Langsung ke konten utama

Tentang Noke #61 (*Ben-Goel)

CATATAN HARIANKU…

HARI SENIN, 16 SEPTEMBER 2011
Ditulis kembali oleh PDT. ARIE A. R. IHALAUW

DARI SALATIGA KE JAKARTA. Menjelang pindah dari GPIB Jemaat TAMANSARI di Salatiga, kami berdua dipanggil Sekretaris Umum MS-GPIB : Pdt. C. Wairata, STh, mantan mentor yang sangat kukagumi. Ia menjelaskan strategi MS-GPIB untuk mengijinkan studi lanjut Pendeta GPIB. Kebetulan Sientje seorang Pendeta GPIB, maka MS-GPIB menempatkannya dalam Persekutuan Jemaat GPIB BETH-ABARA di Kampung Ambon – Rawasari. Persekutuan ini terbentuk karena perpecahan dalam GPIB Jemaat MARTHIN LUTHER di Jakarta. Sientje ditempatkan dengan misi untuk mempersatukan kembali persekutuan itu dengan GPIB Jemaat MARTHIN LUTHER di Jakarta di bawah kepemimpinan Pdt. Izak Sealtiel.  Kami berdua menerima usulan MS-GPIB. Bulan Juli 1988, kami meninggalkan Salatiga menuju Jakarta.
 
MENGGAPAI MASA DEPAN. “Noke, meskipun tantangan yang akan dihadapi cukup berat, ngana harus melanjutkan studi.” kata Pak Lontoh (Alhm. Pent. Lontoh, ayah dari Pdt. Jhonny Lontoh), ketika saya masih di Salatiga. Usul itu dibicarakan bersama. Sientje mendukung. Hanya berbekal semangat iman, keluarga kami berpindah ke Jakarta, setelah Surat Keputusan MS-GPIB diterima Sientje. Awalnya saya ragu, bagaimanakah mungkin membiayai kuliah dan keluarga sekaligus. Tetapi keraguan itu terhapus oleh keyakinan iman yang kokoh : “Ini bukan pekerjaanku, tetapi pekerjaan Tuhan yang saya kerjakan, karena itu Dia saja yang akan menyediakan segala sesuatu yang kuperlukan untuk menjalankan rencana-Nya bagi Gereja dan keluarga.” Itulah doaku saat akan meninggalkan Salatiga.

TUHAN SENANTIASA BEKERJA MEMENUHI RENCANA-NYA. Sebenarnya, ketetapan PS-GPIB yang dituangkan dalam GBKUPG 1986 – 1990 memustuskan untuk mengirimkan 3 (tiga) Pendeta studi lanjut ke luar Negeri : Alhm. Pdt. Walter Tangkudung, Pdt Paul Waney, dan saya.  Akan tetapi dikarenakan Sientje sedang mengandung anak ke – 2, ayah-mertua menganjurkan saya melanjutkan di STT Jakarta. Bermodalkan keyakinan iman, semangat juang yang tinggi dan dukungan Sientje, saya melamar ke STT Jakarta. Saya berpikir : “Bukan akreditasi Universitas yang menentukan kualitas; tetapi mahasiswa yang menentukan kualitas dirinya. Entahkah berkuliah di mana saja, yang terpenting adalah kerja keras pribadi untuk merebut karunia Allah yang disediakan bagi saya dan keluarga. Sebab gelar kesarjanaan hanyalah alat pengesahan dan peresmian kemampuan intelektual seseorang. Tanpa gelar itupun seseorang dapat diakui karena kualitas buah pikiran dan karyanya.”

Waktu berjalan cepat. Sientje telah melayani dalam persekutuan jemaat Beth-Abara di Kampung Ambon. Tidak disangka-sangka TUHAN memberikan berkat : Sientje mengandung anakku yang ke – 2. Banyak kebaikan yang dibuat TUHAN dalam keluarga kami. Saya dan Sintje hanya dapat mengucap syukur dengan meningkatkan pelayanan. Melalui percakapan telepon bersama Pent. Ny. Somamora-Wenas, saya menerima permintaan Em. Pdt. Jhon Pamungkas untuk membantu pelayanan dalam GPIB Jemaat BUKIT MORIA di Jakarta, sejak 1989 – 1990. Keraguan yang menimbulkan ketakutan sirna sudah. TUHAN bekerja membuka jalan ke masa depan, tanpa sepengetahuan saya.

