Langsung ke konten utama

ODP (*mengurung elkhesed)🤣😂🤣😂


ODP.

Elkhesed.

Saya mau bercerita tentang isolasi mandiri di rumah. Adik saya, Elkhesed.

Sabtu, 2 minggu lalu, saya, mama dan eset, pergi ke Indomaret di daerah Pasar Baru. Fyi, selama di berlakukan WFH, kita tidak ada yang keluar rumah. Saya melarang dengan keras mereka beraktivitas di luar rumah, kecuali saya.

Setelah pulang dari indomaret, itu kepala saya pusing, demam dan hidung saya tersumbat. Tenggorokkan saya "rasanya" ngga enak. Baiklah. Apa yang saya lakukan? Menenangkan kepanikkan saya sebagai dokter. Kemungkinan2 yang muncul dan segalanya.

Saya tidak minum obat flu, tapi saya minum obat penurun demam langsung 2 tablet, lalu vitamin2, imboost dan enervonce. Jeruk nipis hangat tiap pagi. Jus siang hari. Dan, air jahe malamnya. Iya sepanik itu saya.

Besoknya, saya kembali fit, tanpa keluhan. Sama sekali. Minggu siangnya, giliran eset yang merasa flu, demam. Batuk? Belum. Sama seperti saya, saya tidak memberikan obat flu, hanya obat demam. Ketika hari ke 2 dan 3 saya menberikan obat flu. Nyatanya, eset mengeluhkan batuk tidak berdahak, dan nafasnya terasa berat. Kalo bernafas agak sakit. Sejak 3 hari yang lalu, tapi dia takut kasi tau saya. Vitamin2 dan segala jus, dkk, tetap berlanjut seperti biasa.

Oh, iya, sejak saya dan eset memiliki gejala ISPA, kami tidur memisahkan diri dari semua. Terutama mama. Kami, menggunakan masker di dalam rumah. Mama tidur di kamar terpisah. Kami benar2 "berjarak" baik dalam hal tidur, ngobrol dan makan.

Saya mendengarkan bunyi nafas eset, f*ck...isnt good. Percaya deh, kalo lo dokter, lalu terjadi sesuatu yang 'aneh', lo bahkan jauh lebih takut dari biasanya. Saya membawa eset ke RS dekat rumah.

Kok eset, ODP? Karna, mama adalah OTG, jadi 25 hari yang lalu, mama ikut dalam persidangan PST GPIB di Bogor. Nah, dalam PST tu ada yang positif COVID 19. Tapi, mama baik? Baik. Mama mengisolasi diri sendiri selama 14 hari, tanpa gejala. Saya selalu memeriksakan mama, lalu kenapa ngga di swab? Ngantrinya panjang dan alurnya ngga jelas. Saat kejadian ini berlangsung, alat masih terbatas (*sekarang juga sih), jadi, pemeriksaan itu memang untuk yang bergejala dan positif kontak dengan penderita ya.

Sampai di RS itu, dengan menyebutkan semua gejala, lalu bercerita tentang perjalanan mama juga. Akhirnya, si dokter, memeriksa LAB dan Rontgen Thorax.

Mama? Menangis. Ketakutan. Amor? Panik. Karna selama kita ada di ruang tunggupun, ada banyak orang dengan keluhan batuk, sesak, demam. Dan sama seperti mereka, kami menunggu antrian masuk IGD. See? I know how its feel being a patient.

1 jam 30 menit.

Si dokter memanggil saya. Saya melihat foto itu, lalu tersenyum sendiri. Dasar tolol lo. Ijazah lo buang gih. Bronkopnemonia. DD, BRONKHITIS Akut. ada infiltrat? Ngga.

Cek lab, semua normal. Limfopeni? Ngga. CRPnya? Baik. 


Lalu, beliau menganjurkan untuk isolasi mandiri, bila dalam 14 hari itu gejala bertambah berat, artinya saya harus ke RS Darurat atau RS Rujukan. Untuk di cek, swabnya. Saat kejadian ini, rapid tes masih belum tiba di indonesia.

Merawat pasien di rumah itu ngga gampang, buat saya. Saya tuh tipe orang yang kalo mereka ngeluh, langsung saya geret ke rumah sakit. Ngga tau ya, kadang saya ngerasa apa ya, ngga sekompeten itu untuk ngobatin keluarga dan kerabat terdekat saya.

Jadi, pulang dari RS saya menjelaskan ke mama, amor dan eset (*terpisah cuman kita berdua aja).

Dan, here we go...

