Langsung ke konten utama

Karna kita orang dewasa


Karna kita orang dewasa.

Menanggapi rengekkan manja anak dengan agresif tidak menyelesaikan masalah. Iyakan?

Memendamkan bahkan mengabaikannya juga tidak menghasilkan apapun, bener ya?

Karna kita orang dewasa.

Seharusnya, kita menjadi lebih ngayomi, ngangoni, ngalah, mengerti dan memahami perasaan mereka.

Apalagi ketika kita sudah menghadiahkan trauma yang mendalam atas keegoisan kita.

Anak bukan boneka. Mereka bertumbuh dalam ruang lingkup yang kita cipta dan contohkan. Bagaimana karakternya terbentuk? Mengikuti pola asuh kita. Mengikuti apa yang kita perlihatkan di hadapannya.

Mau jadi sebrengsek apapun anak, sebagai orang tua, kamulah panutannya. Mau sebebal apapun anak, sebagai orang dewasa, kamulah penuntunnya.

Bila dia kehilangan arahnya, temukan dia. Bawalah dia pulang dengan cara yang benar. Bukan memarahi, menjauh dan memperlakukannya sebagai musuh.

Ada saatnya, kita duduk sebagai orang yang sama2 dewasa. Untuk berbicara berbagai hal.

Namun, anak selamanya anak. Ada ego yang tersulut saat mereka melihat miliknya harus di bagi. Ada marah yang terpancing saat waktu kita bukan seutuhnya milik mereka.

Bisakah kamu, sebagai orang dewasa yang di tuakan itu mengerti?

Memahami bagaimana rasanya jadi mereka?

Bukan tentang siapa benar dan salah. Dalam pertandingan ini, kemenangan siapapun tidak membahagiakan siapapun.

Ini tentang kamu, bagaimana kamu menyikapi masalahmu dengan bijak sebagai manusia dewasa.

Tentang kamu, bagaimana kamu membagi dirimu sebagai ibu atas anak2mu. Tanggung jawabmu. Kasih sayangmu.

Tentangmu yang mencoba memahami ego anak2mu yang terluka, karna ada yang harus di jaga hatinya.

Bilapun, harus ada yang di jaga perasaannya, hatinya, atau harus di menangkan egonya,
Mungkinkah, anak-anakmu yang harus mengalah untukmu?

Ketika kamu membiasakan masalah menguap seperti ini,
Mereka akan semakin menjauh.

Kamu akan kehilangan mereka. Respect mereka yang pertama. Hingga setiap ucapan baik akan dimentahkan bahkan di tertawakan dengan getir.

Belajarlah menjadi dewasa dalam raga yang menua.

Kenapa orang dewasa tidak pernah menjadi dewasa saat kedewasaannya di butuhkan?


Aku belum sampai pada tahap itu. Berani mengomentaripun, aku sudah termasuk lancang.

Aku, hanya melihatnya sebagai seorang penonton. Tempatku hanya sebagai orang luar yang pendapatnya harus di uji.

Hanya saja, sebagai anak, aku tau bagaimana terlukanya perasaanku, saat orang tua jauh lebih memilih prioritasnya. Lebih menyedihkan lagi, tidak ada aku dalam prioritas itu.

Aku berada di nomor sekian, karna aku terbiasa mengalah. Mengerti. Memahami.

Hingga suatu hari, saat hidup membawa jauh dari rumah, lalu mereka berusaha memulangkanku kembali. Seperti dulu, saat aku berusaha meminta perhatiannya.

Kamu tau, apa yang menyakitkan?
Terasing di dalam rumahmu. Merasa asing dalam pelukan mereka, yang kita hormati.

Bila saat itu tiba, jangan salahkan aku yang mengacuhkanmu. Jangan juga menjadi sok bijak untuk menceramahiku. Jangan juga sok hebat atas semua yang kamu lakukan untukku.

Ingat kembali, apa yang kamu lakukan hari ini untuk KITA. Mengembalikan kami tidak akan pernah semudah kami yang beranjak dewasa tanpamu.

Kedewasaan akan menghampiri kita pada masanya, pertanyaannya mampukah kita menjadi dewasa pada setiap masalah hidup yang dihadapi?


Jadilah orang tua yang benar.
Jadilah orang dewasa yang utuh.

Jangan terjebak dalam sebuah peran, hadapi kami dengan dewasa.

Kamu menginginkan kami menghormatimu,
Maka tunjukkanlah kedewasaanmu dalam menghadapi kami.

Hormat kami, sebagai anak,
Akan selalu ada untukmu. Bahkan sehebat apapun kecewa yang kamu hadiahkan pada kami.

Karna, bagi kami, 
Kamu tetap bagian hidup kami. 

Bisakah, penghomatan kami untukmu selaras dengan caramu memahami kami?


Benyada Remals dyzcabz


Menjadi orang tua adalah anugerah.

Ada yang mensyukurinya dengan benar.
Ada juga yang sekedarnya. Ada yang bahkan mengabaikannya.

Karna mungkin saja, mereka merasa semesta senantiasa merestui apa yang mereka buat.

Semesta selalu mengaruniakan hal yang baik atas mereka. (*sekalipun pilihan hidup mereka tidak sesuai perintahNYA)

Mungkin mereka lupa, anugerah itu diberikan bersamaan dengan tanggung jawab yang besar.


Just note.

Karna kita, orang dewasa, bijaklah dalam berkata, bertutur, bertindak.

Dewasa memang sebuah pilihan.
Saat ragamu menua, bukankah segala cerita hari yang lalu, seharusnya mendewasakanmu?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...