pa,
Entah kapan waktu terbaik untuk pulang ke ambon dan membawa abu papa.
entah kapan saat terbaik untuk melarung papa pada tempat yang papa rindukan, AMBON.
rasanya berat, pa.
Berat memikirkan harus ke AMBON untuk berpisah dengan papa, sekalipun dalam bentuk abu. Mungkin, ini salah satu hal, yang membuat saya menghindari ambon.
memulangkan papa, pada tempat kelahiran papa, AMBON.
Melarung abu papa, pada laut ambon. dan lalu, berpisah dengan papa. Bahkan di tahun ke 3, dan saya masih enggan melepaskan papa. Saya membuat banyak alasan untuk menahan papa disini. Saya, bodoh kan pa?
Saya, tau papa begitu mencintai ambon, hingga berniat pensiun dan memiliki rumah tepi pantai disana. Hanya saja, Yesus menyediakan cerita lain. Yesus memanggil papa pulang dan menghentikan mimpi papa tentang pensiun di Ambon.
Papa ingin kembali pada AMBON, namun bukan dalam raga yang utuh. ABUnya yang akan dilarung disana.
entahlah papa, kapan waktu yang tepat. Setelah amor menjadi pendeta? Setelah eset lulus kuliah? atau, saat saya menikah? Mungkin, yang paling bener adalah setelah amor diteguhkan ya pa? Setidaknya, papa ada dulu saat amor diteguhkan, setelahnya baru kita pulangin papa ke AMBON.
Bagi saya, AMBON bukan hanya kampung halaman papa. Namun, pada akhirnya AMBON adalah tempat papa tidur untuk selamanya.
"Kalo nanti ada waktu yang baik, papa mau kalian bawa abunya papa dan dilarungkan di laut ambon. Papa pengen kembali kesana. AMBON. Tempat kelahiran papa. " Ini permintaan papa 1 tahun sebelum meninggal,
I know, papa sudah bersama Tuhan Yesus dan berbahagia disana. Its just an ash. Tapi, "terasa" papa masih ada disisi. Rasanya, "masih ada" papa disini.
Saat saya bercanda pada semua orang, tentang menikah di ambon. atau akan ke ambon, dalam hati saya menolak pa. Bagi saya, ke ambon adalah waktunya memulangkan papa. Rasanya saya tidak pernah siap.
Sekalipun, hanya berbentuk abu, namun bagi saya, itu adalah papa.
Papa, jangan marah ya, kalo saya ngga dengan orang Ambon? Saya, serius pa. Biarin amor dan eset aja ya, yang dapetin orang ambon, seperti yang papa mau.
"Papa tidak larang kalian pacaran dan menikah dengan suku mana saja. Tapi, kalo bisa, ambon aja" SEBUAH PETUNJUK KHAS NOKE...
Saya pikir, saya ngga bisa dengan orang Ambon deh, pa. Ngga bisa. Ngga mau. Rasanya "ngga pas" aja. Rasanya ada yang salah aja. Sebaik apapun cowo itu. Seperfect apapun dia. Rasanya, saya ngga mau, pa.
I know, papa pasti bakalan ngedumel dan nasehat panjang lebar. Dan yang pasti, papa bakalan ngebela cowo itu, apalagi kalo papa kenal dengan keluarganya. Iyakan? Benerkan?
Papa tau,
Beberapa hari yang lalu, ada perawat disini yang pacarnya orang ambon dan dia diajak natal ke Ambon. Pacarnya itu ngirimin video suasana natal di Ambon. Bagus banget pa. Ambon seperti city of light. Ambon bercahaya. Pada setiap sudut jalannya ada pohon natal dan hiasan natal. Suasananya terasa banget.
Bagus banget. Ya iyalah, orang ambon emang jagonya dalam hal seni dan music. Mendekor dan menciptakan "suasana". Makanya, banyak yang bilang....cowo ambon itu romantis. 😏
Ya ngga salah sih, emang kebanyakan begitu.
dan lalu, perawat itu bertanya pada saya "dokter yedy ngga mau pulang natal di ambon?"
Saya menggeleng mantap. Rumah saya di jakarta (*gilaaak sombongnya) hahahahhahahaa... Kalo ke AMBON, saya mau ngerayain dengan siapa? Eh ada tante ita sih, cumankan mama ngga disana ya. Ngapain juga. Amor dan eset juga ngga disana. Kan nda lucu aja, saya disana dan sendiri.
AH, papa... Seandainya saja, saya boleh menyimpan abunya selamanya. Tanpa harus merasa "kehilangan" ke dua kalinya. I dont know pa, tapi saya "takut" melarung abunya papa, menjadi patah hati terbesar saya selama hidup.
Ketika papa meninggal, saya menguatkan diri saya, dengan mengingat bahwa papa ada hanya saja dalam bentuk abu. Papa sudah bersama Yesus, namun abunya masih disini. Papa "masih ada" walau tidak lagi terpeluk.
dan, waktu terus berjalan... semakin hari, rasanya semakin dekat waktunya. Saat mengakhiri hari, saya selalu bertanya, "sampai kapan, papa akan disini?", "kapan kita ke Ambon?'
Rasanya, tidak pernah siap pa. Rasanya, masih patah hati. Rasanya berat.
AMBON.
Semoga saja, suatu hari nanti,
saat waktu baik itu tiba dan kami harus pergi padamu.
Kami bisa menikmati waktu disana, di AMBON.
Kami bisa memulang papa pada tempat yang dirindukannya, AMBON.
Semoga saja, waktu itu tidak lama lagi.
Mungkin diatas sana, papa sudah rindu untuk pulang.
Hanya saja, beliau harus menunggu, waktu terbaik untuk pulang.
Beliau menunggu kami mempersiapkan waktu dan hati kami.
Agar saat kami mengantarnya pulang, bukan tangisan yang mengiringi...
Namun, senyum dan syukur yang naik, karena papa telah kembali pada kampung halamannya.
AMBON.
Semoga suatu saat nanti saya akan mengunjungimu dengan sering.
Semoga saja, suatu hari nanti, ada alasan lain saya harus kesana, selain untuk "melihat" papa disana. Melepas kangen pada papa.
AMBON.
suatu waktu nanti, pulang ke ambon adalah bahasa lain dari "menemui papa"...
Benyada Remals "dyzcabz"
AMBON
kamu adalah tempat leluhur saya, tempat opa saya melayani jemaatnya dan mengabdikan dirinya sebagai hamba Tuhan pada pelosok ambon, tempat dimana Oma saya memulai ceritanya sebagai seorang pengajar dan pendidik. Kamu adalah tempat dimana Noke memulai mimpinya untuk menjadi seorang Pendeta, seperti ayahnya.
dan pada akhirnya, kamu adalah tempat dimana mereka ingin beristirahat untuk selamanya. Pulang pada Ambon, terpeluk dalam tanah dimana mereka dilahirkan dan nanti, menyatu dengan laut dimana ayah saya dibesarkan.
Mungkin, saya belum mengenalmu dengan baik, walaupun darah saya adalah ambon. Semoga suatu hari nanti, saya menemukan alasan-alasan lain, yang membuat saya jatuh hati disana, bukan hanya karena darah saya maluku. Namun, alasan terbaik yang membuat saya memahami, mengapa papa saya berkeras, beliau harus "kembali" pada tanah kelahirannya.
Tuhan menjagamu Ambon.
Komentar
Posting Komentar