Kalau kamu pernah mengalami sebuah trauma, kamu akan mengerti mengapa ada segelintir orang, yang memilih untuk "meniadakan" dirinya didalam keramaian.
Mungkin, kalian akan bilang... "Yaelah, dilawan dong", "masa kalah", "cemen amat gitu aja lemah" dan kalimat2 meremehkan yang melemahkan.
Karna kalian tidak berada didalam posisi mereka. Mungkin kalian ber-empati, ber-simpati, namun itu tidak lantas membuat kalian akan "menjalani alur cerita yang sama". Kalian boleh mengatakan, "iya gue ngerti", "iya gue paham", namun kalian bukan "the actor" yang sedang menghadapi trauma itu. Kamu boleh pernah mengalami, namun psikis tiap manusia itu berbeda-beda.
Mungkin, saat kamu menghadapi trauma yang sama, kamu jauh lebih kuat, pikiranmu matang, dewasa, bijak. Kamu dapat keluar dari "cangkang" itu dan bersikap seperti biasa lagi.
Namun, ada orang lain, yang akan menutup dirinya, dan mematikan "euforia" terhadap apapun itu. Mereka menciptakan tembok pembatas yang kadang sulit untuk dibuka. Kenapa?
Karna mereka tidak siap untuk kembali gagal. Untuk kembali lagi dalam kesalahan dan cerita yang mungkin saja sama. Dalam cinta, mencintai saja tidak pernah cukup.
Bila kamu, pernah mencintai dengan segenap hatimu, lalu dia membuatmu trauma sehebat itu, dan trauma itu membekas. Seperti bekas luka yang selalu menngikuti kita. Menempel dan ada terus disana.
Kadang hanya sebagai pengingat, namun lebih sering sebagai barier. Alarm sign. "Hati2 gunakaan hatimu agar tidak kembali patah hati"
Cinta tidak menyembuhkan. Cinta justru menggelisahkan. Cinta justru menakuti. Waktu memudarkan. Walau belum tentu mengilangkan.
Ada yang bilang pada saya, ketika kamu mencintai seseorang, kamu memberikan hak untuk dia, hak untuk mematahkan hatimu atau menyempurnakan impianmu.
Note tolol ini dibuat, ketika seorang teman baik saya, akhirnya "keluar" dari dunia warasnya dan kembali menyambut hari baru.
Sayangnya, "kegilaan" yang pernah membuatnya meredup, kembali mengambangkan keberaniannya untuk memulai lagi, bukan karena sudah terlalu lama dia bersembunyi, hanya saja teriknya siang terlalu menyakitkan langkahnya. Hingga kadanng, luka itu berdenyut kembali. Tidak sampai terluka lagi, bernanahpun tidak. Hanya saja, cukup untuk menerbitkan sebuah "alarm" dan menahan langkah ringannya untuk maju.
Menerbitkan sebuah tanya "sudah bisakah saya?" Lalu hatinya mengenalkannya pada rasa lama dengan cara yang baru, mencintai dengan keterbatasannya. Mencintai dengan ketakutannya. Menyudahi dengan keterlambatannya.
Setiap cinta, patut diperjuangkan 'kan? Sampai dibatas mana, logikamu bermain dan hatimu membekukan rasa. Rasanya, cinta tidak pernah keliru memilih jalannya.
Hanya saja, manusia kadang keliru memaknai sebuah rasa. "Mungkin itu cinta?"
Benyada Remals "dyzcabz"
Note bodoh ini dibuat sambil menemani Sinsi ke salah satu tempat favoritenya di Pasar Baru. Makan es potong coklat. Menunggu Sinsi selesai belanja.
Bila ada cinta yang mampu membangkitkan kematian, seharusnya dan selayaknya, sebuah trauma bukanlah sebuah momok. Dia hadir sebagai penngingat, bukan penghalang.
Komentar
Posting Komentar