Langsung ke konten utama

Postingan

Jeleknya kukang

hal yang paling saya benci, setelah papa pergi adalah... saya tidak punya tempat untuk mengeluh. saya tidak memiliki tempat untuk berkeluhb kesah dan menjadi manja. saya kehilangan "tempat ternyaman" di mana saya boleh menjadi apa adanya saya. Sebagaimana adanya saya, tanpa perlu berkuat dan terlihat hebat.  Papa adalah tempat ternyaman saya. Dengan laki-laki tua itu, saya bisa marah semaunya. Saya bisa menangis dan memaki sepuas saya. Saya mengijinkan diri saya, terlihat lemah dan mampu mengeluhkan sakit saya bersama beliau. Itulah kenapa, ketika papa pergi, saya kehilangan separuh saya. Saya yang selalu "disembunyikan" didepan banyak orang. Yedijahnya papa. Nonanya papa. Saya yang manja.  Sebab, saya pantang terlihat lemah didepan banyak orang. Saya tidak butuh dihibur banyak orang. Saya tidak butuh dikuatkan. Karna, bagi saya, seorang saya cukup untuk "membenahi" diri saya.  Ya, saya... saya selalu berkuat dengan keberadaan saya. Saya tidak suka melemah...

desember ini, tidak terlalu menyenangkan

  jangan bertanya kenapa. saya sedang tidak dalam mood untuk harus menjelaskan. saya juga tidak dalam mood untuk didebat, tentang bersyukur dan segala halnya. Desember selalu menjadi hal yang paling saya tunggu, dalam waktu yang berjalan. Bukan hanya tentang harinya saya. Namun, juga tentang NATAL dan waktu menyongsong natal. 6 desember, milik saya. Saya melewati dengan duka. Walaupun, tim jaga saya memberikan surprise yang tidak mengejutkan. Kebaca banget. Banget. Namun, saya belajar menghargai effort yang mereka berikan. Saya benci kejutan. Saya tidak suka perayaan. Seandainya saja saya tidak jaga, saya mungkin sedang melipir ke tempat favorite saya. menghabiskan waktu saya disana. membaca dan mendengarkan lagu. ME TIME.  Hanya saja, sesuatu menahan saya. Saya adalah bagian dari TIM ini. Bagaimanapun saya berkeras untuk tidak ingin, sebagian saya memahami, mereka hanya ingin ikut berbahagia dihari jadi saya. Jadi, sudah selayaknya saya cukup "memahami" untuk diam dan tingga...

#nyedngomong #4

Manners maketh man. Bila pendidikanmu tinggi, kamu mampu bersekolah di sekolah bergengsi di luar negeri, kamu juga diberi nikmat kemewahan dimana orang tuamu punya kedudukan yang baik, tolong lah, jangan lunturkan semua kebaikkan yang Tuhan beri itu, dengan attitude yang jongkok. Perlu kamu tau, saya tidak menghargai orang karna kekayaannya, atau kedudukannya, atau mungkin goodlookingnya. Ngga. Saya, menghargai keberadaanmu sebagai manusia ketika kamu tau caranya memperlakukan orang lain dengan benar. Tidak ada orang yang mau direndahkan, diperlakukan sebagai budak, tidak ada. Karna itu, bila kamu mau meminta tolong, pelankan suaramu, perbaiki lakumu, ubah sikapmu, letakkan tata kramamu pada tempat yang benar. Agar orang yang kamu minta tolong, membantumu dengan ikhlas. Saat kamu meminta tolong orang lain, apalagi tentang sesuatu diluar jangkauanmu, lakukanlah dengan benar. Karna, bagi mereka, membantu atau tidak, tidak ada gunanya. Ada atau tidaknya kamupun, tidak berpengaruh. ...

#nyedngomong #3

Pada akhirnya, kita harus berdamai dengan keputusan2 keras kepala yang dibuat. Penolakan2 angkuh yang diejawantahkan. Untuk menghargai kuasa yang lebih besar dari kita. Untuk belajar pasrah, bahwa jalan hidup memang sudah ada skenarionya sendiri. Kamu hanya perlu memainkan dengan baik karaktermu, sebelum teriakkan CUT menghentikan peran itu. Legowo, disebutkan begitu mudah. Dijalankannya itu loh kok ya susah bener. (*kalo kata Bu Puji ....wes angeeeel...wes) Mungkin karena dalam perjalanan selalu ada teriakan riuh "penonton" yang menjatuhkan mental, iyakan? Kita terlalu memikirkan menjadi hebat dimata penonton ketimbang Sang Sutradara, kali ya? Sehingga langkah dan pilihan yang dibuat selalu terasa ambigu. Padahal kita hidup bukan untuk memenuhi standar mimpi orang lain. Lalu, ngapain memakai standar sukses orang lain? Hiduplah sesuai ajarannya, berjalanlah sesuai arahannya, berliku itu biasa, toh nanti juga sampai pada tempat yang dituju. Waktu mendewasakan kita, agar...

