Langsung ke konten utama

The Shape of Water

In love.

Ternyata, cinta itu bisa jatuh pada siapa saja.

Pada orang yang sosoknya biasa saja.
Pada orang yang bahkan tidak masuk dalam kriteria.
Pada orang yang "mustahil" membuat orang lain tertarik.

Tidak selamanya, jatuh cinta selalu tentang fisik. Rupa. Cantik. Ganteng. Hidung mancung. Apalagi? Pasti banyak ya kriteria yang bakalan kita sebutin.

Namun, diantara yang banyak itu. Ada satu hal yang sering luput dari perhatian kita. Perasaan diterima. Didengarkan. Dicintai. Dihargai dengan layak.

Perasaan diterima adalah hadiah terbaik dari sebuah pengakuan akan rasa jatuh cinta.

Ketika dunia melihatmu dengan "aneh" bahkan melirikpun terasa enggan, ada dia, dia yang menerimamu sebagaimana ada mu.

Ada dia, dia yang tidak pernah mempertanyakan keunikkan yang kamu miliki.
Ada dia, dia yang tinggal tetap dengan cinta yang sama.
Ada dia, dia yang menatapmu seutuhnya tanpa mengecualikan keunikkanmu.

Perasaan diterima itulah yang membuat orang mengabaikan "bentuk fisik" dari yang dicintai.

Perasaan diterima inilah yang memeteraikan penerimaan sesungguh akan keberadaan pasanganmu seutuhnya.

Dan cinta seperti ini, adalah bentuk cinta tanpa syarat. Tanpa kecuali. Tanpa jeda.

Karena segala sesuatu tidak ada pembandingnya. Tidak lagi ada pikiran tentang bagaimana bila dia tidak secantik dulu, setampan dulu, atau bagaimana bila orang lain menertawai aku yang berjalan dengannya. Tidak.

Karena begitu kamu membuat keputusan untuk menjatuhkan cintamu pada seseorang, se"unik" apapun dia dimata orang lain, bagimu dia adalah yanng terbaik. Dan untuknya, kamu akan melakukan apapun.

Cinta nyalanya seperti maut.

Kekuatannya menggerakkan tulang yang patah, membangunkan dunia orang mati, menyegarkan jiwa yang letih.

Cinta lantunnya seperti genderang perang.

Kehadirannya menggugah kematian, menyelamatkan si sakit, menyejukkan si api.

Cinta?
Adalah kata, yang dalam tiap maknanya, mampu memindahkan gunung.

Kadang, kita sulit membedakannya dengan obsesi.

Kamu mencintainya setengah hidup, atau menggilainya setengah waras?

The Shape Of Water.

Salah satu film lepas yang ditayangkan di FOX Movie. Salah satu film yang menarik untuk saya. Ceritanya fiksi.

Tentang seorang perempuan bisu yang
Jatuh cinta dengan "makhluk luar angkasa", entah mau dibilang alien atau apalah. Bentukkannya sangat aneh. Mirip banget sama temannya si hellboy yang hidup di dalam air, si Abe.

Perempuan bisu itu hidup dalam kesendrian yang menyedihkan, temannya seorang Bapak tua dan teman OBnya. Dia bertemu si "alien" itu ditempat kerjanya. Alien itu merupakan tangkapannya Amerika yang sedang diteliti disebuah lab rahasia.

Anehnya, perempuan bisu itu satu2nya orang yang bisa berinteraksi dengan baik dam diterima dengan bersahabat oleh si makhluk itu. Mereka bisa berkomunikasi lewat bahasa isyarat. Dan mereka sama-sama menyukai musik.

Singkatnya, si perempuan itu menyelamatkan alien itu dari project rahasia amerika.

Dan mereka jatuh cinta.

Aneh ya? Diluar nalar banget ya?

Itulah kenapa saya menulis ini.

Karena bagi saya, jatuh cinta yang "gila" itu adalah yang membuat semua orang bertanya "kenapa dia?"

Iya kan? Kenapa dia? Kok mau? Loh kok dia?

Tapi kamu? Kamu dengan bangga tinggal disisinya, sekkalipun kalian dipertanyakan.

Dan untuk saya, jatuh cinta yang meneduhkan hati itu dimulai dari perasaan diterima.

Karena sebagai manusia yang memiliki sgala kekurangan, apalagi yang membahagiakan selain mengetahui ada seseorang yang menerimamu, seutuhnya kamu. Sebagaimana adamu.

Bagi saya, itulah makna dicintai dan mencinta sesungguhnya. Diterima sebagaimana adamu.

Bahkan sebuah film bisa membuat sayya merenung panjang tentang "cinta".

Jadi kalo ada yang bertanya bagaimana cara mencintai yang paling benar? Saya pikir jawabannya jelas, menerima seutuhnya kamu.

Dicintai itu menyenangkan, mencintai itu menggelisahkan. Bagian menyenangkan dari dicintai adalah diterima. Bagian menggelisahkan dari mencintai adalah tanya, akankah dia tinggal selamanya?

Kisah fiktif ini, menunjukkan banyak hal untuk saya. Saya yang selalu menimbang segalanya dengan logika. Saya yang selalu mencerna setiap kata dan menolak keromantisan yang menjijikan. Saya, saya yang mengukur rasa dengan rasio.

Semestinya saya bisa memahami dengan benar, perasaan diterima oleh seseorang tidak seharusnya membuat saya "ragu" menunjukkan hal terbodoh dari saya.

Karena cinta itu makna lain dari kata terima. Penerimaan akan keberadaan seseorang. Sesederhana itu,nyed.

Cinta itu sederhana, yang rumit itu saya.

(*Manusia se-"komplex" lo ngga akan paham bahwa cinta hanya sesederhana menerima kekurangan orabg lain)

Benyada remals "dyzcabz"

Ini tentang saya, keberadaan saya, ketika cinta menyapa, alarm sign saya berbunyi begitu nyaring, membentuk sebuah tembok2 berisikan logika, hingga akhirnya cinta itu redup, karena sayya bukan merasai hadirnya, tapi saya memikirkan gemanya.

Bahkan saat kamu mengatakan cinta itu sederhana, gemanya dalam otak saya terdengar seperti lelucon bodoh.

Saya tidak pernah benar-benar bersyukur, untuk "dicintai" dan "diterima" dengan baik, oleh setiap orang yang singgah.

Mungkin itu alasannya kenapa mereka tidak tinggal. Karna saya tidak tahu caranya "menerima keberadaan" orang lain.

Cinta itu sederhana, yang rumit itu kamu.
Mencintaimu itu mudah, yang sulit adalah membuatmu juga mencintaiku.
(*Lagunya Langit Sore - Rumit.)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...