Langsung ke konten utama

Tentang Noke #11

Pa,

I miss you so bad!

Segala hal terlihat lebih mudah untuk saya. Ketika papa ada disini. Iyakan,pa?
Papa selalu memanjakan saya. Papa memenangkan segala ingin saya. Segala hal yang bahkan terasa begitu sulit, papa "memudahkan" itu untuk saya.

Papa merawat mobil kesayangan saya. Papa yang selalu menjaga barang2 saya. Papa yang selalu memastikan semua hal tentang RASCO-nya saya, dalam keadaan baik. Segala hal yang tidak saya mengerti, saya serahkan pada papa. Tentang mobil. Tentang segala sesuatu yang ngeribetin saya, papa selalu menghandle.

Papa selalu marah, ketika melihat saya susah. Papa selalu menjadi orang pertama, yang mengusahakan segala hal dengan baik. Papa. Papa. Papa. Papa. Papa.

Bahkan ketika cara saya "meminta" tolong dengan "tidak sopan", seperti masuk rumah langsung marah2 tentang RASCO yang tiba2 ACnya mati. Atau lampu blakangnya korslet. Mogok. Bannya yang kempes. Indikator bensin yang eror. Papa selalu memaklumi itu dengan tertawa. Memeluk saya. Menjanjikan saya, bahwa semuanya akan papa selesaiin.

Bahkan, saya jarang mengucapkan terima kasih untuk semua hal yang papa buat. Mengucapkan secara lisan. Karna, untuk papa, melihat saya senang dan tertawa itu lebih dari cukup. Iyakan,pa?

Dan, kemaren, pa...

Untuk pertama kalinya, saya harus bersusah payah menemukan bengkel untuk RASCO dan mencari bumper depan untuk Bubucaca. See,pa? Seharusnya itu tugas,papa. Semestinya saya hanya terima beres. Kenapa? Karna saya anak kesayangan papa. Karna saya anak perempuan tunggal,papa. Karna papa membiasakan saya bahwa segala sesuatu tentang hal2 itu, menjadi urusan papa.

Dan kemarin, akhirnya saya turun langsung dengan mama dan EL. Kita cari dan perbaiki segala sesuatu yang biasanya itu jadi tugasnya papa.

Jalan "tanpa papa" untuk mencari segala hal yang berkaitan dengan otomotif itu sulit. Kenapa? Karna, papa punya "kharisma" dimana orang sulit untuk berbohong dengan dia. Papa punya kelebihan untuk "menundukkan" orang dengan "ketegasan"-nya. Papa mampu tau, hal yang bahkan luput dari perhatian kita.

Thats MY NOKE.

Papa tau? Kita pulang dari tempat itu udah sore!!!! Dan konyolnya, semua hal yang kita mau cari, hasilnya ZOooooNK!!!!!!

Dan saya sebal!!!!

Biasanya papa ada disini, memastikan saya mendapatkan apa yang saya mau! Biasanya papa mengusahakan yang terbaik untuk saya. Diantara seluruh anak didunia ini, saya diberkati, karna memilikimu, NOK!

Ketika, sampai dirumah, saya terduduk dengan kesal diruang TV. Saya menatap GUCInya papa, "saya ga ngerti ini,pa. El, bukan papa. Dia tidak bisa mengendalikan situasi ini, seperti papa!"
Lalu dengan cengengnya, saya menangis!

See,pa?

Menangis dan memanggil papa, adalah hobby terkonyol saya saat ini. Saya benci menjadi cengeng!

Kepergiaan papa, membuat anak manja ini memiliki tanggung jawab yang besar,pa! Anak manja ini, harus menjadi bayangannya NOKE didalam rumah. Anak manja ini harus menguatkan dirinya untuk menjadi "NOKE" dirumah, menemani Mama (*bagaimana caranya menguatkan, bila sampai hari ini, menyebut kata "tanpa papa", melemahkan setiap pertahanannya?).
Anak manja yang biasanya terima beres ini, harus menarik dirinya dari zona ternyaman yang papa-nya ciptakan seumur hidupnya. Anak manjanya Noke ini, menuntut dirinya untuk meniadakan dirinya. Menomor duakan, mimpinya, untuk mencapai mimpi Noke.

