Pulang ngga ya?
Kalo pulang, bahaya ngga ya?
Aman ngga ya?
Besok, saya akan pulang ke rumah. Ngga ada yang tahu, kecuali elkhesed. Mama juga ngga. Ini bukan surprise sih ya, cuman saya emang ngga bilang aja. Ngga dadakan juga, karna udah saya pikirin dengan matang.
I miss home.
Hanya saja, beberapa hari terakhir ini kok rasanya "nelangsa" aja. Galau, pulang atau ngga. Karna, kasus omicron mulai ada, memang belum meningkat. Hanya saja, "perjalanan pulang" saya menjadi tanya bagi saya, saya mungkkn membawa ngga ya. Jangan sampe saya yang nyebabin orang lain sakit, apalagi orang rumah. Egois ngga sih, saya memaksa untuk harus natalan di rumah. Kenapa saya ngga bisa sabar dulu.
Masalahnya saya kangen banget pulang ke rumah. Jakarta. Mama. Amor.. Eset.
Disini pun, saya ngga natalan dengan siapa2. Ya, emang ngga harus juga, natalan dengan siapa2. Tapi, terakhir pulang jakarta itu bulan maret kalo ngga salah. Udah sampe hari ini, saya belum balik lagi.
Saya manja banget ya? Dulu waktu di Sorong aja, saya biasa aja, ngga pulang natalan. Ya karena disana ada oma, ada keluarga. Ada orang2 tempat saya bisa ngerayain natal bareng.
Nyed, plis... Pas koass lo juga natalan sendiri and thats fine. Iya sih. Natal sendirian bukan sebuah masalah besar. Tapi, saya kangen rumah. Serius.
Dan tiba2 H-1 pulang, saya merasa "nelangsa" tentang kepulangan ini. Batalin? Atau lanjut pulang.
Ini pertama kalinya, saya bakalan naik pesawat lagi setelah 2 tahun pandemi. Terakhir, tahun 2019, ketika batal melarung abu papa ke ambon dan lalu, saya jalan2 temani mama ke sorong. Setelah itu pandemi.
Papa, saya pulang aja kan? Iyakan?
Tau ngga, kalo papa masih disini, dan beliau tau saya ragu untuk pulang. Beliau akan jemput saya via darat, yep...papa saya segokkil itu, karna anaknya semenyebalkan dan merepotkan itu. Selalu. Papa selalu, membawa saya kembali pada kepercayaan diri saya. Papa selalu, menemukan cara untuk menenangkan dan memenangkan ego saya. Papa selalu tau, bagaimana menghandel saya.
Mungkin bagi sebagian orang, ngapain banget harus jemput susah2 kesana. Ngapain. Namun, papa saya selalu ajaib dengan caranya hahahahahahhahahahahaaaa....
Nih ya, saya cerita ketika saya SD dulu di Makassar. Kita lagi reat2 di salah satu Kapel Katolik di daerah Tamalanrea. Waktu itu lagi panas2nya situasi ambon. Hingga, tersiar kabar kapel akan diserang oleh sekelompok ormas. Kita semua dipulangkan dengan segera. Saat itu, kebanyakan orang tua, tidak berani keluar untuk menjemput. Mereka menitipkan anak2nya ke mobil sekolah, dan itu tengah malam. Karna kami dapat kabar, bakalan ada penyerangan saat itu juga. Panik dong.
Saya menelpon papa melalui hp bu guru. Saya bilang, saya ngga mau naik mobil mereka. Entah kenapa, saya lebih merasa aman bila papa yang jemput. Papa langsung mengiyakan dan menjemput saya. Ketika, papa datang, si suster itu juga menitipkan beberapa anak lain, untuk diantar ke rumah mereka.
Papa langsung datang. Papa menjemput saya, saat saya ragu untuk pulang sendirian. Bahkan, mama ketika saya telpon, mama bilang gini ...kaka pulang dengan suster aja dulu, soalnya gereja lagi dijaga ketat. Nanti, mama kasih tau papa.... Tapi saya tau, papa ngga akan membiarkan saya sendirian.
Dan hari ini, saya berharap papa ada disini. Untuk meyakinkan saya, bahwa pulang aja ke rumah, semua baik2 aja kok.
Sedikit cerita ya, melanjutkan cerita tentang situasi di Makasar kala itu. Semua gereja di jaga ketat oleh tentara. Semua pendeta2 beserta keluarganya diungsikan dari pastori. Termasuk, kami berempat. Hanya papa yang tinggal di pastori. Papa, satu2nya manusia keras kepala yang berkeras tidak akan meninggalkan tempat tugasnya (*GPIB BAHTERA KASIH). Padahal dalam daftar nama yang diberikan oleh yang berwajib, nama papa kedua dari target mereka. Hufh...
Saya masih mengingat, sore itu papa memanggil kita ber3. Sebelum kami berangkat ke Malino. Papa menasehati kami dengan banyak hal. Saat itu, di meja makan, saya menangis dan marah. Saya tidak siap kehilangan papa. Apapun yang terjadi, saya mau papa ikut ke malino. Papa menolak dengan tegas. Saat itu, malam sebelum kita naik ke malino, papa memberkati kita bertiga. Papa memakai toga, membawa kami bertiga ke depan mimbar, berdoa dan memberikan berkatnya.
Saat itu, saya hanya bisa menangis. Saya pikir, hari itu adalah hari terakhir saya akan melihat papa. Saya tau, inilah tugas papa. Saya tau, papa saya tidak akan mundur apapun yang terjadi. Bahkan, saat pimpinan tentaranya memaksa papa untuk ikut kita ke malino. Papa menolak. Mau tau, apa yang papa bilang ke beliau? "Saya tanda tangan untuk mati demi Kristus, bukan hanya hidup demi Kristus. Saya akan berjaga dengan kalian. Saya tidak akan kemana-mana. Tuhan akan melindungi saya ditempat ini"
Selama 5 hari, papa berdoa didalam gereja. Beliau membuka semua pintu2 gereja. Bener memang, mereka datang ke gereja, segerombolan ormas naik truk. Namun, ajaibnya.... Mereka tidak melihat gereja Bahtera Kasih. Mereka memutari tidung, lewat didepan gereja, tapi mereka "seolah buta" bahwa ada gereja disitu.
Hari ke 6, kami pulang ke rumah. Papa menyambut kami. Beliau memeluk kami. Hari itu, saya memahami, Yesus yang saya imani melindungi kami. Beliau meluputkan bahaya dari kami. Yesus adalah penjaga kami.
Papa saya, imannya sangat kuat. Dia selalu percaya, Yesus bersamanya. Dia selalu mengimani, segala sesuatu yang dia minta akan dijawab oleh Yesus. Karnanya, papa tidak pernah khawatir tentang apapun, bahkan ketika kematian menjemputnya. Papa dengan tenang, menyerahkan hidup nya, kepada Yesus. Waktunya telah selesai. Beliau pulang, pada sahabatnya.
Ah, papa....
Saya kangen papa. Biasanya, tanggal2 begini, kita bakalan sibuk jemput papa ke gereja. Bakalan mulai berunding, natal ke gereja mama atau papa. Bakalan sibuk, nyari warna baju yang biar bisa seragam warnanya. Kita mulai belanja untuk open house. Papa dan mama, selalu open house tiap Natal. Selalu.
Dan yang datang tuh, rame banget. Ya namanya juga pendeta ya. Jadi, banyak banget yang datang.
And, i miss you, pa. Saya kangen masa2 itu, masa dimana pulang jaga sebelum malam natal, menemukan papa sedang sibuk mengatur dan menata rumah. Menata pohon natal. Papa, selalu bisa menata rumah, agar terlihat "wah". Papa, selalu tau, bagaimana menghias rumah dan isinya. Sehingga setiap mereka yang datang, pasti kagum.
Semoga saja, suatu hari nanti, saya menemukan seseorang yang memiliki jiwa seni seperti papa. Yang mampu mendekor, menata, menghias rumah dan isinya menjadi sesuatu yang indah untuk dinikmati bersama.
