Langsung ke konten utama

Tentang Noke #74

Saya rindu papa. Itu aja.

Mau cerita banyak, tapi papa ngga ada.
Mau manja, tapi papa ngga disini lagi.

Mau marah2 ngga jelas, tapi orang yang ngertiin saya tidak lagi disini.

Mau ngaduin banyak hal, papa saya ngga ada lagi.

Nelpon papa berkali-kali, tidak juga ada suara berat itu menjawab telpon saya. Biasanya saya mendiamkan telpon beliau. 

Its hurt me so deep, dad. Papa seolah mengabaikan saya. Papa seolah acuh, mendiamkan telpon saya. 

You're missing from me dad. Everyday. 

Saya mulai merangkak untuk membiasakan diri. Perlahan tapi... 

Papa,
Do you miss me?

Ngga ya? 

Papa,
Udah seneng ya disana.

Papa ngga inget saya?
Papa ngga rindu saya?
Papa tau ngga, saya kangen banget.


Im not crying dad. Iam not.


Saya, memaksa diri saya untuk berdiri lagi, setiap kali saya rapuh, pa. 
Setiap kali saya ingin papa ada. Saya memarahi diri saya untuk itu.

Saya menampar keberadaan saya untuk tetap terjaga dengan kenyataan yang ada, pa.

I miss you so bad, nok.
And i cant do anything for having you again.

Saya membiarkan saya yang lain pergi, pa.
Saya tidak butuh dia kembali, bila itu harus menghancurkan apa yang sudah saya lewati sejauh ini.

Saya menerima keadaan dengan tertatih, pa.
Saya, mencoba hidup tanpa sebagian saya yang pergi itu.

Memaknai hidup kembali, tanpa papa. 
Rasanya kata2 ini sudah saya tuliskan ribuan kali. Namun, si cengeng ini tetap saja menangis, setiap kali dia kalah dan papanya tidak disini.

Papa jangan terlalu manjain goel dan astrid. Nanti kalo papa pergi mereka akan sedih, seperti saya, pa.

Papa selalu hidup dalam cerita yang kami ceritakan beratus kali disini. Didalam rumah ini. Setiap hari, selalu ada cerita tentang papa yang disebutkan. Selalu, pa.

Papa akan selamanya tinggal didalam gerakkan kami. Cerita kami. Hidup kami. Nasehat2 bijak kami. Contoh2 hidup kami. Nama papa, selalu disebutkan disana. Diletakkan pada tempat yang tidak bisa tergantikan.

Pada setiap keputusan2 yang saya buat, saya selalu mengukurnya dari sudut pandang Noke, Yesus menganugerahkan hikmat pada papa, lalu papa meneruskannya pada kami. Melalui nasehat, ajaran, obrolan2 kecil dan doa2 yang beliau naikkan untuk kami.


Sometimes, saya hanya ingin dengar suara papa. Suara yang mengingatkan saya. Suara yang menyadarkan saya. Suara yang menenangkan saya. 

Papa yang selalu percaya bahwa saya mampu. Suara yang menaikkan doa untuk apa yang saya cita2kan dan suara yang mengucapkan berkat untuk apa yang kerjakan. 

Tuhan Yesus, papa ngga bisa balik lagi ya? 
Sebentar aja mungkin?
Sekali aja?

Hadiah ulang tahun saya, boleh ya? 
Sebentar aja. 

Boleh? Bentar aja. 

Saya hanya mau peluk papa. 
'Im not okay, but thats okay, pa'


Dari saya,
Anak perempuan kesayangan Noke.

Benyada, anak Noke.


Benyada Remals 'dyzcabz'

Bila suatu hari, kita bisa bertemu kembali, pa.

Saya tidak menjanjikan banyak hal untuk papa.
Saya hanya ingin memeluk papa, setiap kali saya pulang kerja.

Saya ingin papa tau, papa tidak pernah sendiri, sekalipun kami terlihat cuek, tidak peduli, papa memiliki kami. 

Sejauh apapun waktu mendewasakan kami, hingga Yesus mendengar doa papa dan mama untuk masa depan kami,
Papa akan selalu menemukan kami, 
pulang pada papa.

Sebab, sejauh apapun hidup membawa kami pergi,
Papa dan Mama adalah rumah terhangat untuk pulang.

Masa depan tidak dibentuk hanya dari hari ini, pa.
Masa depan adalah pelajaran masa lalu dan perjuangan hari ini. 

Saya mempelajarinya dari papa dan mama.

I miss you, pa. I do. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...