Saya jatuh hati.
Saya melihatmu pertama kali, saat baksos yang sebenarnya tidak saya minati.
Entahlah, saya memang tidak sedang ingin "berbaksos ria", sore itu.
Saya menyapamu pertama kali, dengan nada merengut, malas dan kaku. Saya bahkan tidak melihat "bagaimana" kamu. Saya terlalu fokus pada spuit 1 cc dan ampul epinefrin. Kamu terlewati begitu saja.
Kita terlibat pembicaraan pertama kali, ketika salah seorang warga bilang ada yang "sesak dirumah", mereka meminta salah satu dari dokter untuk datang memeriksa. Kamu memanggil saya. Dan 5 menit pertama kita, dihabiskan dengan debat, "bagaimana" cara menolongnya. Kamu menyerah, lalu mengikuti ide saya.
Saya menggenggam tanganmu pertama kali, saat melewati medan "off road" yang memaksa kita harus turun dan jalan kaki. Menuju rumah si bapak. Dan bodohnya saya, saya masih kekeuh dengan sepatu kesayangan saya. Yang akhirnya, saya buang, demi tidak terpeleset. Dan entah bagaimana 2 mggu kemudian, sepatu itu dikirim ke rumah dan kondisi "nyaris seperti baru". Kado pertama kamu, untuk saya.
Perdebatan pertama kita, bukan tentang menu makanan atau tempat ngedate. Bukan juga film yang harus ditonton. Namun, "rute" air terjun yang mau kita datangi untuk refreshing. Dan kamu benar, saya benar2 buta tentang peta. Lalu sulit mengingat petunjuk. Kamu ada disitu, memastikan KITA tidak tersesat.
Romantisme pertama kita? 48 jam pertama, dari obrolan pertama kita. Saat saya kehabisan piring makan, lalu kamu membaginya. Kita sepiring berdua. Agak risih sih, kita bukan teman akrab. Kita baru kenal. Namun, kamu menyamankan saya. Walaupun saya hanya makan beberapa sendok, dan kamu cukup tersungging karena itu.
Kamu meminta tolong pada saya pertama kali, untuk membuatkan kopi. Padahal kamu tau betul, saya bukan bagian konsumsi. Its make me flutter
Setelah itu, kamu tidak terdengar lagi kabarnya. Kita sama2 menghilang. Kita baahkan tidak saling bertukar no.telp atau apapun. Saya pikir, ini cuman sebuah "selingan", ini bukan rasa yang harus di"seriusi".
1 bulan kemudian.
Kamu berdiri didepan pintu rumah saya. Menemui papa dan meminta izinnya untuk mengajak saya keluar. Hei, kita bahkan tidak pernah berjanji apapun. Baksos itupun berakhir begitu saja, tanpa ada cerita tentang "kelanjutannya". Lalu, kamu tiba2 ada? How sweet. Ah,membingungkan.
Sebutlah ini kencan? Atau "jalan bareng" pertama kali... Kamu jauh lebih diam dan kikuk. Lalu saya lebih banyak bertanya. Klop. Saya rame sendiri. Kamu, hanya menjawab seperlunya. Saya menggerutu dalam hati. "Kenapa jadi sok asik gini" Kita bertukar no.telp. Kamu bilang, kamu akan sering datang. Saya hanya mengangguk. Kamu pulang.
1 mggu lewat. 2 minggu lewat. 3 minggu lewat. Kamu hanya menghubungi sesekali. Memberitahu keadaanmu, walau saya tidak bertanya. Kamu merekam saat kamu dibermain gitar, memainkan lagu kesukaanmu. Yang tanpa saya sadari, saya lantunkan setiap kali saya menyetir pulang jaga. Atau saat saya sedang duduk sambil membaca buku. Lagumu.
Bulan ke 6 sejak kita pertama kali jalan bareng. Kamu bertamu kembali ke rumah, setelah pulang dari kerjamu. Kamu jauh lebih rapih dari yang biasanya. Kamu tidak mencari saya. Tapi kamu menemui papa dan mama. Kamu bilang, kamu serius tentang kita. Kamu akan menikahi saya.
Untuk pertama kalinya saya melihat papa begitu semangat. Begitu ceria. Tertawa lepas dan santai. Kamu dan papa terlibat obrolan serius. Kamu mendengarkan apa yang papa nasehatkan. Ah, saya jatuh hati melihat kalian. Kamu. Iya kamu, kamu yang saya inginkan disini. Kamu yang saya doakan untuk Tuhan. Kamu.
Sebelum beranjak pulang, saya mendengar papa dan kamu berbicara
"Baik2 ya, kalian berdua sampe waktunya tiba. Saling memahamilah dengan baik sebelum kalian melangkah kearah yang lebih jauh. Terima kasih, karna sudah datang dan menemui saya. Sebagai ayah, saya sangat tersanjung karna kamu berani datang dan menyampaikan njat baik. Mulai hari ini, jangan panggil Oom lagi, panggil papa aja. Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga ini"
Saya mengantarmu ke mobil. Kamu bersenandung kecil. Wajahmu jauh lebih tenang.
"Aku udah dapetin lampu hijau dari papa, jadi...tahun depan kita nikah."
"Kamu blom ngelamar aku,raf"
Kamu mengernyitkan dahi. Seolah berpikir keras
"Masih penting ngelamar lagi? Bukannya yg paling oenting ijinnya bos besar?"
"Tapi yang hidup dengan kami itu aku"
"I love you..."
Kamu mencium bibirku.
"I want you..."
Sekali lagi kamu mencium bibirku, membuatku terkejut, lalu segera naik mobil.
"Besok, kita ketemu sama papa mamaku ya."
"......"
"Jawab i will nya besok aja ya, didepan keluargaku" ucapmu sambil mengedipkan mata.
Benyada remals "dyzcabz"
#cerpenrandom #2
****************************************
Komentar
Posting Komentar