Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2019

Tentang Noke #54 (*noke's day)

Hai,pa... Kemarin adalah 29 Juli ke-2 tanpa papa, Tanpa orang yang lahir ditanggal itu. Sedih rasanya, setiap tanggal 29 Juli, Selalu dan selamanya terasa sebagai "harinya papa" Terdengar begitu menggelikan ya? Orangnya udah tenang disana, namun yang ditinggalkan tetap saja belum sepenuhnya ikhlas. Terdengarkan menyedihkan ya? 29 juli, kali ini, kita dirumah saja. Seharusnya kita makan diluar bareng, hanya aja kesibukkan membuat yang lain masuk rumah sudah diatas jam 10. Bila saja papa masih ada, kita masih diluar nih jam segini. Ngobrol, jalan, makan, nongkrong. Lalu papa akan mengantar kami pulang ke kosan masing-masing. Sampe se"tua" ini, papa selalu wajib mengantarkan kami pulang ke kosan. Night talks before the homestay is priceless. Papa akan berjalan sampe didepan kosan, lalu menanyakan banyak hal, dengan papa selalu ada pertanyaan yang harus dijawab karena sulit diabaikan. Setelah itu, kami akan pamit, dan berlalu ke kamar. Papa? Akan menunggu ...

Kalo laper, suka nglindur.

How to be a good writer? Saya selalu menulis "perasaan" atau pemikiran, pendapat atau apa saja tentang apa saja di IG story saya. Hingga beberapa teman SMA, maupun Kuliah saya bertanya, nyed, gimana caranya menjadi penulis? I dont have any capacity or credibility to do so. Saya selalu suka menulis. Apa saja. Dimana saja. Tentang apa saja. Saya selalu melatih diri saya untuk bisa mengutarakan pendapat serta pemikiran, secara tulisan. Itu latihan saya. Terlebih dari itu, saya suka meng-imajinasikan sebuah cerita. Baik itu kejadian nyata pada saya, pada orang-orang terdekat sayya, ataupun cerita fiksi yang bermain vulgar pada otak saya. Entahlah, apa kriteria yang benar bagi seorang penulis? Namun, bila kamu mau menulis, satu hal yang penting untuk saya... Kamu harus jujur pada tulisanmu. Kamu harus berempati pada cerita yang akan kamu tuangkan. Kamu harus memiliki rasa terhadap apa yang ingin kamu jabarkan. Apa yang dilakukan dengan hati, pasti menyentuh hati. Say...

Tentang Noke #53

Senyaman "orang biasa" Tbt... Cerita ini sudah 9 tahun berlalu, ketika pertama kali Noke dicalonkan sebagai Ketua Umum Sinode GPIB. Kala itu saya masih koass. Lalu Noke menelpon saya memberitahukan bahwa mereka mencalonkan beliau sebagai salah satu kandidat Sinode. Ketua Umum. Tanggapan saya? Saya menolak. Saya berkeras untuk menolak beliau maju. Saya marah. Noke terdiam. Hingga suatu hari, Noke ada pembinaan di Jakarta dan beliau mampir ke saya. Kita duduk pada Gerobak seafood dipinggiran Taman Menteng. Papa menjelaskan apa visi dan misinya bagi masa depan GPIB. Bagaimana beliau akan membuat A,B,C,D,F dan seterusnya. Bagaimana beliau akan membawa dan menjaga teologi GPIB agar tidak melenceng jauh. Muka Noke begitu berseri-seri, ketika beliau membicarakan sesuatu yang dicintainya. Passionnya. Mimpinya. Hingga ketika Noke bertanya pendapat saya. Saya : saya ngga suka papa maju jadi sinode. Saya tidak mau papa jadi calon. Buat apa pa? Papa menatap lurus kearah saya. ...

Tentang Noke #52 (spam!?!)

Ada sebuah email yang masuk ke inbox papa. Tapi lucunya ditujukan untuk saya. Subject : "Buku Tentang Noke" pengirim emailnya bernama capri_*** 13@gmail.com Entah siapa ini. Berada dalam daftar kontak emailnya papapun tidak. Hanya saja isi emailnya unik, "Benyada, anak Pdt.Ihalauw. Sebaiknya tulisan tentang noke dibukukan. Tambahkan foto-foto pelayanan bapak pendeta juga gereja tempat layan, dan juga renungan pendeta yang sering ditulis. Sebagai pengobat rindu bagi jemaatnya." Siapapun, anda. Oh Maaf, kamu... Terima kasih sudah menuliskan ini. Terima kasih untuk pehatiannya untuk papa. Tentang Noke adalah "keegoisan" saya tentang ayah saya. Dimana papa, hanya milik saya. Tentang Noke adalah dunia yang saya bentuk dan ciptakan untuk rindu saya pada papa. Iya, saya seegois itu. Didalam hidupnya, saya harus membagi beliau dengan jemaatnya, membiarkan beliau dimiliki oleh banyak orang yang membutuhkannya, ketika beliau pergi, kenangannya selalu hidu...