Papa, mungkin aja, perasaan ini gara2 dalam 2 tahun ini, saya bekerja di ruang covid. Saya bekerja full dalam isolasi. Saya menyaksikan banyak kematian dihadapan saya. Apalagi juli tahun ini, adalah moment yang melelahkan hati, pa. Saya kehlangan sahabat2 saya. Saya menangisi kepergian orang2 terdekat yang saya kenal.
Hingga pulang ke rumah setelah sekian lama, menjadi tanda tanya bagi saya.
Atau, ini adalah kali pertama, anaknya papa "hidup" diluar rumah. Nope, maksudnya... Memiliki "pekerjaan tetap" diluar rumahnya. Selama ini, saya selalu menginginkan kerja didekat mama dan papa. Hanya ketika PTT aja, saya terpisah. Namun, kali ini, saya benar2 sendiri. Hidup dengan apa yang saya miliki. Berdiri sendiri mencapai mimpi besar saya.
Harus nya saya melakukannya dari dulu pa. Saat papa ada. Hingga papa bisa melihat, bahwa apa yang papa nasehatkan untuk saya, sudah saya lakukan dengan benar. Papa meminta saya menjadi PNS, dan saya mengikutinya. Tinggal, mimpi besar kita, pa. Sekolah lagi.
Mungkin karena ini ya, pa. Jadinya, saya "galau sendiri" ya? Antara pulang atau tidak.
Saya akan tetap pulang, pa. As always, keputusan saya tidak selalu benar. Tapi, saat saya memutuskan sesuatu, saya akan menjalaninya dengan benar. Apapun resikonya. Thats my point.
Ga tau, pa. Beberapa hari terakhir ini, mood saya lagi ngga beres aja. Walaupun, segala sesuatu berjalan dengan sangat baik disini. Sangat baik. Dalam 1 tahun saya disini, saya menjalani tugas dengan baik, saya mampu bekerja sama dan menyelesaikan tugas dengan bertanggung jawab. Semua baik, pa. Papa pasti tau kan, seberapa "freak" nya saya kalo diberi tanggung jawab.
Sekalipun ,, ,ngeluh, moodswing, namun tugas harus dikerjakan dengan baik. Sebaik-baik nya. Atasan saya juga memuji, hasil kerja saya. Saya menjalaninya dengan baikkan? Saya menjadi saya disini pa, seperti yang saya mau. Berkembang dengan semua ilmu yang saya miliki. Saya, tanpa bantuan orang lain. Tanpa nama besar siapapun. Memulai segalanya dari 0. Sehingga, saya tidak punya utang budi pada siapapun. Bila, ada yang harus saya ucapkan terima kasih, semua hanya untuk Tuhan Yesus.
Karna kebaikkannya dan kemurahannya, saya bisa melangkah sejauh ini. Hanya karena belas kasihnya. Bila bukan Yesus, saya tidak mampu melewatinya.
Natal ke 3, tanpa papa.
Rasanya pasti lengang pa. Tanpa papa. Namun, di tahun ke 3, ada yang berubah. Saya memiliki "tempatnya" sendiri. Dan, saya pulang pada rumah kita, pa...
Pulang tanpa kembali, pa. Saya tau itu rumah, hanya saja tanpa papa ada disana.
Ini sebuah cerita tentang pulang. Kembali ke rumah.
Apapun ceritanya, perjalanan pulang selalu menimbulkan sukacita tersendiri. Bertemu dengan mereka yang tersayang. Menemukan kembali kamarmu, suasana rumah, peliharaan kesayangan.
Menemukan dirimu, dalam bentuk paling kacau, namun tetap diterima dengan penuh kasih sayang....
Aku, menemukan rumahku, saat bersama mereka. Mereka selamanya menjadi tempat aku pulang. Hingga aku menemukan rumah masa depanku, mereka selamanya menjadi rumah ternyaman untuk kembali.
Pulang. Rumah. Kembali.
Benyada Remals "dyzcabz"
Dan untukmu, selamat berbahagia dengan siapapun yang nantinya mendampingi mu...
Komentar
Posting Komentar