yang sosio pobic butuh terapi tentang rasa percaya dirinya. Tentang rasa aman terhadap publicnya. Saya tau, karena saya pernah mengenal sosok itu dengan baik...

Bagaimana susahnya meyakinkan dirinya, untuk sekedar jalan-jalan ke mall. Datang ke reunian. Atau bertamu ke acara-acara apa saja. Bagaimana Caranya mematahkan mindsetnya tentang public yang akan mencemooh dia. Kalian kira gampang?

Jadi tolong, stop bullying...

Mungkin bagi kita itu lelucon kocak. Melihat seseorang dengan tampang aneh lalu geli dan mengatai seenak kita. Bagi kita setelah selesai menertawakan, semuanya normal. Tapi apa pernah kita tau, gimana yang dia rasa? Apa kita tau, bahwa kata-kata hinaan itu membekas dan membentuk sebuah trauma berkepanjangan yang sulit untuk dia lupakan! Apa kita tau, bahwa sebgian dari mereka akan menjadi minder. Lalu mengutuki kenapa dia terlahirseperti ini? Apa kalian tau, hinaan yang kalian ucapkan secara sengaja atau tidak, bisa membuat dia stress hingga kadang berujung dengan maut?
Bahan tertawaan bagi sebgian orang, adalah ancaman bagi orang lain!

Stop bullying...

Kita tidak pernah tau, apa yang terjadi dibelakang sana, sehingga kita merasa pantas untuk mengatai bahkan menghina seseorang dengan segitu entengnya! Kita tidak pernah menjalani apa yang dia jalani.

Maka dari itu, sebelum menertawakan orang lain...
Lihat dengan baik, apakah anda lebih baik?!
Karena mungkin saja, hal sepele yang kita utarakan, menjadi pukulan bagi orang itu...

Sosio pobic, salah satu contoh buruk tentang bercandaan kelewat batas!

7  Juni

Bullying adalah kejahatan yang serius namun tidak dipidanakan. Bagaimanapun ceritanya, bercandalah sewajarnya. Karena, ada saat mental seseorang sedang siap sehingga dia menanggapi dengan santai. Namun ada saat mentalnya sedang down, sehingga kata-kata itu teringat hingga menjadi sesuatu yang traumatis untuk dia.

bercandalah pada tempatnya! (*ini sebuah peringatan!!!)
Peringatan ini bukan hanya buat anda, tapi buat saya juga...
Bahwa hal yang terkadang saya anggap lucu, bukanlah sebuah hal yang patut ditertawakan!

Noted... beberapa hari setelah itu, dia datang keklinik. Kebetulan saya sedang tidak praktek. Dia meminta no.hp saya. Lalu, beberapa hari kemudian dia sms saya, sangat singkat... "Siang,dok. DOK, kata prof... saya terkena phobia. Sosio pobic,dok"

Benyada Remals

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...