Memanusiakan manusia.
Karena manusia, bukan Tuhan. Jangan menuhankan dirimu, dengan mengambil hak Tuhan untuk memutuskan sesuatu yang salah.
Bahkan ketika kamu berupaya untuk menasehatkan juga memberikan jalan keluar, pakailah kata yang bijak. Kata yang benar. Bila caramu menyampaikan dengan baik, maka tujuan yang baik akan tersampaikan dan dimengerti dengan baik.
LGBT.
Salah satu topik perdebatan sepanjang massa. Saya pribadi, tidak setuju. Namun, pantaskah saya mengata-ngatai mereka? Mengucilkan mereka? Menjudge mereka? Membuang mereka? Hanya karna orientasi seksual yang salah? Yang jelas dilarang oleh berbagai aliran agama. Kita ini orang timur, didikan kita tidak sebebas dan selepas barat. Kita boleh permisif untuk sesuatu yang memajukan pola pikir, tapi bukan untuk sebuah kemunduran moral.
Saya tidak setuju LGBT. Tapi mungkinkah "opini pribadi" saya membuat keprofesionalan saya sebagai dokter luntur. Hanya karena alasan yang didengungkan banyaak orang? Haruskah saya mengikuti, ego saya untuk menelantarkannya bila mereka datang ke UGD? Mereka datang sebagai pasien yang butuh bantuan saya. Disaat itu, saya melihat mereka bukan dengan label LGBT. Namun, manusia/pasien/orang yang butuh saya bantu. Terlepas dari bagaimanapun pilihan hidup.
Jadi, bila ada yang bertanya... Dan mempertanyakan "konsisten" sikap saya pada LGBT. Dengan tegas saya katakan, saya menolak. Saya tidak sependapat dengan cinta sejenis. Merujuk pada ajaran agama saya. Juga sebagai sumbet penyebaran penyakit. Tapi, saya bukan orang yang tanpa tanggung jawab. Saya adalah petugas medis, dengan tanggung jawab dan sumpah yang saya jalankan. Saya bertanggung jawab untuk setiap pasien yang datang didepan saya. Bagaimanapun keadaan dan keberadaannya. Mungkinkah saya menolak mereka dan membiarkan mereka berada dalam kondisi kritis? Hanya karena ego saya, sebagai seorang yang berbeda pendapat tentang cara mereka menjalani hidup?
Maaf, saya tidak sepicik itu. Bila saya bertugas dan menemui mereka sebagai pasien, saya akan memperlakukan mereka sebagaimana yang seharusnya. Mereka butuh bantuan saya. Dan saya bertanggunh jawab untuk mereka.
Apakah saya tidak konsisten? Hanya karena saya menolong mereka? Hanya karena saya memilih menjalankan tugas saya sebagai seorang dokter tanpa membedakan?
Saya tidak butuh pendapat anda, bila anda tidak ada diposisi saya. Pertolongan saya kepada mereka, tidak bisa membuktikan bahwa saya tidak konsisten. Atas nama kemanusiaan, dan profesionalitas, saya akan tetap menolong siapapun itu. Tidak terbatas. Tidak terkecuali.
Jadi, anda membela hak hidup kaum LGBT?
Hak hidup adalah hak asasi manusia. Apa iya, indonesia sudah memberlakukan eutanasia dan menolak adanya mujizat atas nama Tuhan? Kalo sudah, silahkan ajukan saja, ke presiden supaya mereka yang menurut anda, tidak layak hidup, dihukum mati.
Saya tidak setuju dengan keberadaan mereka, namun mempertanyakan hak hidup seseorang, pada seseorang yang hidupnya pun bergantung pada Sang maha pencipta, bukannya terdengar ironis? Boleh saya tau, anda ini Apanya Tuhan? Wakil Tuhan, bagian penghakiman?
Anda, dokter... Tapi tidak bisa tegas dalam menindak, orang kelainan seperti mereka?
Tegas dalam menindak? Wewenang saya dimana? Memberikan pengertian, penyuluhan, juga memotivasi untuk kembaali ke jalan yang benar, sudah lebih dari cukup. Toh, mereka sudah dewasa. Apa iya, tugas saya hannya ngurusin pasien itu aja? Tugas utama saya, menolong mereka yang butuh bantuan medis. Jadi bisa diartikan lagi, tindak secara tegas?
Kekesalan saya memuncak, ketika ada sebuah organisasi keagamaan yang datang dan mengajak kerjasama untuk penyuluhan ttg penyakit masyarakat. Tapi ujung2nya mendoktrin saya, agar menolak melayani orang2 "yang penyakit aneh2"
Saya masih diam saja, ketika mereka berbicara panjang kali lebar. Membawa hal2 keagamaan dan dalil tentang kesesatan. Bercerita dan mendesak supaya RS setempat, menolak pasien "itu" supaya ada efek jera.
Ketika, mereka melihat tanggapan saya hanya diam. Mereka bertanya.
Dan saya menjawab
Saya ini dokter. Bila seorang dokter.dalam menjalankan sumpah profesinya berusaha untuk membedakan pasien, karena opini pribadi. Pantaskah dia disebut dokter? Atau pembunuh?
Sumpah saya akan saya jalankan. Dimanapun, siapapun pasiennya dan dalam keadaan bagaimanapun. Anda tidak perlu mengajarkan saya ttg hal ini, saya tau bagaimana bertindak. Tapi bukan untuk menolak mereka seperti yg anda mau.
Bisakah kita stop mengambil porsi Tuhan? Bisakah kita hanya menjalani hidup sebagaimana manusia yang sehsrusnya dan selayaknya? Tanpa memaksakan kehendak pada sesama? Perbedaan pola pikir dan sudut pandang tidak harus membuat kita menjadi monster yang mematikan hak hidup orangkan?
Kita bukan Tuhan, tidak akan pernah menjadi Tuhan. Memandang bersalah pada pilihan hidup seseorang terkadang membuat sisi jahat kita sebagai manusia tekuak. Kita membuat dosa yang sehsrusnya tidak kita buat.
Tahukah anda, dihari anda menjadi hakim agung tanpa gelar, untuk manusia lain...
Anda sudah melabelkan diri sebagai Yang Maha Kuasa.
Tulisan ini, bukan hanya buat anda. Ini juga peringatan untuk saya.
Pernahkah saya menuhankan diri saya, untuk memberikan penghakiman pada orang lain? Pernah.
Apa yang saya dapat? Bahagia? Tidak. Puas? Buat siapa? Saya? Tidak juga. Tidak ada gunanya, bertindak sebagai Tuhan pada jalan hidup orang lain. Memberi nasehat. Bukan berarti menggurui. Lebih tau banyak, tidak juga berarti anda lebih mengerti apa yang dialaminya. Anda tau tapi tidak mengenalnya.
Bisakah kita, hidup sebagai manusia saja? Tanpa mengganggu dan menggugat hak Tuhan?
Memanusiakan manusia hari ini adalah hal tersulit. Kenapa? Karena ada banyak Tuhan2 kecil yang menjelma didunia ini. Bahkan iblis pun bingung, dia yang mempengaruhi manusia atau manusia memang diciptakan seturut gambarnya?
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar