sejauh mana, Solo mengubah saya...
ini bukan sebuah penilaian pribadi aja, namun beberapa orang di sekeliling saya menyadari hal ini. Bahkan beberapa dari mereka secara langsung bertanya pada saya.
Saya pikir, saya adalah salah satu manusia yang sangat amat tidak suka basa basi. Tidak suka menegur orang asing. Tidak suka terlalu "keep in touch" dalam beberapa hal. Saya adalah kesan dari sebuah arogancy yang tertanam dengan sangat baik. Hal itu sudah terangkum dengan bagus, pada setiap pertemuan dengan orang-orang asing.
Ya, saya memang selalu di cap sombong. Arogan? Tidak ramah.
Namun, berada di Solo adalah cerita lain dari sebuah perjalanan panjang saya. Solo adalah salah satu kota yang begitu kental budaya "ramah tamahan" khas Indonesia. Bisa dibayangkan dong? Bagaimana saya, si manusia yang "tidak suka menyapa" ini harus hidup dalam keseharian yang cukup membuat "energinya terkuras".
Pada bulan-bulan pertama di Solo, saya beneran melatih diri saya untuk bisa menegur orang lain. Menegur orang lain duluan. Sesulit itu nyed? Oh, banget, brooh... Orang yang mengenal saya akan amaze, ketika saya bisa menegur orang asing duluan. Karna, saya secara sadar tidak akan melakukan itu.
Saya adalah noke dalam versi terlahir kembali, mungkin dengan perbaikan disana dan disini. saya bukan Sinsi, yang selalu ramah dan supel, dan bersahabat dengan semua orang yang ditemui. Saya, bertemu dengan orang baru? Tentu saja, saya tidak akan tersenyum dengan sembarangan, berbicara seperlunya, dan tidak berbasa-basi busuk yang melelahkan.
oh okeh, namun hidup 3 tahun di Solo, mengubah sesuatu dalam diri saya.
Saya mulai belajar untuk menjadi ramah, seperlunya. Belajar bahwa menegur dan menyapa orang lain duluan adalah sebuah manner baik yang patut di pertahankan. Tapiiiii, saya melakukan itu hanya dilingkungan kerja hahahahahahaaa... (bangkeeeee)
itulah kenapa, PULANG ke jakarta adalah sebuah hadiah istimewa dari saya kepada diri saya. Karna di Jakarta, saya tidak perlu berbasa basi, tidak juga harus memperbaiki attitude saya sesuai dengan kebijakan lokal. Saya terdengar atau terbaca begitu munafik ya? Hahahahahhahaa... Satu hal yang saya pelajari dengan setengah mati, Munafik itu tidak selalu dibutuhkan, tapi ada saatnya diperlukan. Menjadi munafik itu bukan sebuah dosa, melainkan sebuah pilihan untuk membuat situasi kondusif.
Ini pendapat saya. Mau berbeda dari inipun ya monggo aja.
Kenapa saya bilang Solo mengubah saya?
Karna, pada beberapa moment penting, saya mendapati diri saya mau untuk menegur orang-orang sekeliling. Mau untuk senyum dan mengangguk pada orang asing. Mau untuk sekadar datang dan berinteraksi pada hal-hal kecil yang dulunya saya pikir "akward".
Entah ini sebuah perubahan baik atau tidak. Mungkin juga hanya perubahan musiman yang bisa jadi, nantinya berubah lagi. Namun, saya mensyukuri hal itu. Sangat.
Ketika saya pamit, untuk ke Surabaya. Niatnya, saya hanya akan pamit pada Bu dir, Wadir yan med, bagian admin, ruangan sadewa 2 dan IGD. Thats it. Bagi manusia yang setengah anti-social, bertemu dan bercengkrama dengan banyak orang, menguras habis energi saya. Serius. Saya tidak suka keramaian. dan itu serius.
Entah kenapa, niat awalnya kan cuman mau pamit untuk beberapa orang ya. Tapi, jadinya hampir ke semua orang yag saya temui dalam perjalanan itu, saya pamitin. Dan, banyak dari mereka memeluk saya. Menjabat erat tangan saya dan mengucapkan kata2 yang membuat saya terharu. "Ternyata saya ada gunanya, ditempat ini".
Bahkan ketika saya balik lagi untuk mengambil karton, ibu kantin itu tiba2 teriak " dok yed, dok yed, mau sekolah ya? Berapa lama?" Saya menghampirinya dan menjabat tangannya, namun beliau langsung memeluk saya. "Belajar baik-baik ya disana, cepet pulang nggeh. di tunggu lagi di sini". Ketika saya melepas pelukannya, saya melihat matanya berkaca-kaca. "Terima kasih banyak doanya ya. ibu sehat2 ya, sampe saya balik ke sini".
Sebelum saya naik taksi, Pak Supir Ambulance memanggil saya "dok yed, mau pergi ya? Jangan lupa balik sini lagi, dokter." Saya menyalaminya dengan senyum. "Pak Agus sehat-sehat ya, sampe saya balik sini lagi"
dan beberapa orang lagi yang masih memanggil saya. Banyak yang terkejut, ketika mendengar saya akan pergi untuk sekolah lagi. Karna, saya tidak pernah mengatakan apapun. Saya menyimpannya dengan sangat baik. Hingga hari dimana, saya harus pamit.
Saya tuh selalu ngerasa aneh banget, sama diri saya sendiri. Saya tidak pernah bisa berbasa-basi dengan baik dengan orang-orang asing. tapi, hati saya bisa jatuh hanya untuk orang-orang yang kasian, seperti pengemis, pemulung, atau orang-orang yang sering diabaikan dan bahkan dianggap tidak penting. Saya jauh lebih bisa menghormati mereka, ketimbang beberapa orang yang selalu menganggap diri penting.
