Langsung ke konten utama

Tentang Noke #88

Tentang Noke 

Pada suatu sore yang tidak cerah. Saya pulang dengan kesal dan jengkel. Hari itu, saya selesai dari bengkel, Rasconya saya ban nya bocor lagi. Padahal baru di diisi angin. 

Beberapa hari yang lalu, saya teledor, akhirnya lupa isi angin trus kempes. Bahkan di terowongan Lenteng Agung itu saya berjalan dengan ban kempes. Kayaknya pelaknya kena. 

Lalu, sudah diperbaiki hanya saja, bocor lagi dan lagi. Saya baru selesai dari bengkel. Parkir mobil dan duduk dengan kesal di teras. Bibi mengantarkan segelas kopi. Saya tidak tau bahwa papa ada di kamarnya. 

Saya menelpon eset dan ngomel. Tiba2 papa keluar dan mengelus kepala saya "nona sudah pulang? Gimana?"

Saya... rasconya rusak papa. Ban nya bocor lagi, masak iya udah sampe diganti ban nya. Masak iya, tetep bocor terus. Gimana sih. Argh. Mereka tuh ngga bisa meriksa kali ya. Bla....blahsbxuenxgqbziwm
 Jeubduwgagxkiwbzgkabwbs

Ketika saya mengomel, papa hanya diam dan mengangguk. Papa mendengarkan. 

Papa.... ayo pergi dengan papa, ganti pelaknya. Pelaknya yang rusak. Bukan bannya. Ayo yaa, papa ganti baju dulu

Saya.... papa yakin pelaknya? Papa tau darimana? Nanti kalo ternyata salah gimana? 

Papa.... bapakmu dulu kerja jadi montir juga, kerja serabutan untuk sekolah. Tukang taman juga. Papa tau, sayang. Udah jangan marah2. Papa ngga suka mukanya cemberut. Papa mandi, kita beli pelak. 


Saya? Masih ngomel lah. Ngga ada tuh ceritanya, jedijah berhenti ngomel, ketika dia mau ngomel. Tapi tenang aja, ngga semua orang beruntung mendengarkan omelan ini. Hanya mereka yang tersayang, yang bisa mendengarnya.

Sore itu, kita berdua beli pelak baru, trus papa telpon ke bengkelnya, minta tolong untuk jangan tutup dulu, karna mau pasang pelak baru. 

Selesai dari situ, saya dan papa singgah makan di Margo City. 

Dan emang bener, ternyata pelaknya ada yang retak. Jadi, akan tetap bocor gimanapun ceritanya. Bangke kan ya?

But, i know my dad knows everything!

Apa sih yang papa ngga tau?


Setelah 3 hari saya jalan dengan rasco tanpa hambatan, saya bilang ke papa... "papa kok bisa tau, kalo pelaknya yang bermasalah"

Papa tertawa. "Papa hidup lebih dulu dari nona, jadi papa tau banyak hal. Makanya, kalo papa bilang sesuatu, nona harus dengarin. Karna apa yang papa bilang, bukan untuk papa, tapi untuk nona."

Tapi untuk nona...


Dan lalu hari ini, saya lagi jengkel banget, papa! 


Tapi saya ngga bisa ngomel ke siapa2. Karna tidak semua orang mampu menghandle anaknya papa. Tidak semua bisa mendengarkan. Tidak semua, pa. 


I just miss you, Nok. 
Saya sedang kangen papa. Dan saya tidak tau harus gimana. 

Papa, tahun ini, satu persatu janji saya, akan dilunasi.

Mulai dari eset.
Amor.
Dan, mimpi besar saya. 


Benyada Remals "nyed"


Manusia paling keras kepala yang selalu merasa mampu sendiri. Selalu bisa sendiri. 

Namun terkadang, yang dia butuhkan hanya didengarkan. Seperti Nokenya yang selalu mendengarkan dia, bagaimanapun marah dan lelahnya dia.

Menemukan kembali yang telah pergi sama mustahilnya dengan memulangkan yang tak lagi disisi. 

Keep your head up, Nyed. 
Ngga semua hal harus sesuai dengan mau lo, belajar untuk memahami, lo bukan prioritas dalam segala hal.

Iam not a smiley person. Galak. Judes. Sombong. Jutex. You can judge me as you wishes.
I dont give a fuck. I love me. 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...