Hari ini, tidak ada kabar yang baik, pa.
Tidak ada juga yang menyenangkan untuk di lewati, pa.
Everythings not okay, pa.
Saya ngga gereja, ini minggu ke 4 kali saya bolos gereja.
Seharusnya, tidak seberat ini'kan, pa?
Seharusnya, ada yang bisa saya syukuri. Saya masih bernafas. Saya tetap hidup. Saya....
I dont get that value on me, pa.
I just lost.
Bahkan saat saya menulis ini pun,
Saya tidak dalam keadaan baik.
semoga Yesus, masih baik pada saya.
Diantara begitu banyak, keluhan saya, ketidakpatuhan saya, permintaan saya, saya begitu tidak tahu dirinya saya, saya tidak memuliakan dia, di hari yang DIKUDUSKANNYA.
Such like an ash, ya?
Minta banyak, beribadah nol. Ngeluh bla, bla, bla, ngerasa ga adil tentang a, b, c, d, tapi giliran masuk gereja banyak beudh nyeeeed alasan lo.
Dari saya,
Yang tidak patut di contoh.
Yang tau, tapi pura2 tidak mau tau.
Bebal. Ndableg.
Yang ngeluh, tapi tidak bersyukur.
Dari saya,
Yang jauh dari kata bijak bahkan sempurna.
Yang tulisannya mengkoreksi, sayangnya kelakuannya minus.
Yang kata-nya selalu membangun, padahal lakunya jrop.
Ini dari saya,
Saya yang sedang tidak baik-baik saja dengan sekitar saya.
Saya yang terkadang menyalahkan keadaan, tanpa melihat utuh suatu cerita.
Masih dari saya, yang mencoba menjadi bayangan noke, memastikan semua tertata dan berjalan baik, nyatanya menjadi bayangan papa sangatlah susah.
Setiap kali saya menguatkan diri,
Selalu ada disisi saya yang mempertanyakan.
Mungkin beginilah, papa dulu. Diantara rutinitasnya di gereja, beliau tetap harus mendengar keluh kesah kami, mengatur, juga memastikan kami mengerjar mimpi dengan benar.
Beliau membagi pikiran untuk kami.
Lalu saya, dengan seenaknya men-judge beliau, tidak sepenuhnya bersama kami.
Maaf, pa. I know what you did. As always, im beyond greatfull for you. The gift that ive stolen from up above. Thank you, dad.
Benyada Remals "dyzcabz"
"Papa, ngga bisa ke sekolah? Jadi mama aja? Tapi kan, mama pimpin, pa?"
"Papa ada urusan di kantor, mereka minta papa buat bla.....bla...bla...."
Saya menatap beliau dengan jengkel.
"Orang tua loh ke sekolah."
"Mama aja."
"Papa orang tuanya saya bukan sih!"
Fyi, ketika saya berusaha belajar sehebat apapun, papa tidak pernah memuji saya. Mau itu rangking 1,2,3, masuk top murid, juara umum, atau apapun itu. Papa hanya mengangguk aja tanpa komentar berlebihan.
Bahkan ketika orang lain memuji saya untuk pencapaian saya, papa? Poker face. Beliau diam. Just like, i dont care. Its like thats her duty.
Hingga suatu hari, saya harus meminta buku2 kedokteran yang harganya jauh di atas normal.
Hingga pada semester2 awal masuk fk dan saya jauh lebih kurus. Berat badan saya jatuh banyak.
Hingga hari saya sumpah dokter dan melihat beliau menangis.
Hari2 itu saya tau, ayah saya berpikir keras untuk masa depan saya. Beliau bekerja dua kali lebih hebat, bukan hanya untuk gereja, tapi untuk mewujudkan mimpi saya.
Sehingga setiap kali, saya meminta, apapun tentang sekolah, papa selalu siap.
Menjadi bayangan noke, bukanlah suatu hal yang mudah untuk di pelajari.
Karena papa selalu hadir dengan caranya, motivasinya. Papa selalu tau, bagaimana caranya menghandle sesuatu. Papa selalu bisa, menggerakkan kita untuk maju. Papa selalu mampu, membaca arah tuju kita.
Dengan papa, segala hal terasa jauh lebih "terarah"...
Karena beliau akan memastikan, kami baik-baik saja.
Semoga Yesus, memampukan saya untuk bisa menghandle segala hal, seperti yang papa buat.
Setidaknya, menjadi setengah dari papa...
Komentar
Posting Komentar