maaf pa,
saya tidak pernah tau tentang pelayanan yang papa buat.
saya tidak pernah bertanya tentang apa yang memberatkan apa.
saya? menuntut papa, membagi waktu dengan kita.
saya bahkan tidak pernah tau, bahwa ada ratusan malam di mana papa harus bangun dan berdoa pada jemaat yang orang tuanya kritis. Saya tidak tau itu, pa.
saya tidak tahu, bahwa dalam hari-hari yang papa jalani di kantor papa tidak selalu berada atau pergi ke SINODE, ada banyak hari-hari di mana papa duduk di kantor mendengar curahan hati mereka yang teraniaya. Mereka yang terpinggirkan. Mereka yang kehilangan. Mereka yang butuh di kuatkan. Papa bersama mereka.
Saya tidak pernah mengira bahwa dalam jam-jam di mana saya pikir seharusnya papa sudah pulang ke rumah, papa ada perkunjungan pada jemaat-jemaat yang jauh dan jarang dikunjungi. Papa mengunjungi mereka, duduk di dalam rumah yang di tepikan ketika perkunjungan seharusnya di adakan. Papa makan bersama mereka. JEmaat yang merasa kecil hati karena berpikir pendeta tidak akan mau melawat mereka, karena rumah mereka yang jauh sempurna.
Saya? marah-marah karena papa pulang malam. saya? dengan 1002 teori saya tentang sakit penyakit, membelenggu kesenangan papa untuk melayani. saya? memagari papa dengan teori-teori medis yang membuat kita berdebat.
ketakutan saya, membuat saya lupa, bahwa papa adalah pelayan.
Bagi papa melayani adalah segalanya. Bagi saya, papa adalah segalanya. Saya menjaga papa sekuat yang saya bisa, hingga saya lupa, Yesus memiliki hak yang tidak bisa di ganggu gugat. Tidak boleh.
Papa tidak bercerita tentang ini, pa. Papa hanya bercerita sekedarnya. Mama yang banyak bercerita tentang papa. Papa? Ngga, kita duduk bercerita, papa bercerita apa yang boleh kami tau. selebihnya, kita bercerita tentang kami. Tentang sekolah, masa depan, rencana hidup, hingga nasehat-nasehat papa. Namun, papa tidak bercerita pada kami tentang apa yang dia buat selama ini.
Bahkan dalam tugasnya yang terakhir di Petra, kami tidak begitu peduli. Saya tidak begitu peduli. Saya hanya tau, bahwa papa sedang membangun gedung gereja dan kantor. UDah gitu aja. Bangsat ya, saya sebagai anak. Palingan kalo kangen papa, saya ke sana, saat saya sedang tidak sibuk. Namun memantau dan bertanya detail pada papa tentang PETRA, saya tidak sejauh itu. Kecuali pada saat segelintir manusia laknat mencari masalah dengan papa.
Saat saya kesana dan bertanya pada papa, papa hanya tertawa. "oh ya? papa baik-baik aja, nona." Hanya itu. HAnya itu yang keluar dari mulutnya. Hanya itu. Saat papa di fitnah, di kunci di dalam ruang kerjanya, di pasang spanduk di depan gereja, dia hanya ketawa. Saya mendesaknya untuk melapor, papa? "Jangan bawa masalah gereja ke ranah hukum. Ada pengadilan yang lebih tinggi nanti. Papa ngga papa"
have i told you that i hate you so bad, NOKE!
sisi baik papa yang entah bagaimana bisa menjadi begitu menyebalkan!
3 hari yang lalu, ada jemaatnya datang lalu bercerita tentang pelayanan papa disana. Apa saja yang mereka rindukan dari papa.
bagaimana papa selalu menemani mereka melewati duka, bagaimana papa tidak memilih apa saja yang mampu mereka sediakan di atas mejanya, noke yang tidak pernah mengeluh sekalipun itu jam 3 pagi untuk berdoa di rumah atau rumah sakit. NOke yang bergegas ke rumah jemaatnya saat dia tau anak mereka sedang sakit. Noke yang memberikan apa yang dia punya untuk mereka yang kekurangan. Noke yang bersedia menghias gereja untuk mereka yang mau menikah. Noke yang tidak mengeluh harus turun jalan ke rumah jemaat yang ada di pinggiran bogor.
saya? saya pura-pura tidak tau, karena bagi saya itu adalah tugas papa.
mendengar mereka bercerita tentang papa, entah bagaimana saya merasa begitu bangsat dan jahat. Saya? Yang kerjanya marah2 kalo papa udah janji mau pergi dengan saya, tapi nyatanya papa pulang telat. Saya? Bakalan ngga ngomong sama papa. Saya bahkan tidak bertanya kenapa papa telat. Saya terbiasa menjadi nomor satu bagi papa. Hingga saya lupa, sebelum ada saya, papa sudah menjadi milik Jemaatnya.
saya? yang kerjanya nelpon papa, nanyain kapan pulang, kok belom pulang juga. Jangan lupa bawain makanan ya. Trus kalo beliau pulang saya udah tidur duluan. Saya? JArang nunggu papa pulang, apalagi kalo abis jaga juga. Sementara papa? SELALU MENUNGGU SAYA PULANG. KITA PULANG.