Saya merawat pasien isolasi saya hahahahahahhahahaa...

Saya benar2 memisahkan piring makan, gelas, sendok garpu eset sendiri. Dan di cuci sendiri juga.
Eset ngga keluar kamar sama sekali, kecuali untuk mandi, dan berjemur di matahari pagi.
Eset minum air putih hangat 3 L per hari
Eset minum air jeruk nipis hangat, jus buah, air jahe.
Makanan di rumah? Biasa aja sih, karna kita tidak pernah atau jarang sekali makan daging2 kecuali ayam ya. Kebanyakan kita ayam, tempe, sayur, ikannya mama.
Eset makan dengan teratur 3 kali sehari.
Rokok stop sama sekali.
Pake masker.
Pakaiannya di pisah dan di cucipun secara terpisah.
Setiap sore menjelang malak, kamarnya di semprot disinfektan 3 hari sekali. Bukan orangnya ya, kamarnya, perabotan di dalamnya. Gagang pintunya. Alat mandinya di pisah sendiri.


Loh, kok eset di bikin gitu, kan dia ngga positif?

Sebaiknya di posisikan sebagai orang yang positif, karna bukan tidak mungkin, akhirnya mengarah ke sana. Lebih baik berjaga2 kan? Lagipula, kami memiliki mama, yang harus di jaga.

Berat ngga? Ngerawatnya sih ngga ya, biasa aja. Hanya aja, kita kehilangan kekocakkan eset. Celetuk2an tololnya selalu kita kangen setiap kali kita duduk makan bersama. Minus eset.

Oh, dan jangan lupa, kita semua pake masker di dalam rumah. Lebai nyeeed. Menjaga jauh lebih baik. Tenang, kita ngga nimbun kok. Lagian masker kita cuman 10 lembar, 3 hari yang lalu baru datang 1 box, harganya 550 ribu. Sedih ya?

Yang kontak dengan eset hanya saya. Saya yang memberikan makan, minum, menemani dia berjemur. Hanya saya yang boleh masuk ke dalam kamarnya. Untuk nganterin, minum, atau ada jajanan apa kek. Hanya saya.

Setiap hari, kerjanya saya tuh udah kayak polisi ke eset. Pertanyaan wajib tentang keluhan dan keadaan. Pemeriksaan fisik. Eset yang awalnya biasa aja, akhirnya takut juga. Hahahahahahhahahaahhahaahhaa.... (*saya paling bahagia kalo mereka panik)

Hari ke 4 di isolasi di rumah. Eset mulai membaik, batuk berkurang, dahak ada tapi tidak banyak. Sesak? Ngga ada lagi. Kalo tarik nafas sakit, juga berkurang. Demam? Ngga ada. suara nafasnya bagus. Normal kembali.
Oia, selama isolasi ini, eset tetap kuliah dan ngerjain tugasnya. Ini hari ke 4 setelah berobat, tapi kalo dari awal sakitnya, ini sudah hari ke 8.

Membosankan memang, tingga di kamar terus. Ngga ada interaksi apapun. Terkurung dalam ruangan. Hanya keluar bila pagi datang. Tidak bebas makan minum seperti biasa, semua sudah di sediakan.

Namun, bukankah ini harus di syukuri? Eset masih bisa di rawat sendiri di rumah, ketimbang harus di RS.

Gini ya, ketika dr. IGD itu bilang pilihan, bahwa gejala eset ringan, tapi kalo mau ke wisma atlet boleh. Saya mikir lagi, kenapa saya harus bawa eset ke wisma atlet itu. Toh, saya ada di rumah, saya dokter, saya bisa memantau. Dan, diagnosis saya, ini bukan Covid. Hanya saja, supaya di baboon dan monet kecil ini patuh, saya bilang kemungkinan iya. MUNGKIN.

Biarlah, wisma atlet itu untuk pasien yang dalam pengawasan (PDP) yang sangat membutuhkan observasi serius. Iya ngga?

Asumsinya, bahwa dalam 14 hari eset baik2 saja, maka sudah terbentuk antibodynya, bila ini si covid laknat itu. Hingga, eset akan baik2 saja. Dari apa yang saya baca, bila sudah terserang, tidak bisa lagi kena. Yang penting, selama isolasi ini, eset betul2 di beri asupan gizi yang baik. Sehingga imunnya meningkat.

Yang paling susah itu adalah membiasakan diri olahraga. Taukan betapa malasnya saya. Eset juga, palingan futsal itupun kalo ada dorongan roh kudus.