PENAMAAN MARGA. Waktu berjalan cepat. Kandungan Sientje semakin membesar. Kami mempersiapkan nama bayi yang akan lahir. “No, kalau dengan perkenanan TUHAN anak ini lahir, apakah nama yang kamu berikan ?” tanya isteriku di suatu kesempatan. Serentak saya menjawab : “Abbi Go’El !” … “Apa artinya, Noke ?” tanya Sientje lagi. Keningnya mengerut. “Allah itu Bapaku dan Penebusku !” tuturku. “Indah sekali Noke, tapi… koq ngga ada marganya ?” kata isteriku. “Tradisi itu akan kuhapus dari keturunanku, supaya Noke memenuhi kebenaran firman Allah : “Masing masing orang menanggung dosanya sendiri. Anak tidak menanggung dosa ayahnya, dan ayah tidak menanggung dosa anaknya.” Saya menjelaskan pemahaman imanku. “Bayangkan saja, kalau anakku harus menanggung rasa malu, ketika mendengar cerita tentang perilaku ayah yang jahat dan berdosa. Noke mengakui jujur : Saya orang berdosa dan penjahat yang tidak layak di hadapan TUHAN dan manusia. Meskipun saya telah menjadi Pendeta, bukan berarti kawan-kawan sekelas dan orang-orang sekitarku melupakan apa yang pernah kubuat. Kependetaan bukanlah gelar untuk membenarkan seseorang. Jadi, bila saya tidak memberikan nama margaku, bukan berarti tidak menghormati leluhurku; tetapi membebaskan mereka dari ikatan dosa orangtua. Dengan cara itu, anak-anakku tidak akan menanggung aib orangtua.” Sientje tertegun memikirkan penjelasanku, lalu berkata : “Ntar Oma dan Opa bisa marah!” --- “Saya akan menjelaskannya, supaya mereka mengerti jalan pikiranku. Nona, … apalah arti sebuah nama IHALAUW di belakang nama anak-anakku, jika akhirnya anak-anak berbuat jahat dan menajiskan nama keluarga IHALAUW ? Menurutku, nama itu tidak perlu dipersoalkan. Yang penting karya yang akan diperlihatkan kelak. Orang dikenal dari keryanya, bukan namanya.” kataku menegaskan.

SEPTEMBER HITAM. 16 September 1989, pukul 19.00 malam, keadaan menegangkan terjadi. Perut isterriku konstraksi. Kami membawanya ke Rumah Bersalin Fransiscus – Kampung Ambon. Ketuban pecah….. Beberapa kali terjadi konstraksi, lalu terhenti lagi. Akhirnya dokter menjelaskan kedudukan bayi melintang. Harus dioperasi. Singkatnya, Sientje dioperasi dengan risiko pilihan hidup dan mati : bayi atau ibu. Saya menandatangani surat perjanjian dengan menyatakan : “Apapun yang terjadi, terjadilah menurut kehendak TUHAN”. Setelah selesai operasi, bidan keluar dan menunjukkan sang bayi yang telah lahir, tak sempat tertolong. ABBI GO’EL telah mendahului kami pulang ke rumah Bapaku. Allah sendiri telah menebusnya. Keesokan hari Pdt. B. Simauw memimpin Ibadah Pemakaman.

BADAI KELUARGA. Kematian  ABBI GO’EL telah menimbulkan masalah cukup berat bagi kami bertiga, terutama si sulung : BENNY BEKHORAH JEDIJAH (Ben-Yada). Kegembiraan menyambut  adiknya kehadiran hilang seketika. “Tuhan Yesus itu jahat. Go’El ngga salah, koq adik diambil, Pa …?” tanya Ben-Yada sambil menangis memeluk adikknya. Saya terpaku dan terpukau merenungkan pertanyaan si sulung. “Tuhan Yesus mencintai Go’El, Yada…” --- “… tapi kaka ingin punya ade, pa !” sela si sulung. Saya memeluk Ben-Yada, sambil berkata : “… iya…. Iya… Nona berdoa lagi, pasti Tuhan Yesus akan memberikan adik yang lain.” Lalu saya berdoa di saat tangis Ben-Yada merebak : “Tuhan Yesus yang baik, Engkau telah mengambil adik Go’El yang kakak sayangi. Mudah-mudahan Tuhan Yesus memberi gantinya, supaya Ben-Yada punya adik dan teman bermain. Amin !” Isak Ben-Yada mereda. Ia mencium, memeluk lalu tertidur di samping jenasah adiknya.