Mungkin, bila semasa papa hidup, kita tidak terlalu dekat, atau hubungan kita hanya "sekedar formalitas", mungkin saja kehilangan ini bukan suatu hal yang besar!

Hanya saja, sebaliknya. Semasa hidupnya, NOKE selalu menempatkan saya diurutan tertinggi dalam prioritasnya pribadinya. (*Kita ber-3, walaupun Amor dan EL, ada diurutan setelah saya)

Dulu, ketika saya berumur 2 tahun, saya selalu menemani papa kuliah S2 di STT Jakarta. Papa membiarkan saya bermain dan menulis dibawah papan tulis, sambil beliau kuliah dengan tenang. Papa membawa segala perlengkapan. Popok. Botol susu. Susu. Biskuit Marieregal. Papa selalu bangga mengenalkan saya pada setiap dosen dan teman2nya. Bukan itu saja, papa membawa saya setiap kali ada urusan di Kantor Sinode. Dulu Kantor Sinode GPIB masih berbentuk huruf L bagian depannya. Bila beliau harus bertemu dengan Ketum dan Sekum, beliau menitipkan saya pada Om Jaka, Tante Metty dan Alm. Tante Malla. Papa tidak pernah merasa repot membawa saya. Papa selalu mengajak saya, menemaninya kemana saja. Pelayanan. Pembinaan. Pelatihan Pra-Vikariat. Saya asistennya Papa.

Dulu, bila papa pergi terlalu lama, saya pasti sakit. Demam. Anehnya, tiap kali peluk baju yang ada "bau"nya papa, langsung sembuh. (*Aneh ya?)

Setiap kali, papa pimpin dimana saja, saya akan bermain dengan anak2 keecil digereja itu, lalu dengan nada sombong saya akan berkata "itu papa saya yang dimimbar" (*geli plus jijik ya?)

Rindu Alam. Restoran favorite saya dan papa. Kapanpun papa pimpin, pulang jam brapapun, kalo papa udah janji mau kesana, saya akan tunggu. Karna dulu, hari sabtu-nya papa dan mama adalah milik KITA. Pernah suatu kali, papa pimpin pembinaan dipuncak, setelah selesai, padahal sudah jam 9 malam, saya paksa papa harus ke Rindu Alam. (*Dulu tutupnya jam 10) Sampe disana, hampir jam 10, tapiiiiiiii karna kita ber2 langganannya mereka mau menunggu sampe kita selesai makan!!!!!!!

Saya punya foto lagi naik gajah sama papa di Taman Safari. Hahahahahahahhaaa.... Itu juga setelah pembinaan dipuncak. Mungkin akan terlihat aneh ya, kenapa orang sekeras Noke, mau banget disuruh "momong" anak perempuannya. No doubt, he's the best father! Papa yang selalu mau bawa saya. Walaupun dulu ada kok pengasuhnya saya. Mbak Jum. Tapi, setiap kali papa mau pergi, saya juga siap2 (*padahal ini umur2 2 tahun loh), karna saya tau, papa mau saya ikut.

Waktu itu, menjelang Natal, lalu papa beliin saya sepatu dan baju baru di Atrium. Besoknya, giliran papa beli sepatu. Tau ngga, apa yang saya buat? Saya temani papa, lalu saya pake sepatu lama saya yang sudah robek. Waktu papa pilih2 sepatu, dengan sengaja saya menunjukkan sepatu robek itu, lalu bilang "Papa ini selalu ingat dirinya. Tidak mau ingat anaknya" hahahahahahahahhaahhahahahahahaa..dan, papa tidak jadi beli sepatu. Dan papa menahan dongkolnya, gara2 saya!

Saya dan Papa. Seperti 2 sisi mata uang. Saya dan papa adalah cermin. Kita seperti berkaca. Suatu sore, kita b2 pernah duduk diteras, lalu papa bilang "Papa pikir, Amor itu cerminan papa. Ternyata Papa salah, karakter papa hidup seutuh2nya di Nona. Tapi, harus jauh lebih baik ya? Jauh lebih hebat?"