#nyedthought #2

32 tahun hidup. Saya menyadari hal2 yang tetap melekat pada diri saya, bagaimanapun cerita hidup dan waktu membawa saya. Saya, tidak jago public speaking. Saya, konseptor bukan moderator. Saya, lebih suka dibelakang layar ketimbang berdiri gagah sebagai penampil. Saya menyukai malam, daripada hiruk pikuk pagi. Dan, saya selalu tau diri, tau kapan saya harus mundur dan berhenti, bila saya tidak kompeten, saya harus mundur. Papa mengajari hal ini dengan benar untuk saya. Tau, kapan kamu harus berhenti. Tau, sejauh mana kamu harus bertindak. Bila, kehadiranmu tidak merubah situasi, stop, nyed. Tempat itu bukan punya lo. Saya tidak bisa menjalani sesuatu yang tidak saya inginkan. Dari saya, yang lebih nyaman menjadi biasa saja. Yang jauh lebih suka, mengerjakan semua hal sendirian ketimbang meminta tolong. Karna itulah, kata maaf, tolong dan terima kasih, benar2 saya pelajari dengan mahal setelah papa pergi. Kadang, orang harus diingatkan, agar tidak lupa, bahwa dalam hidup, setiap ...

ME in another universe (*and i love it)

Saya jatuh hati pada profesi ini. Pengabdian bukan hanya tentang rutinitas dan hitung2an upah yang diterima, Lebih kepada tanggung jawab pada Yang Memiliki Hidup. Pengabdian bukan tentang jumawa pembenaran ego, namun lebih kepada legowo yang meneduhkan setiap hati yang butuh dikuatkan. Kebaikkan dalam profesi ini, bukan hanya sebuah kata kerja aktif yang didengungkan, bukan hanya sebuah keharusan, namun pencapaian tertinggi untuk sebuah dedikasi. SELAMAT HARI KESEHATAN NASIONAL, untuk semua pelayan kesehatan, dimanapun tempatmu bertugas. Tuhan semesta alam, menguatkan setiap kita untuk tetap melayani dalam segala situasi dan kasihnya memeluk kita agar senantiasa diberikan hikmat juga kesehatan dalam setiap pelayanan yang dilakukan. "Hidup untuk menghidupkan orang lain" Sehebat-hebatnya manusia adalah dia yang menjadi berkat pada tempatnya berpijak. Benyada Remals 'dyzcabz' Dan bagi saya, menjadi dokter bukan hanya tentang memakai jas putih. Lebih d...

#nyedthought #1

Beberapa minggu kebelakang, sudah 3 kali mendengar pasien2 kehilangan orang2 terdekatnya. Mungkin, kalo itu di IGD terasa biasa ya. Karna, pasien2 yang datang memang dalam kondisi gawat. Namun, entah kenapa, mendengar cerita dari sisi mereka yang kehilangan, sebagian saya ikut sedih. Rasanya kok nelangsa ya, nyed. Mereka kehilangan, namun tidak bisa mendoakan untuk yang terakhir kali. Menatappun tidak bisa. Hanya doa yang dilantunkan dalam penyesalan2 dibalut keikhlasan agar kekuatan diberikan. As i say, menjadi kuat bukan berarti tidak boleh bersedih. Menjadi kuat, bagi saya, artinya mampu menghadapi juga menghidupi. Kekuatan harus iringi dengan keikhlasan untuk menerima, bahwa kehilangan ini adalah rencana dari Tuhan semesta alam. Untuk kamu, yang sedang berduka, di manapun kamu berada, semoga Tuhan selalu menguatkan kalian untuk tetap hidup sekalipun berat untuk mensyukuri sebuah kehilangan. Setiap masa ada orangnya, seperti setiap orang ada masanya. Saya mampu memahami, buk...