KITA yang tidak pernah bertanya, jarang mau tau, hingga papa pergi. LALU, satu persatu orang datang dengan kenangannya tentang papa. BAGAIMANA CARANYA LO BISA BEGITU EGOIS, NYED?
ketika pembangunan gedung gereja PETRA itu selesai. Jujur, kita biasa aja. Hanya saja, saya tidak menduga bahwa gedung gereja itu bakalan megah dan bagus banget. Kaget. hanya saja saya tau, papa saya selalu bisa di andalkan. Papa tuh punya selera desain interior yang out of the box. Papa juga punya cara menata sesuatu yang keren, liat aja taman-taman yang selalu beliau buat di pastori tiap jemaat. Ketika saya dan eset sampai di depan gerejanya, kita berdua tertawa.
Eset wow, gede juga ya. bagus.
saya ya iya, papa. ( ada kebanggaan yang tersirat saat saya menyebut kata itu. IYALAH PAPA SAYA. IYALAH PAPA. dan saya sesombong itu kalo tentang papa saya.)
saya tidak tahu bahwa ada orang yang bisa membuat saya begitu menyayanginya, mengaguminya, namun terkadang menyebalkan bahkan menjadi lawan diskusi yang alot. Iya, nokenya saya. Beliau selalu membuat saya bangga. Berdiri disampingnya adalah kenangan terbaik.
Papa.
maafin saya ya. Maaf.
dari saya, yang tidak pernah minta maaf, sekalipun saya salah.
dari saya, yang selalu tau, bahwa papa saya mencintai saya lebih dari siapapun.
dari saya, yang selalu percaya, papa memaafkan semua keras kepala saya.
dari saya, benyadanya papa, yang selalu tau, papa memahami saya dengan baik.
Dari anak perempuan papa,
Yang keras kepalanya ngga beda jauh, yang muka sombongnya sama,
yang ngamuknya juga sama hebatnya,
namun saat dia susah, sedih, marah, jengkel,
dia tidak perlu banyak bicara, cukup datang ke papa,
segala air matanya tumpah untuk papa.
karena papa tau dia,pa. karena papa memahami hatinya, susahnya, marahnya.
papa, memenangkan egonya, pada setiap hal yang tidak bisa di pahami orang lain.
hanya dengan papa, dia bisa menangis tanpa jeda.
pelukan papanya, selalu, selalu, selalu berhasil mengembalikan dia.
papa,
anak perempuannya rindu banget. banget.
Hari ini, dia menangis, pa. Menangis karena dia merasa begitu jahat pada papa. Dia yang tidak pernah bertanya tentang pelayanan papa. DIa yang hanya mendengar cerita hebat papa dari orang lain. Dia, yang tidak pernah memuji papa, namun menyombongkannya dalam setiap hal yang dia tau, hanya papa yang bisa. Dia, yang tidak pernah mengucapkan terima kasih pada papa, atas kerja keras papa memenuhi mimpinya. Dia, yang tidak pernah meminta maaf, atas sakit hati papa, keselnya papa, marahnya papa karena perkataan, kecuekkan, keegoisannya, kekerasan kepalanya.
papa, boleh ngga,bilang sama Tuhan Yesus,
sekali aja, sekali aja, pinjemin papa lagi?
kali ini, saya janji, saya jadi anak baik,pa.
sekali lagi aja. sekali aja. hm?
ngga ya, pa? ngga bisa ya, pa? udah telat ya, pa?
papa, bahkan ketika saya capek, kesel, marah,
saya harus menangis sendiri, pa.
ngga ada lagi, suara berat yang akan menyambut saya,
"ada apa papa punya anak perempuan?"
ngga ada lagi, pelukan hangat yang menanti saya di depan pintu.
"adooooh papa pu kesayangan baru pulang. capek? papa buat coklat panas?"
satu-satu saya sayang papa. dua-dua juga sayang papa.
satu dua tiga sayang papa semuanya.
sayang papa sampe mana? jantung hati.
