Langsung ke konten utama

Jeleknya kukang


hal yang paling saya benci, setelah papa pergi adalah...
saya tidak punya tempat untuk mengeluh. saya tidak memiliki tempat untuk berkeluhb kesah dan menjadi manja. saya kehilangan "tempat ternyaman" di mana saya boleh menjadi apa adanya saya. Sebagaimana adanya saya, tanpa perlu berkuat dan terlihat hebat. 

Papa adalah tempat ternyaman saya. Dengan laki-laki tua itu, saya bisa marah semaunya. Saya bisa menangis dan memaki sepuas saya. Saya mengijinkan diri saya, terlihat lemah dan mampu mengeluhkan sakit saya bersama beliau.

Itulah kenapa, ketika papa pergi, saya kehilangan separuh saya. Saya yang selalu "disembunyikan" didepan banyak orang. Yedijahnya papa. Nonanya papa. Saya yang manja. 

Sebab, saya pantang terlihat lemah didepan banyak orang. Saya tidak butuh dihibur banyak orang. Saya tidak butuh dikuatkan. Karna, bagi saya, seorang saya cukup untuk "membenahi" diri saya. 

Ya, saya... saya selalu berkuat dengan keberadaan saya. Saya tidak suka melemahkan keberadaan saya didepan orang. Bahkan, untuk orang-orang yang cukup dekat dengan saya. Hanya, pada beberapa orang, saya bisa menangis bahkan terlihat "amburadul" dengan semua kelemahan saya. 

Thats why, ketika saya mengijinkan kamu melihat saya menangis, kamu adalah orang yang istimewa untuk saya. 

Beberapa hari belakangan, saya merasa begitu "nelangsa" mungkin juga karena berita-berita menyedihkan yang saya dengar. Karna jumlah pasien yang meningkat dan beban kerja yang lumayan meningkat. Sehingga saya sakit. Saya SAKIT. Saya demam. Kepala pusing. Rasanya mau flu. 

Lo ngadu sama siapa nyed? Ketika saya sadar, saya tidak enak badan, saya duduk dikamar sendiri dan menangis. Menangis karena saya tau, disaat seperti ini, saya butuh papa. Saya biasanya nelpon papa saya, bilang bahwa saya sakit, saya mau ini dan itu. saya jengkel dengan si a, b, c, dan d. Saya menghadapi bla.....bla....bla... Dan, papa akan datang lalu menenangkan saya. Biasanya, menangis ke papa membuat segala hal yang berat terasa jauh lebih ringan. 

Lalu saya sadar, papa saya tidak lagi bersama saya. Rasanya seperti saya begitu terasingkan. Saya seolah tidak punya pijakan. Karna untuk meneriakkan sakit saya, saya butuh orang yang saya percaya. Saya tidak bisa menjadi hiperbol atau menarik perhatian banyak orang dengan kesakitan saya. Saya tidak suka merepotkan manusia lain.

Jadi, yang saya lakukan setelah menangis adalah menguatkan diri saya untuk menjadi tidak manja. Untuk menjadi waras, karena tidak akan ada yang peduli dan harus direpotkan. Saya memarahi diri saya karena menjadi cengeng dan manja. 

Papamu ngga ada disini, nyed. Plis, jangan manja. Ngga ada yang bakalan liat lo. Plis. Jangan nyusahin orang lain. Lo, dokter dan lo tau apa yang harus dibuat. Plis, jangan manja!

dan lalu, dengan masih terisak, saya mandi, trus cari makan, muter-muter jakarta, singgah di apotik dulu. Beli obat-obat yang saya perlu. Menikmati jakarta waktu malam. Hal yang selalu saya buat, bila ada sesuatu yang mengganggu saya. Menyendiri. Saya? Selalu mengatasi segala masalah saya sendiri. hahahhahahhahhaaa.... saya sekeras kepala itu. Selalu. 

Saya tidak mungkin pulang dan membuat panik orang rumah. Ada mama disana. Saya juga tidak akan memberitahu tim jaga, karena dokternya kurang. Lagipula demam ini bukan perkara besar, bagi saya. Saya hanya kelelahan, baik secara emosi, mental dan raga. 

Satu hal yang saya benci dari saya, saya benci menjadi spotlight, diperhatikan, disanjung dan segala bentuk perhatian yang memuakkan. Saya selalu begitu. SELALU. 

Setelah puas jalan-jalan, saya mampir ke RS dulu liat kondisi Tante Titi, namun saya benar-benar menjaga jarak dengan sekitar. Mereka juga tidak menyadari saya sakit. Walaupun muka saya terlihat begitu sayu. Setelah itu, saya pulang ke wisma. Minum obat, tarik selimut, dan dengerin lagu. Berusaha menguatkan diri saya, semua baik-baik saja, nyed. 