Awalnya saya pikir juga seperti itu. Namun, semakin kesini memang jelas terlihat. Saya mewarisi hampir semua karakter Noke. 2 bulan sebelum meninggal, kita ber5 makan disebuah restoran, entah ada angin apa, papa tiba2 tertawa dan bilang "Nokenya udah ga ada lagi. Nokenya udah dibagi2 di mereka ber3. Udah habis Nokenya. Nokenya hidup didalam mereka"
Kita hanya tertawa mendengar itu.

Mungkin itu pertanda. Bahwa papa meniadakan dirinya untuk mengisi kita dengan didikan, watak, karakter, ajaran, contoh dan Imannya.

Noke adalah ayah yang dalam setiap kekurangannya, dia menjadikan anaknya memiliki kelebihan.

Bagaimana bisa saya menemukan Tuhan didalam diri seseorang yang jauh dari sempurna? Ironis bukan? (*Amor)

Menceritakan Noke, tidak akan selesai. Sama seperti merindukannya. Sejauh yang saya tau, saya akan selamanya merindukannya. Sejauh yang saya mau, saya ingin papa tau, saya sangat mencintainya!

Tenang,Nok...
Semuanya akan baik2 saja. Saya janji.
Maaf, bila dalam proses menjadi "bayangan Noke" saya harus menjadi super menyebalkan,pa. Karna, kenyataannya menjadi Anak Pertama, (*anak manja) yang memiliki papa yang sangat hebat, itu bukan hal mudah,pa. Menempatkan saya diposisi papa, cukup berat,pa. Ada banyak sisi dimana saya butuh nasehat papa, petunjuk papa, lelucon konyol papa.

Rumah tidak lagi sama, ketika saya masuki dan teriakan "Kaka yedyyyyy, sayyangnya papa, sudah pulang?" Tidak lagi saya dengar. Rumah terasa lengang, saat saya tidak menemukan papa duduk dikursi coklat kesayangan papa. Rumah tidak lagi seramai dulu, ketika saya masuk dan saya menemukan GUCI itu teduduk manis disamping foto papa.

Rumah selamanya Rumah,pa. Hanya saja, beberapa hal masih harus "dipelajari" dengan baik. Salah satunya, pelajaran penting tentang bagaimana kita belajar bahwa sekarang segala sesuatu harus dilakukan "tanpa papa".


Benyada Remals "dyzcabz"

Mau tau,pa... Apa bagian tersulit dari semuanya?
Memasuki rumah, lalu belajar untuk tidak lagi meneriakkan nama papa!

Rumah tanpa papa tetap sebuah Rumah. Namun jauh lebih lengang.

Duduk diteras sendiri, menunggu mama pulang adalah hal yang saya hindari,pa. Karna itu ritual kita ber-2. Duduk sendiri, menatap keseberang meja, lalu saya akan menangis,pa. Karna begitu banyak moment yang tercipta, namun saya menganggapnya sebuah rutinitas. Hingga beliau yang diseberang meja itu pergi. Lalu saya mematung sendiri disana.

Bila saja Yesus mengijinkan, saya hanya ingin mendengar kalimat itu,pa... "Jadi gimana jaga-nya?"

Nb : Saya tidak membenci kenyataan, juga merutuki keadaan, apalagi menyalahkan semesta. Namun rindu itu menyakitkan. Apalagi ketika raganya tidak bisa kita sentuh dan suaranya tidak lagi terdengar. Jarak bukan hanya pemisah, namun penumbra. Titik dimana kamu, tidak bisa masuk kesana, karena tempatmu belum ditentukan.

(*Cerita masa kecil itu bersumber dari Noke, Sinsi, teman2 pendeta, Dosen2 STT Jakarta yang mengenal Noke dengan baik, Om Jaka, Tante Metty, dan jemaat2 yang pernah tau bahwa dulu Pdt. Ihalauw suka bawa anak perempuannya ikut pelayanan.)

Komentar

  1. Kamu benar-benar belahan jiwa papa kamu. Semoga kamu mendapat pendamping yang menyayangi dan memperlakukan kamu seperti papa menyayangi kamu dengan sepenuh jiwanya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...