Pamitnya saya untuk orang-orang di sekeliling saya, membuat saya berpikir dan bertanya pada diri sendiri, apa yang sudah lo buat, sampai mereka begitu sedih kehilangan lo, nyed. Saya si manusia arogan dan skeptis ini, manusia yang tidak bisa meminta tolong, namun dengan sigap menolong siapapun, tiba2 merasa terkejut dengan reaksi mereka saat saya pamit.
Ternyata, kehadiran saya cukup membantu sekeliling saya.
Apakah ini terdengar sombong?
I dont know. Yang saya tau, saya benci pujian. Saya melakukannya karena tugas. Bukan juga untuk menuai pujian atau bonus atau apapun. Saya melakukannya karena sebuah keharusan. Dan, ketika saya melakukannya, saya mengusahakan semaksimal mungkin.
Entahlah, ini karna Solo yang merubah saya? Atau memang, saya belum mengenali diri saya sendiri seutuhnya? Bahwa ada bagian yang sering saya lewatkan, ketika itu sebuah kebaikkan pada saya. Saya tidak seburuk yang saya pikir.
Saya terbiasa mencukupkan diri saya dengan semua logika yang bisa saya debat. Saya menjadikan diri saya, sebagaimana saya inginkan. Bukan bagaimana saya dipandang oleh orang lain. Walaupun, pada beberapa situasi, saya mengijinkan diri saya menjadi Munafik dan menafikan logika2 yang bermain. Beradaptasi dengan keadaan yang memuakkan tapi harus saya hadapi.
Bukan yang kuat yang bertahan, namun yang mampu beradaptasi dalam setiap situasi.
heeeey, nyed...
You did a good job, Non. Im proud of you.
Semoga saja, saya akan selalu memperbaiki diri saya, bukan untuk menyenangkan orang lain, namun untuk terus berevolusi menjadi versi terbaik bagi saya sendiri.
Untuk menjadi berkat bagi orang lain, dimanapun Yesus menempatkan saya...
Saya tidak gampang terharu. Namun, pada beberapa moment, ketika ada orang lain yang datang dan berterima kasih untuk hal baik yang saya lakukan, something melting inside me. Saya mungkin selalu terlihat jahat, sombong, out of manner, keras, sarkas, dan tidak bersahabat. I know it. But, the end of day, saya selalu berusaha untuk melakukan hal baik yang benar untuk orang lain.
Bukan untuk mendengar pujian atau kata terima kasih, nope. Lebih ke, kepuasan saya sendiri, saat saya mampu menolong orang lain.
Entahlah, ini karena Solo? Atau ternyata manusia keras kepala ini, punya sisi baik yang kadang ingin dia bantah.
Ah, solo...
Terima kasih banyak ya, untuk kejutan manisnya.
Terima kasih banyak atas semua pelajaran hidup yang diberikan.
sabar ya, nanti saya kembali lagi.
Perginya bentar doang kok...
Nyed_
Saya dan eset makan disalah satu warung Nasi Liwet yang cukup di gemari di Solo. Saat itu sudah jam 1 Pagi. Si mbahnya menyambut kami dan membuatkan pesanan kami. Saya dan eset menyantapnya dengan lahap. Selesai makan, kami masih duduk dan mengobrol disitu.
eset... kak, ko sadar ngga, ko tumben banget ramah sama orang.
saya tertawa sambil memaki si babs.
Eset... saya serius kak.
Saya... emang saya sejahat itu?
Eset... loh ko itu bukan jahat, ko cuman ngga ramah aja. Ko tau kan, negur orang itu bukan keahlianmu, apalagi menjadi ramah.
Saya tertawa geli. Bangkeeeeeee, wait... gw setidak bersahabat itu?
Eset... selama ini kamu kemana aja? Apa kamu ngga sadar, berapa banyak orang yang berakhir dengan "anaknya pak pendeta ini sombong", karena ko ngga mau negur dan ramah?
saya tertawa lagi. ...Mungkin karena saya di Solo ya?
Eset.... Berterima kasihlah pada Solo, kak. Karna Solo buat ko berubah banyak. Ko jauh lebih manusiawi.
saya ngomel trus ketawa trus ngomel sambil maki2. Hahahahhahahaaaaaa...
Saya... karna itu, saya ramahnya cuman di Solo aja, keluar dari Solo saya adalah saya yang ko tau. Tetap. Absolut dan tidak akan dirubah. hahahahahahaaaa....
entah bagaimana saya dimata orang lain.
Namun, menjadi menyenangkan orang lain dan mengubah bagaimana adanya saya, tidak akan saya lakukan.
Menjadi ramah, supel, pada beberapa situasi memang diperlukan. Namun, tidak selalu dibutuhkan.
tidak menegur orang lain, bukan karena sombong. Saya hanya tidak jago berbasa basi. Ini terdengar seperti sebuah retorik ya?
Sebab, menjadi baik itu secukupnya saja.
Jadi, sejauh apa solo merubah lo?
Sejauh mana, gw harus hidup di kota ini. Idealisme gw, terbentur pada tata krama yang terjaga turun temurun, dan sebagai seorang pendatang, bukankah sudah wajib untuk beradaptasi dengan baik?
Entah harus berapa puluh kali, tata krama saya harus di remed pun, saya akan tetap memilih kota ini untuk di hidupi nantinya. Kota tempat saya kembali. Tempat saya mengabdi. Kenapa? Karena kota ini, membuat saya bertumbuh dan berkembang dalam versi terbaik.
Selamanya, saya mengucap syukur pada Yesus yang membawa saya ke Solo,
Tempat dimana, mimpi besar saya menjadi sebuah kenyataan.
Berkah Dalem 🙏
Komentar
Posting Komentar