Tiba-tiba, salah seorang anggota tim saya wa, ada yang sakit. Saya, bergegas turun untuk melihat orang yang sedang sakit itu. Dalam perjalanan ke bawah, tau ngga, saya tiba-tiba ngerasa sedih aja. Separuh saya bergumam pada saya .....lo liat orang lain sakit, ketika lo sakit, lo bener-bener berkuat sendiri, nyed?..... Saya tersenyum sambil menggeleng. Menepis rasa sedih yang entah gimana tiba-tiba ada. SAYA TIDAK BUTUH DIKUATKAN. SAYA TERLALU HEBAT UNTUK DIHIBUR.

Sampai dikamarnya, sudah ada banyak orang, saya membujuknya untuk mau diinfus karena dehidrasi sedang menuju berat. Saya berusaha sekuat yang saya bisa, hingga akhirnya dia mau diinfus. Saya? Menguatkan diri saya, walaupun demam saya sdah membaik, saya masih lemas. Masih.

Setelah merawat yang sakit, memberi obat dan kembali ke kamar, saya menatap keluar jendela kamar. Angin malamnya begitu menyejukkan. Mata saya terasa panas, saya capek, pa. Saya capek, papa. Saya merasa sendiri, pa. Bahkan ketika saya punya hak untuk menjadi manja karena sakit, saya tidak bisa, pa. KArena orang yang terbiasa direpotkan ngga disini lagi. Beliau sudah sama Yesus diatas sana.

Papa tau ngga, ajaran papa untuk menjadi kuat sendiri ini, membunuh saya perlahan pa. Saya tidak lagi menjadi makhluk sosial yang merasa membutuhkan orang lain. Saya membuat diri saya, menjadi angkuh untuk sebuah kata TOLONG. Saya mematikan semua rasa lemah saya, pa. EGO saya menolak segala bentuk perhatian. Saya mampu sendiri. Saya bisa sendiri. Setiap kali saya mengerjakan segala hal, saya meneriakkan mantra tolol itu pada diri saya, pa. Dan lalu, saya tidak perlu dibantu. Saya membuat orang lain menjadi tidak terlihat. Saya menyampingkan segala bentuk pertolongan pa. 

Saya benci menjadi saya yang seperti ini, pa. KAdang, saya mau menjadi manja, pa. Menjadi sama seperti orang lain yang butuh untuk diperhatikan. Butuh untuk merepotkan, pa. Nyatanya, anaknya papa ini, tidak mampu melakukan itu. Tidak bisa, pa. Sekalipun saya berkeras untuk tidak selalu terlihat kuat dan hebat, ajaran papa terlalu kuat untuk saya bantah. 

Pada akhirnya, saya berkuat sendiri pa. Hanya saya yang mampu memahami betapa hancurnya saya. Kata TOLONG, seolah enggan keluar dari saya, bahkan pada saat dimana saya akan memaklumi diri saya untuk sebuah bantuan. Saya hanya meminta bantuan, bila benar-benar saya tidak mampu menghandlenya dengan seluruh usaha yang saya lakukan. 

Saya terlalu keras untuk diri saya kan, pa?

Kekerasan saya sulit menyamankan siapapun yang ingin tinggal kan pa? Saya membenci hal-hal sentimentil dan melow. Keromantisan dalam kamus hidup saya, adalah aturan sederhana namun terasa begitu sulit dijalankan oleh sebagian mereka yang singgah. Saya, mengukur segala sesuatu dengan logika, menimbang segalanya dengan rasio. 

papa tau ngga, 2 bulan lalu, sebelum saya masuk Wisma ini, kita bertiga duduk diteras dan membicarakan tentang banyak hal. Terutama ttg amor yang masih merasa ragu untuk kembali.
Papa tau, apa yang amor bilang? ......saya bukan ko, kak. Ko tau apa yang ko mau. Ko selalu punya pendirian sendiri tentang apa yang ko mau. Saya? Saya selalu butuh mendengarkan orang lain......

Saya ....Ko harus belajar bertanggung jawab dengan semua pilihan dalam hidupmu, mor. Ko liat saya? Ketika saya memutuskan sesuatu, saya sudah menimbang dengan diri saya, saya tau apa yang mungkin saya hadapi. Saya kasih tau kalian, bukan meminta pendapat, tapi pemberitahuan. Ko, harus mulai belajar untuk memutuskan hal-hal penting didalam hidupmu sendiri. Belajar menghargai hidupmu dan keputusan apa yang ko mau. Dengan begitu, ko menghargai ko sendiri.

Amor .....saya masih bertanya kak, apa saya pantas menjadi pendeta? saya masih bergelut dengan itu.

saya ....sekarang bukan lagi saatnya ko bertanya, ko harus mulai menerima bahwa inilah keberadaanmu, dan inilah yang ko perjuangkan selama ini. Ko yang bilang buat saya, menjadi pendeta adalah panggilan hidup, maka jadilah itu. Ko tidak perlu membuktikan apapun pada siapapun, mor. Ko hanya perlu menerima bahwa inilah mimpi besar itu dan jalani dengan baik. Pantas atau tidak, Tuhan Yesus yang akan menyempurnakan segala sesuatunya. Waktu itu hadiah terbaik yang diberikan untuk masing-masing kita. Ko harus tau, papa memakai waktu terbaiknya untuk melayani dan dalam pelayanannya beliau menunjukkan pada kita bagaimana caranya menjadi seorang pelayan. 

Eset ....luar biasa memang kakak ini, ga mau jadi pendeta juga?

saya .....ko mau liat saya buat sekte sendiri?


Papa, tau ngga, semua hal yang selalu kita diskusikan, didebatkan, nasehati, selamanya hidup dalam saya, pa. Siapapun yang mengatakan bahwa anak melihat dan mengkopi dari apa yang dilakukan orang tuanya adalah sebuah kebenaran. Saya melihat dari ayah ibu saya dan saya mengikuti apa yang mereka ajarkan. 

Menjadi kuat, bagi orang lain adalah sebuah kehebatan, pa. Namun, bagi saya, menjadi kuat lebih seperti sebuah kutukan, pa. Sebuah kelemahan yang tidak bisa saya singkirkan. Saya tidak tau bagaimana caranya, AGAR TIDAK SELALU BERKUAT SENDIRIAN, pa. 

Alarm sign saya selalu berbunyi, pa. Setiap kali saya menjadi lemah. Selalu ada alarm pengingat didalam saya, pa.

Saya tidak menyalahkan papa karena mengajari saya menjadi anak yang kuat dan mandiri, pa. Saya bersyukur untuuk itu. Hanya saja, saya overdosis papa. Menjadi kuat versi saya, saya seperti tidak membutuhkan siapapun disisi saya. Karna, setiap kali, saya bisa menyelesaikan masalah saya sendiri, saya akhirnya sadar, saya mampu sendiri. 

Saya, belum menemukan orang, yang dihadapannya saya mampu "menjadi benyadanya papa". Sampai hari ini, pa. Belum ada yang bisa menundukkan keras kepala saya. Belum ada yang mampu melemahkan "kesuperioritasan" saya yang selalu merasa bisa sendiri. Pa, saya tidak mau terlihat lemah, karena saya sadar harus "melemahkan" diri saya untuk diperhatikan, pa. Papa tau kan? Saya enggan membuat diri saya dikasihani. 

menjadi benyadanya papa, adalah saya yang hilang papa. Saya yang tidak bisa kembali, sekalipun 2 tahun terlewati, bahkan ketika saya sudah berusaha untuk menerima. Nyatanya, benyadanya papa itu tidak kembali, pa. Entah dimana dia sembunyi, pa.

Papa, diatas sana, jangan terlalu keras ya, untuk Goel dan Astrid.
Supaya mereka tidak menjadi keras seperti saya. Jangan mendidik mereka seperti apa yang papa buat untuk saya, pa. Menjadi terlalu mandiri, bukan sebuah kehebatan, papa. Manusia itu makhluk sosial, papa. Manusia boleh menjadi lemah pada saat yang tepat, papa. Yang papa ajarkan untuk saya, membuat saya menjadi tidak tersentuh, pa. 

Jangan ya, pa. Biarin Goel dan Astrid menjadi seperti orag pada umumnya, papa. Mereka perlu berkuat secukupnya, pa. Tidak harus selalu menjadi kuat. SELALU KUAT. 

SELALU KUAT adalah kelemahan, pa. KArna, mereka tidak tau bagaimana caranya menjadi manusia yang normal pada umumnya. Mereka terbiasa menyelesaikan segalanya sendiri. Tanpa tau, bahwa meminta tolong adalah bagian dari cerita hidup yang harus dijalankan. 


dari benyadanya papa,
yang selalu berpikir, menjadi lemah, cengeng dan manja adalah sebuah kesalahan.
Kecuali, untuk papanya.


Benyada Remals "dyzcabz"


Tenang, papa...
saya sudah sembuh, sakitnya udah 12 hari yang lalu kok. 
Semua baik-baik saja, pa. 
Saya juga baik-baik saja, pa. 

Bahkan ketika semuanya tidak baik-baik saja, saya akan tetap menjalaninya dengan baik, pa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...