Tulisan ini diambil dari FBnya papa.

Kepergian Go-el adalah tangisan pertama saya atas nama kehilangan.

Hingga Yesus menggantikannya dengan Amor dan Eset.

Untuk Go-el,
Bersenang-senanglah bersama papa, el.
Yesus sudah memulangkan papa bersamamu disana.
Saya yang biasanya memonopoli papa, akhirnya harus mau berbagi denganmu.

Jaga papa ya.

Kaka kangen sama kalian, el...

Bila saja dulu, Yesus meminjamkanmu untukku juga,
Mungkin saya tidak menjadi "anak tunggal perempuan",
Mungkin saya bisa menjadi orang yang "berbagi", karena keberadaanmu, membuat saya tidak lagi menjadi saya yang selalu harus papa, nomor satukan.

I miss you, Goel.
Sekalipun, kita tidak pernah bertemu dalam keadaan ragamu bernyawa. Kita tidak pernah bersentuhan dan berbagi cerita bersama.

Selamanya, kamu adalah bagian dariku. Adik kedua, dan namamu, akan selalu kusebut dimanapun, mereka bertanya, "berapa bersaudara".

Aku akan selalu memelukmu, sampai kapanpun, El. Selalu. Pelukan pertama dan terakhir yang kuberikan hari itu, akan selamanya tinggal bersamamu

Pelukan, seorang kakak yang kehilangan adik pertamanya.

Ketika itu, aku menangis, karna kehilangan teman, El. Aku merutuki semua orang. Aku melempari batu pada om yang menanamkan petimu ditanah, hingga papa membawaku pergi.

Aku hanya tidak menyangka, kenapa kamu diam saja setelah keluar dari ruang operasi itu. Kenapa papa menangis? Luly menangis? Kenapa kamu tidak bergerak???

Ternyata, Yesus mengambilmu kembali.

Hingga setahun lalu, aku merasakan kembali, kehilangan yang begitu menghancurkanku, El. Papa, papa kita, harus kembali pada Yesus.

Aku seharusnya tidak boleh bersedih terlalu lama ya? Kan' ada kamu dan Astrid disana, El.

Kamu, adalah malaikat kecil tercantik yang pernah aku liat, El. Serius. I miss you, El.

I do.

Titip rindu buat papa ya. Have fun dengan papa ya. Mungkin papa sedikit grumpy dan picky eater. Tapi, kalian akan selalu menemukan alasan untuk memahami Nokenya kita, bagaimanapun, Yesus meletakkan kita pada tangannya, hanya saja, kamu dan astrid, belum sempat mengenalnya lebih jauh, sedangkan aku? Aku memilikinya untukku, seumur hidupku.

Papa memang bawel, El. Sangat. Segala hal yang tidak sejalan dengan pemikirannya pasti dikritik. Jangan kaget. Begitulah kita, yang dibentuk oleh Noke.

Selamat bertemu kembali dengan papa ya, el.
Salam kangen buat astrid disana.

Bila hidup memiliki cetakan kedua,
Saya akan meminta satu hal yang diubah,
Bila Yesus berkenan, tolong pinjamkan Go-el dan Astrid pada kami.

I love you all.
All of you.
I do.

Benyada Remals "dyzcabz"

Menemukan tulisan papa yang ini, membuka kembali peristiwa tragis itu.

Hari dimana saya, menangis meronta pada papa. Saya menggugat Tuhan, atas keputusannya memanggil Goel. Adik saya. Teman saya.

Kamu tidak bisa membayangkan, gimana benyada kecil itu menyiapkan segala hal untuk adiknya. Hingga dihari, dia melihat, malaikat kecil itu terbujur kaku, lalu dunianya gelap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...