Ini tentang pagiku.

Pagi. Saya membenci terang. Saya? Terlalu mencintai remang senja dan pekat malam. Tapi pagi ini, Saya harus berteman dengan situasi ini. Pagi, bangsal, visit. Mendengar, memeriksa, memotivasi. Begitulah hidup dan cerita saya bergulir pada pagi. Pagi. Menghadirkan sisi lain dari saya. Sisi dimana gerak harus memiliki makna, tertinggal dalam sebuah luka tidak boleh menahan laju kehidupan. Karena cerita hidup, bukan hanya tentang pekatnya malam. Pagi. Kopi. Roti. Biskuit. Salad. Segelas air hangat. Begitu banyak cerita yang disediakan kala mentari menjamah bumi. Kehidupan mulai bergerak. Cerita mulai berdengung. Hingga pemeran kembali berlakon. Pagi. Selalu menyediakan dosa baru untuk digeluti secara bijak. Dalam tutur, tindak, pikir, langkah, guyon, bahkan mengedipkan matapun, bisa menjadi sebuah dosa. Pagi. Ketiadaannya membuat sebuah hari menjadi nelangsa. Keberadaannya menghidupkan suasana. Kamu tidak mungkin sampai pada malam, tanpa melewati hiruk pikuknya sebuah...

Memulai pagi.

Memulai pagi dengan bersyukur. Sesederhana itu, saya memaknai hidup. Bahwa ada satu hari lagi yang harus saya jalani dengan benar dan baik. Bahwa ada satu kesempatan lagi yang harus saya gunakan dengan bijak. Kenapa hari ini menyenangkan untuk dilalui? Karena besok adalah perjuangan dari hari ini. Bagaimana esok? Adalah seperti apa kamu memaknai hari ini. Cheeeerrrssssss. Setiap kabar baik yang datang harus diikuti dengan ucapan syukur yang terlantun, Setiap berita tidak menyenangkan hadir, harus disikapi dengan bijak, Dan jangan lupa untuk bersyukur. Seseorang pernah bilang pada saya, buruk atau baik kabar itu, tergantung dimana posisi kita dan apa harapan kita. Kamu tes, hasilnya tidak lulus, bagimu itu buruk, tapi untuk orang lain yang lulus, itu baik. Tidak ada berita buruk, yang ada hanyalah inginmu yang tidak sesuai dengan isi berita. Harapanmu yang belum terlaksana. Seperti kematian, bagi kita itu adalah perpisahan yang menyakitkan, namun bagi sang pemilik hidup, D...

Growing is painfull

"Growing is painfull ." Saya membaca sebuah caption dari salah seorang penyanyi favorite saya, Teddy Adhitya. Thats true. Menjadi dewasa itu menyakitkan. Bertumbuh dan berkembang tidak pernah sesederhana yang kita bayangkan. Menggapai mimpi menjadi lebih hebat dari kemarinpun tidak sesederhana cerita penulis novel kenamaan. Menjalani hidup, merangkak maju, belajar berdiri, terseok lalu berlari... Prosesnya tidak pernah semenyenangkan apa yang kita bayangkan. Berat. Sakit. Bayangkan berapa banyak penolakan, kegagalan, cibiran, hinaan, diremehkan, dipandang sebelah mata, dikucilkan, ditertawakan, yang harus kita hadapi. Apa kita berhenti? Apa kita terhenti? Tidak. Karena hidup ini kita yang punya. Tujuan kita dan mereka berbeda. Mimpipun tidak seirama. Lantas kenapa, kita membuat pembanding yang mengecilkan hati? Dia sudah, saya belom. Dia lulus, saya gagal. Dia juara, saya tidak. Dia naik jabatan, saya stag. Berbahagialah dengan apa yang ada hari ini. Berjuanglah ...

Menjumpai semesta

1 minggu belakangan, Public heboh dengan pindah keyakinan Dedi Corbuzier. Ada yang pro, ada yang kontra. Ada yang menyumpahi, ada yang mendoakan. Ada yang turut bahagia, ada yang kecewa. Dan pembahasan ini juga ikut meramaikan "UGD" disaat saya JAGA. Well, i tell you. Agama, Iman, Keyakinan , Kepercayaan adalah hak asasi manusia. Siapapun berhak untuk mengubah keyakinannya bila dia merasa tidak bisa lagi "mengimani" keyakinannya yang selama ini dianut. Atau dia merasa kosong selama ini kemudian menemukan pencerahan dengan keyakinannya yang baru. Sesederhana itu. Beberapa perawat di UGD menanyakan pendapat saya. Walaupun saya pikir saya tidak berkapasitas memberikan "pendapat" tentang Hak seseorang dalam memutuskan apa yang diyakini. Tapi buat saya,begini... Sah-sah aja sih Dedi Corbuzier pindah "agama" (*saya bahkan ndak tau agamanya selama ini apa) Saya turut senang ketika dia bisa menemukan keyakinan yang membuatnya merasa tenang dan...