Langsung ke konten utama

My FOOLED April


Jadi, tidak ada pasien yang mati karena corona itu sendiri, itu karena ada penyakit penyerta. Makanya, mereka itu matinya karena itu. Bukan corona. Coba di cek, ada yang mati karena corona?

Pasien datang dengan gejala covid 19, umur 56 thn, penyakit penyerta DM. Sesak nafas ringan. Kontak dengan pasien positif, iya sepupunya yang sudah dinyatakan sembuh.

Rapid +, sedang menunggu di swab, gejala penyakit hari ke 10.

18 jam kemudian perburukan. Saturasi menurun drastis, butuh ventilator.

Ini karena DM?

Pasien plus, hasil swab keluar hari ke 4 tepat sebelum beliau meninggal, positif covid.


Apa iya, pasien DM, bisa mengalami perburukan dengan cepat? Desaturasi o2 dengan cepat?

Pernah nanganin pasien DM yang datang dengan sesak, tanpa covid 19. Pernah? Tau gimana prosedurnya?

Apa semua orang DM akan meninggal mendadak? Hm?

Covid ini, menyerang imun tubuh kita, pada orang2 yang memiliki penyakit penyerta, seperti DM, dia jauh lebih agresif menurunkan imunnya. Dia jauh lebih agresif meninggkatkan gulanya. Dia jauh lebih jahat menyerang paru2nya, yang memang pada orang DM ada beberapa komplikasi pada paru. Itu diperburuk oleh si covid ini.

Jadi, bukan karena covid ya? Karena DM ya?

Jadi ini salah DM ya? Kalo ngga kena DM biarpun ada covid, seharusnya si bapak masih hidup ya?

Ingat, manusia bukan hanya angka.


Ya karena manusia bukan hanya angka statistik, kita berjuang untuk menghentikan penyebaran ini. Bukan malah muncul dengan edukasi sampah.

Sebelum anda berbicara pada khalayak, seharusnya anda mencerna dengan baik apa yang akan di sampaikan. Akibat, edukasi tolol yang ada katakan, sebagian orang beranggapan tidak perlu di berlakukan sosial distancing, kerja ajalah di luar rumah, toh yang mati bukan karena corona tapi penyakit penyerta.

Lalu, seandainya, ada seorang tukang jualan yang menjajakan dagangannya, dia OTG. Ada sesama pedagang juga yang berjualan, dia memiliki penyakit penyerta. Karna menyepelekan anjuran pemerintah, mereka tidak pakai masker bahkan ngobrol tanpa jarak.

Hari 1 sampai ke 5 baik2 saja, hari ke 6 sampai 10, mulai ada gejala. Hari ke 12, sesak nafas hebat. Apa iya ini karena penyakit penyerta?

Dan lalu, anda sebagai seorang profesional yang bukan bidang anda, tetap mengoceh ngga jelas dengan bangga.

Karena anda, seseorang kemungkinan kehilangan nyawanya. Karena anda, seseorang mungkin kehilangan anggota keluarganya.

Tolong, hentikan pembodohan ini. Tolong.

Saya benci harus menulis seperti ini. Hanya saja, belakangan ini, orang spertinya semakin sok tau dengan sesuatu yang bukan bidangnya.

Kalo mau berteori silahkan, tidak dilarang. Tapi tolong jangan menggiring opini masyarakat agar menjadi manusia yang cuek dengan sekitarnya. 

Anda boleh menenangkan kepanikan masyarakat, tapi salah tempat ketika meremehkan sesuatu yang bisa menghilangkan nyawa seseorang.


Kalau ini cuman sekedar flu biasa, kami tidak mungkin memakai APD, kami tidak mungkin kehilangan senior dan guru2 kami. Bahkan teman2 seangkatan kami. 😞😞😞

Karna ini, bukan hanya flu biasa, tolong...
Bijaklah dalam mengedukasi masyarakat.

700 lebih kematian bukan cuman angka, seperti yang anda bilang, itu adalah nyawa manusia, orang2 yang berjuang untuk mengalahkah virus ini dari tubuhnya.

Mereka adalah bagian dari keluarga orang lain. Jadi, jangan meremehkan sesuatu yang penting. Apalagi, kamu bukan ahli di bidangnya.

Berbicaralah seluas yang kamu tau, karna pengetahuanmu bisa menyelamatkan namun bisa juga mencelakakan orang lain.



Bennu Bekhorah Jedijah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...