Benyada Remals "dyzcabz"
Rumah Oma MAGAWE, jemaat GPIB BAHTERA KASIH MAKASSAR
saya dan papa, pulang beli buku dari gramedia. Saat itu sudah sore, tiba-tiba papa parkir mobil dan mengajak saya turun. Beliau berjalan menuju rumah Oma Magawe di jalan tamalate. Saya pikir, papa mau perlu apa. TAu ngga apa yang papa buat?
setelah tante Lina membuka pintu pagar, NOke langsung masuk terus lurus ke dapurnya dong. Kebetulan Oma Magawe lagi goreng ikan. Tau ngga? Papa langsung minta piring, nasi putih dan kecap, sama ikan goreng itu. Lalu, kita berdua makan disitu, bersama dengan Oma Magawe dan Tante Lina.
Oma Magawe itu terlihat begitu senang. Beliau tinggal berdua dengan Tante Lina. Melihat saya dan Noke datang, beliau begitu kaget. Namun, saya bisa melihat dari mukanya, Oma terlihat begitu senang.
Oma Magawe pak pendeta nda bilang mi kalo mo datang. supaya lina masak yang betul sediki. Na cuman ada mi ini ikang goreng kasiang.
Noke dong, tambah 2 kali. Noke sambil menggeleng. tidak apa-apa. abis so lapar ini oma. ikan goreng jo jadi saja. ini berkat. Eh, Lina bikin teh manis dingin dolo.
saat itu saya masih kelas 6 SD. Namun, begitulah papa saya. Dia tidak peduli dengan keberadaanmu, ketika di tugaskan di suatu tempat, dia selalu mendatangi rumah-rumah janda, yatim dan orang-orang susah. Untung makan bersama mereka.
Kali lain lagi, saya menemani papa untuk pembinaan dan penyegaran iman di Pematang Siantar. Siang itu, ada Pdt. Ari Koedoeboen dan Pdt. Ezra, mereka saat itu sedang ada di Pospelkes, kebetulan karena tau papa datang untuk pembinaan, jadinya mereka datang. Papa pembinaan di jemaatnya Om Pdt. Piet Uktolseja.
Nah, siang itu, ada orang yang cukup beradalah ya, mereka mau ajak kita makan siang. Tau ngga apa yang papa bilang ke istrinya Om Piet... "Goreng kornet aja, sama nasi putih, pake kecap. Saya dan kaka makan itu saja, nda perlu makan di mana-mana"
Lucunya, sore itu abis kita berdua dari gereja itu. Papa ajak saya jalan-jalan liat kotanya berdua aja. Naik bentor, lalu kita makan lagi. hahahhahahahahahhahahaaa... tolol ya?
Ketika di hotel, saya bilang ke papa "kenapa tadi ngga mau makan sama orang itu, pa?"
Papa "udahlah, kita kesini buat pelayanan bukan harus dilayani."
kenapa saya nulis ini?
saya kangen papa saya.
pada hari-hari yang berat, lalu saya tidak bisa menemukan papa,
rasanya hati saya begitu hancur.
pada hari-hari dimana saya pikir, seharusnya papa menunggu saya pulang, ada yang perlu diceritain,
lalu kosong. Beliau ada di guci, dalam bentuk abu.
rasanya hati saya remuk.
waktu tidak menyembuhkan kehilangan.
namun menyadarkan kekosongan...
sehebat apapun saya menangis, berteriak, marah,
pelukan papa saya tidak bisa saya miliki lagi.
bila hidup punya cetakan kedua,
saya ingin memeluk papa setiap kali beliau pulang kerja.
"saya selalu ada buat papa"
seperti yang selalu papa bilang untuk saya, setiap kali saya menangis...
"papa ada disini buat nona"
boleh kah, sekali saja, saya mendengar kembali suara berat itu mengatakannya?
sekali saja. sekali saja.
Papa tidak ada disini lagi, namun cinta papa selamanya hidup disini.
tidurlah, Nok...
anak perempuanmu hanya sedang rindu.
Tuhan Yesus, Noke baik-baik aja kan disana? Titip salam ya buat Noke.
Duh jadi sedih lagi ...
BalasHapusMemang benar sih.. Saat papa saya meninggal beliau datang walaupun sudah malam. Kita duduk ngobrol. Lalu papa kamu menawarkan diri untuk pimpin malam penghiburan ke dua besoknya. Papa kamu dan papa saya kenal baik sejak beliau masih mahasiswa dan mereka sering banget diskusi. Setelah jam sebelas malam saya bilang. Pak pdt pulang aja. Udah malam. Kan jauh. Papa kamu bilang iya sebentar lagi. Saya kuatir beliau ngantuk di jalan tol karena gak ada temen Ngobrol. Tapi itulah papa kamu. Melayani tidak mengenal waktu.