Jadi, setiap pagi, kita berdua bakalan jalan bolak balik di depan teras rumah itu. Udah gitu aja. Setidaknya, berkeringatlah ya.... hufph...

Besok adalah 14 harinya eset.

Ssssttttttt.....

Ini rahasia kita ya,
Saya bilang eset masih harus tinggal di kamarnya 1 minggu lagi hahahhahahahahahahaaa....

Biar aja, supaya rokoknya stop.
Dan kopi paitnya juga stop.
Jadi makannya terkontrol dengan benar.


Walaupun protes dan jengkel. Saya tidak bisa di bantah. TIDAK BISA.

Apapun yang saya bilang tentang kesehatan, Wajib hukumnya di turuti.

😂😂🤣😂🤣😂🤣😂🤣😂🤣😂🤣🤣😂🤣

Progress terakhir kondisi eset, sangat baik.
Batuk tidak ada. Indera penghidu dan pengecap normal. Demam tidak ada. Sesak tidak ada. Sakit saat menarik nafas tidak ada.

Terima kasih Yesus, semua baik2 saja.
_____________________________________________

Setiap kali, ada yang sakit di rumah, saya jauh lebih panik. Saya mendiagnosanya jauh sekali ke depan, walau kadang saya tau, bahwa itu bukan hal yang serius.

Seperti ketika, mama bilang sakit kalo kencing, pinggangnya jadi pegel terus, karna mama punya riwayat asam urat sudah 30 tahun lebih, akhirnya saya bawa ke urolog. Hasilnya baik2 aja. I know it, Yesus. Thanks.


Mungkin saya jauh lebih aware, karna saya orang kesehatan ya?

Seperti 3 tahun lalu, mama di diagnosa CA CERVIX stadium awal sekali. Dia baru mulai tumbuh, itupun sebesar kacang hijau.

Mau tau, keluhan mama apa? Mama kepleset di kamar mandi, lalu ada flex. Udah gitu aja. Flex itu 2 hari, tapi cuman berupa garis tipis aja. Mama sudah menopause 10 tahun yang lalu. Dan perdarahan pada perempuan yang sudah menopause, sangat di curigai ke arah keganasan. Saya langsung bawa mama ke Obgyn, kali ini saya tau, ini keganasan.

Saya masih ingat betul, betapa terpukulnya mama ketika tau. Saya mendampingi beliau masuk untuk biopsi hingga menunggu beliau keluar kamar OP. Ketika, selesai biopsi dr.SpoG itu memanggil saya dan bilang "kita cek ke PA ya, tapi ini kemungkinan ganas". Saya tersenyum dan mengangguk.

Malam itu, saya menangis dan bersyukur pada Yesus. Karna membuat segalanya tepat pada waktunya. Saya percaya, Yesus selalu punya hadiah terbaik dari sebuah peristiwa.

Ketika hasil PA keluar, mama menangis, karna betul, ini CA CERVIX. Saya memeluk mama, ada yang harus kita syukuri, mama baru pada stadium paling awal. Sel ganas itu baru mau tumbuh. Dan itu berita baik untuk saya, kenapa? Mama bisa di operasi, tanpa perlu di kemo.

Kita ke SpoG.Onk di RSPAD, dan mama di tangani dengan baik sekali. Dokternya melakukan histerektomi radikal. 27 Juli 2017. Kita menemani dan menunggui mama di depan kamar operasi. Kabar baiknya, mama tidak perlu ada terapi tambahan. Mama hanya perlu menjaga gizi yang baik, jangan makan daging2 dulu, dilarang cat rambut.

Sejak hari itulah, mama tidak pernah lagi menyentuh daging, membiarkan rambutnya memutih. Dan, mama selalu follow up rutin per 3 bulan, 6 bulan, ini sudah memasuki tahun ke 3. Puji Tuhan, segalanya berjalan baik.

Itu karena Yesus. Bila Yesus berkenan. Karna nafas hidup hanyalah dari Kasih Karunia Allah.

Siapapun yang mendengar cerita mama, pasti tidak percaya. Karna, jarang sekali, di dapatkan CA CERVIX pada stadium awal sekali. Bahkan, dokter itu bilang hanya mujizat Tuhan yang membuat ibu bisa terpleset dan di periksa. Iyakan? Coba kalo mama ngga kepleset? Kita mungkin ngga akan tau.

Yesus itu Ajaib. Rancangannya adalah damai sejahtera. Amin?

Setiap kali, saya menengadah ke atas, saya selalu berterima kasih untuk penyertaannya atas kami.

