Ada banyak cara manusia merefleksikan kehilangan dan membiaskan rasa sakit.
Tidak selalu dengan menangis. Tidak juga dengan merengek. Kadang, ada yang tetap terjaga dan bekerja jauh lebih keras. Agar hatinya membeku-kan kekosongan yang me-nga-nga, mengendapkan tangis dan sakit, melemparnya jauh pada sudut terdalam hatinya, hingga nanti saat dia sudah mulai berdamai dengan kehilangan itu, kekosongan itu terlihat selayaknya sebuah kaca. Tempatnya bercermin, bahwa suatu waktu dulu, Tuhan mengijinkan perpisahan itu terjadi. Bukan untuk membuatnya terpuruk, namun membuatnya sadar bahwa ada kuasa yang jauh lebih hebat. TuhanNYA. Jadilah kehendakNYA dibumi seperti disorga.
Sebuah perkara seharusnya tidak melunturkan iman dan pengharapan. Sebaliknya, menguatkan dan mengokohkan, hidup atau mati, segalanya adalah kehendak Bapa.
Tidak menangis bukan berarti tidak bersedih.
Rasta : "menjadi cengeng dan absurd, ga bakalan buat noke hidup'kan?"
Tom2 : "setiap manusia hidup menurut ukurannya dan melewati fase hidupnya, tapi inget Tuhanlah yang menentukan akhirnya"
Rong2 : "nangislah, wajar,nyet. But,plis jangan menyek2 ga jelas. Lo boleh kehilangan bokap, tapi jangan sampe lo kehilangan Tuhan."
Tom2 : "setiap manusia hidup menurut ukurannya dan melewati fase hidupnya, tapi inget Tuhanlah yang menentukan akhirnya"
Rong2 : "nangislah, wajar,nyet. But,plis jangan menyek2 ga jelas. Lo boleh kehilangan bokap, tapi jangan sampe lo kehilangan Tuhan."
Hidup akan baik2 saja, kalo saya udah denger ketawanya mama, ("oldtime) grumpynya papa, sarkasmenya edels, silly thingnya amor daaaaan ucapakan terbangsat dari mereka!
Papa milik Yesus. Yesus hanya meminjamkannya sebentar untuk kita miliki. Jadi siapakah saya, sampai saya punya alasan untuk marah pada yang memiliki hidup?
Benyada Remals "dyzcabz"
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar