lama banget ya, ngga menulis kembali tentang Noke-nya saya.
Kapan ya terakhir?
Nok, rasanya terlalu banyak hal yang berteriak di kepala saya. Segala hal rasanya harus diprioritaskan. Sampai kadang, saya lupa, seperti papa bilang... saya hanya seorang manusia yang bisa lelah. Dan boleh untuk merasa lelah. Iyakan?
Pulang liburan kemaren, adalah pulang liburan terlama sejak saya pindah ke solo. Biasanya, saya hanya 3-4 hari, paling banyak juga 5 hari. Pulang dadakan juga palingan 2 hari aja.
Menemani mama merapikan tamannya, saya dan mama bercerita tentang waktu itu, pa.
Masih ingat ngga, perdebatan panjang saya dan papa? Bukan perdebatan aja sih, lebih ke "berantem" ya? hahahaahahahaaa... Papa masih ingat ngga ya? Harusnya masih ya. Ingetkan, pulang dari Ancol untuk pertemuan2 konyol yang papa ikuti. Pertemuan2 menjelang sidang sinode? Hahahahhahaaa... Pertemuan absurb dan ngga jelas! Ya iyalah, ngga jelas, karena disana semua berkumpul hanya untuk mendengarkan ide2 papa. Papa yang berbicara tentang banyak hal, sementara mereka? Hanya diam dan mengcopy dengan baik.
Kenapa saya dan papa bisa berantem?
Saya adalah manusia cepat bosan. Seharusnya papa menyadari itu dengan baik. Duduk ditengah banyak orang, bukan hal yang menyenangkan untuk seorang penyuka sepi seperti anaknya. Sementara saya tidak menemukan hal yang menarik disana, selain melihat manusia2 penjilat yang memuakkan. yaelah, udah jadi rahasia umum kali, kalo bapak saya ngga akan pernah menjadi ketum. Orang tolol juga paham kok. dan, saya mengucap syukur akan hal itu.
Noke itu manusia dengan idealis dan ide2 briliant. Gobloknya beliau, beliau selalu membagikan hal itu orang2 yang memanfaatkan ilmunya, yap... bapak saya baiknya keterlaluan, alias naif. Jadilah malam itu, saya ke papa dan bilang "kapan pulang, saya ngantuk". Papa langsung menatap marah ke saya. Namun, beliau segera pamit pulang.
Ini bagian lucunya ayah saya, beliau sangat senang kalo jalan di temani dengan anak dan istrinya. Apalagi kalo saya lagi ada dirumah. Bakalan disuruh ikut nemenin kemana-mana. Seneng sih nemenin papa, cuman menemani beliau ke acara2 itu "menghabiskan semua energi saya". saya bukan manusia yang suka keramaian dan berpesta dan ramai meriah bukan teman baik saya. Walaupun saya memahami, bahwa papa sangat membanggakan saya dalam segala hal. Makanya beliau suka banget ngajak saya kemana-mana, oh well, bahkan ke acara-acara pertemuan dengan pendeta2 dan sinode. jadi, saya tau banyak hal... hahahahahahahaahaaaa...
Oh okay, di dalam perjalanan pulang itu, saya diam aja. Mama duduk di belakang. Papa yang nyetir. Karna, saya marah dan ngga mau nyetir. Sebenernya, malam itu akan baik-baik aja, kalo saja saya bisa mengontrol emosi saya. Hanya saja, saya si anak manja keras kepala ini, emosi tingkat dewa. Sehingga semua pertanyaan dan pernyataan papa, saya diamkan.
dan papa ngamuk. Saya? Ngamuk lah. Kita berdua beradu argumen. Kalah? Nggalah. Saya ngga bisa dikalahkan. NGGA BISA. Saya ngga akan kalah, karna saya benar. Perdebatan panjang itu berlangsung mulai dari Ancol sampai Depok! Hasilnya apa? Papa nabrakin knalpotnya Rasco! Gimana saya ngga makin mendidih?
hhahahhhahahahaaaa... Memang ya, mengenang semua hal yang sudah lewat itu terkadang membuatnya terasa lucu. Konyol banget ngga sih, saya dan papa? Ngapain coba kita harus debat untuk sesuatu hal yang ngga penting.
Akhir dari debat itu ketika, saya mengucapkan hal yang selamanya tidak akan saya sesali...
".....papa buat itu untuk gereja, nona harus mengerti..."
dan, saya.... "papa tuh goblok apa gimana sih? Papa pikir mereka semua itu mau papa jadi sinode? NGGA! Mereka hanya manfaatin papa! Papa tuh punya otak, makanya harusnya mikir! Ngapain coba datang ke sana ngejelasin segala hal. Kebanyakan omong!
Papa diam. Mama memegang pundak saya.
tiba2 suara papa melembut, saya lupa deh papa bilang apa. Tapi, yang saya ingat, saya berteriak dengan sangat keras di muka papa ....PAPA NGGA AKAN PERNAH JADI SINODE!
dan sunyi. senyap. Ketika meneriakkan itu, saya tau, saya menang! I know, itu menyakitkan papa. Tapi, buat saya, papa harus tau, saya tidak suka papa ada di sinode itu. Tidak berada di sinode aja, papa sudah jadi sapi perahnya mereka. Apalagi berada di sana, NGGA! Papa saya lebih tinggi daripada sebuah kedudukan itu. Selamanya, saya akan bangga memiliki dia!
Sampai dirumah depok. Ada amor dan eset masih duduk2. Kalo saya lagi ngamuk, berasa banget suasana mencekamnya. Saya langsung turun dan banting pintu mobil. Papa memanggil saya "parkirin dulu, papa capek". Mau tau, jawaban saya? "parkirin aja sendiri, kan papa yang bawa" Sejenis anak bangsat ya? HAhaahahahahhahaaaa...
Saya masuk kamar dan banting pintu kamar. Amor dan eset hanya menatap saya dengan bingung. Besok pagi nya, papa mengetuk kamar saya dan membujuk saya untuk ke bengkel. Perbaiki knalpot rasco. Saya? Diam. Tidak bicara apapun. Bahkan sampe papa minta maaf berhari-hari kemudian. Ive told you, marahnya yedijah itu jelek! Dia akan mendiamkan orang itu dengan benar. Benar-benar diam.
Papa sampai bilang ke mama "keras betul wataknya anak perempuan ini. Dia udah berani mendebat saya, melawan sya, luar biasa betul, anak ini."
mama ....kaliankan duplicate kan? anak kesayanganmu kan. Yang ngga bisa dilawan.
Papa ketawa. ....dia sayang saya, non. Makanya dia begitu.
Rasco? oh udah dibuat dong, sama papa saya. Papa ngga mungkin ngga tau, kalo itu mobil kesayangan saya. Beliau akan menyempurkan semua hal yang rusak pada Rasco.
Kapan ya kita berdua baikkan lagi? 2 minggu? Lebih deh.
Pokoknya yang saya ingat, ketika saya pulang jaga. Saya nemuin WA papa "Ada mangganya nona di kulkas ya, udah papa kupas. Jangan lupa makan ya"
Hahahahahahahahahahahaaaa...
Aduh aseli, gw emang sebrengsek itu ke papa. Perdebatan-perdebatan kita bukan hanya waktu itu. Banyak betul. Hanya saja, itu menjadi salah satu perdebatan paling alot untuk kita. Didalam rumahnya NOKE, yang boleh beragumen hanya yang sudah Sarjana dan Bertitle. Selain itu, ngga boleh bicara. hahahahahahaaa... Makanya, dengan papa tuh, segala hal harus di nilai secara logis!
Dan kemaren, ketika saya dan mama menceritakannya kembali. Kami tertawa.
Mama bilang ....papa tuh kalo dengan kaka, papa ngga bisa debat banyak. Karna, papa dan kaka itu sama. Sama kerasnya. Sama2 kuat dalam pegang prinsipnya. Sama pintarnya. Sama berimbang rasionya. Makanya, papa kalo liat kaka udah marah, papa langsung ambilnya secara lembut. Karna, noke tau, noke yang membentuk karakter kalian menjadi seperti dia.
....Malam itu, abis kalian debat itu, papa ngga bisa tidur. Dia tinggal bilang ke mama "keras betul wataknya ya non?" "Betul2 tidak bisa dibantah" Pokoknya dia ngomong-ngomong gitu ke mama. Sampe mama bilang "sudahlah ya, kalian dalam rumah ini semuanya keras. Kau kan yang bentuk karakternya mereka"
Saya tertawa mendengar cerita mama. Iya sih. Bagi beberapa orang terdekat yang mengenal kami dengan baik, mereka akan setuju bahwa saya adalah Noke. Amor mengambil papa dalam hal pintar, teolognya dan baik hatinya. Eset mengambil sisi "jahatnya" hahahahahahahahhahaa... Sisi dimana papa suka menghadang preman, ngebut, dan semua hal keren yang tidak pada umumnya. Saya? Semuanya NOKE, baik itu sisi baik dan jahatnya, tempramennya, marahnya, ngamuknya, sarkasnya, kerasnya, semuanya! Makanya, saya bilang, saya tidak sebaik yang kamu pikir.
Trus ngapain lo nulis ini, bukannya ini bakalan sisi negatif ya?
Ngga papa, ini salah satu kenangan saya dengan papa. Ngga ada keluarga yang hidupnya baik-baik saja. Ngga ada. Beda persepsi. Berantem. Saling mendiamkan dan memaki. Hal-hal itu menjadi pembelajaran hidup yang benar. Kenapa benar? Kalo di dalam rumah, kamu tidak bisa mendebat dan pendapatmu tidak bisa didengarkan atau diutarakan, kamu tidak akan pernah berani bicara di luar sana. Kamu dibentuk di dalam rumahmu.
dan beginilah saya yang dibentuk oleh ayah saya. Saya harus berani. Saya tidak mundur hanya karena di bentak. Hidup tidak selalu menyediakan hal-hal yang kita inginkan. Justru, saat kondisinya tidak sesuai dengan harapan kita, disaat itulah kita akan bertumbuh. Tergantung bagaimana kita menyikapinya.
saya tidak bilang bahwa dalam keluarga harus ada "berantem" ya. Setiap keluarga pasti beda-beda dalam menyelesaikan persoalannya, dan di dalam keluarga kami juga ngga setiap masalah diselesaikan dengan perdebatan alot. Ngga. Tapi, dalam setiap musim hidup yang kami lalui bersama, ada masa dimana, ego saya terantuk pada beliau yang saya hormati. Kesoktauan saya sebagai "yang paling paham" bertabrakan dengan pengalaman2 hidup belia yang begitu saya banggakan.
Namun, setelah perdebatan2 itu, saya akan selalu menemukan kami duduk di teras dengan setumpuk jajanan dan obrolan santai. atau cerita tentang kasus2 yang saya hadapi di rumah sakit atau cerita papa di kantor, atau cerita2 ngalor ngidul aja.
Menghabiskan waktu dengan Noke di terasnya adalah salah satu moment terbaik dan terfavorite saya. Dan, bila saja, hidup memiliki cetakan kedua, saya akan meluangkan lebih banyak waktu untuk menciptakan moment2 bersama ayah saya.
ah, papa...
ini udah masuk tahun ke 6 loh. Tanpa papa.
Hanya saja, sejauh apapun papa pergi. Setiap kali, saya pulang ke rumah, akan selalu ada cerita tentang papa. Selalu ada.
Entah cerita itu diceritakan kembali atau cerita baru yang diceritakan oleh orang2 yang tidak terduga tentang Papa.
Bagaimana bisa, saya berhenti merindukan papa.
Bila dalam setiap gerakan saya, papa ada disana. Papa menggerakan saya untuk menghidupi mimpi2 saya. Papa ada disana.
Semoga saja diatas sana, Goel dan Astrid, tidak sekeraskepala saya ya?
hahahahahahahaaa...
Kerasnya papa, cukup tinggal untuk saya aja. Iyakan, pa?
Nyed_
Kenapa lo marah tentang pertemuan di Ancol nyed?
Karna beberapa orang yang datang di sana adalah orang-orang bermuka 2, yang menjelekkan papa dibelakang2. Orang-orang penjilat supaya dapat "cekeran". Ada yang kayak gitu? ada dan banyak.
Makanya kenapa saya gemes banget, papa bisa begitu merangkul dan baik sama manusia2 bangsat kayak mereka.
ini out of topic ya,
waktu dulu gpib imanuel gambir di gembok dan sinode tidak bisa masuk. Lalu, mama cerita bahwa papa akan masuk untuk buka gembok, dalam perjalanan mereka kesana, saya menelpon papa... Saya marah. Saya ngamuk. Tau apa yang saya katakan pada beliau? ...papa ngapain tolongin mereka? Papa lupa gimana mereka buat papa? Buat apa papa bantuin sinode itu! papa stop ya! Papa tuh goblok bangeeeeet!
Dan saya meneriakkan segala sumpah serapah dan makian pada papa saya.
Papa ....papa tidak ajar nona untuk membenci kan? Kasih itu mengampuni, sayang. Papa tidak lakukan ini untuk Sinode. Papa lakukan ini demi Gereja, non. Dengerin papa, Nona diberkati karena Yesus memberkati papa dalam ladang yang Yesus percayakan. Nona? Papa tau nona marah, tapi papa juga mau nona mengerti.
Saya menutup telponnya dan berteriak marah. Saat itu, saya sedang PTT di Klafdalim, Kab. Sorong.
dan, kebaikkan hati itulah yang selalu saya kagumi dari ayah saya. Dihina, dikatain, diludahin, difitnah, direndahkan, namun hatinya tetap baik. Dan, inilah yang membedakan saya dengan papa. Saya tidak bisa memaafkan orang yang jahat untuk kita.
....ale rasa beta rasa, potong dikuku, rasa di daging...
Siapapun yang menyakiti saya, ngga akan mempengaruhi saya. Namun, siapapun yang menyakiti ayah, ibu saya, tidak akan pernah saya lupakan.
Jadi, jangan kaget ah, kalo dalam pertemuan-pertemuan tiba2 ada yang saya lewatin dan ngga saya anggap ada. Atau saya lewatin jabat tangannya. Atau, saya anggap angin.
Saya bukan orang yang bisa marah tanpa alasan. Nope, karna itu, saat saya marah, saya melakukannya dengan benar!
Nok, masih boleh cerita yang lain lagi ngga? hahahahahhahaa...
Boleh ya?
I miss you, Bapak Pendeta.
ini salah satu foto di IG saya. 2014. Foto ini dikirim oleh salah seorang teman saya, dia dapat dari FB GPIB, dan di foto ini, hampir semua komen tentang betapa hina dan rendahnya ihalauw. Mungkin anjing aja masih ada harganya, ketimbang ayah saya.
Namun, itu gilanya ayah saya. Beliau tidak gentar. Tidak mundur. Tidak beranjak. Kebenaran yang dia perjuangkan, walaupun berliku akan tetap dia perjuangkan. Sekalipun, dia harus melawan arus dan berdiri sendiri.
.....papa kuat kok, Yesus ada bersama papa, dan kalian ada disamping papa...
End of debate.
Komentar
Posting Komentar