Karna itu saya selalu bilang pada mama, sampai sejauh ini, Yesus selalu disini, ma.

Sampai saat ini, Yesus ada, ma.


Kenapa saya menuliskan ini?

Di situasi seperti ini, ada baiknya, kita mencari info yang valid. Info dari lembaga yang terpercaya atau para ahli yang tau. Bukan hanya menyalin info dari grup WA aja. Jangan.

Bila gejalamu ringan, kamu tidak perlu panik. Cukup isolasi mandiri di rumah. Boleh kalo mau ikutin caranya saya di atas. Kalo ngga pun, yang penting, harus minum air putih hangat yang cukup. Kenapa? Supaya ngga ada dehidrasi, kalo kamu dehidrasi ini memancing adanya infeksi atau radang tenggorokan. Di saat kamu radang, imunmu bisa saja drop, nah kita ngga tau, bahwa di sekitarmu ada ngga yang kena covid. Iyakan? Makanya, stay hidrated itu penting. Makan sayur dan buah yang banyak. Minum vitamin yang cukup. Positif thinking. Jangan panik.

Dan, bila orang sekitarmu ada yang terkena kanker. Periksakan pada ahlinya. Dengar penjelasannya dengan seksama. Tanyakan apa yang kamu tidak tahu. Bila kamu sudah mendengar semuanya, lalu kamu menolak terapinya. Itu hakmu, sebagai pasien.

Karna, bukan tentang operasi atau tidak, sehingga di takutkan kankernya menjadi menyebar. Semua tergantung pada stadium berapa kamu di temukan. Seberapa banyak penyebaran yang terjadi. Tidak semua kanker, akan langsung di operasi, kecuali ada beberapa pertimbangan dokternya. Ada yang harus di kemoterapi atau radioterapi dulu, agar mengecilkan kankernya, baru di operasi. Atau seperti mama, di temukan pada stadium awal, hingga langsung di operasi tanpa di ikuti kemo atau radioterapi.

Karna gini, kenapa semua orang selalu bilang "jangan kena pisau bedah, nanti tambah parah".
Bila kamu, di temukan pada stadium 2B, sudah terjadi penyebaran. Namun, karna ada pertimbangan lain, maka di haruskan OP, naah...ketika di operasi pengangkatan itu, yang diangkat itu badan kankernya, sementara penjalarannya ngga. Nanti, di tuntaskan dengan kemo atau radioterapi. Kalo sudah begini, lalu kita ngga patuh, misalnya dilarang makan yang manis2, daging, segala msg, tapi kita ngga patuh dan ikut2 maunya kita. Ya udah, bakalan kembali merajalela deh kankernya.



Sekian cerita dari saya, yang insomnia parah. Namun cukup melegakan karna eset sudah baikkan.

Semoga tulisan ini bisa membantu.
Siapapun yang sedang bingung tentang caranya isolasi mandiri.
Ataupun, tentang kanker.

Walaupun penjelasan saya ngga sedetail itu ya.

Diatas semuanya itu,
Satu hal yang sangat penting,
Bersujudlah pada bumi, agar langit menyedengkan telinganya untuk mendengar bisikmu.


Benyada Remals "dyzcabz"


RSPAD.

setelah selesai periksa dr.nya dan di jdwalkan operasi.

Telpon papa.

"Pa, mama operasi 5 hari lagi."
Papa nangis. Takut.
Saya : "papa ada apa ya menangis? Papa harusnya nguatin mama. Bukannya nangis. Mama ngga kenapa2. Mama baik2 aja."
Papa : "papa udah bilang dari dulu, angkat aja kandungan. Mama ngelawan"
Saya : udahlah, pa. Udah lewat. Saya mau urus kamarnya dulu.
Papa : ya udah, papa abis rapat papa baru ke sana.

Hari ketika mama operasi, mama menunggu papa datang. Mama mau papa berdoa dulu, sebelum di dorong masuk.

Papa menangis di sisi mama.
Saya membentak papa, "ada apa sih nangis. Mama baik2 aja. Sekarang papa berdoa, supaya mau masuk OK."
Papa berdoa lalu mama masuk.

Memangnya lo ngga takut?

Takut, tapi saya percaya, Yesus yang saya percaya, akan membuat mama melewati semua ini dengan baik.

27 Juli 2017. Bahkan sebelum mama genap setahun operasi, Yesus memanggil papa pulang. 17 Mei 2018.

Bukankah, Yesus selalu punya skenario yang tidak terduga'kan?



Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...