Good Friday.
Sejak 9 tahun yang lalu.
Saya mulai ikut merayakan Jumat Agung. Duduk didalam meja perjamuan ataupun turut serta dalam perjamuan kudus.
Dalam ajaran Gereja saya, perjamuan kudus bukanlah hal yang bisa dilakukan setiap kali ibadah minggu ataupun sesering mungkin. Kami melakukannya hanya pada beberapa peristiwa penting Gerejawi. 4 kali dalam setahun. Sehingga membuat saya sangat "merinding" setiap kali ikut perjamuan.
Jumat Agung. Hari kematian Yesus Kristus. Hari dimana Anak Manusia disalibkan untuk menebus dosa manusia. Hari dimana DIA yang tidak berdosa menggantikan kami yang bernoda cela. Hari dimana Bapa memberikan Putra Tunggalnya sebagai ganti manusia.
Setiap tahun pada Perayaan Jumat Agung. Saya selalu diliputi perasaan takut, sedih, merasa tidak layak. Iya, setiap kali saya duduk untuk masuk perjamuan, saya selalu merasa saya tidak pantas untuk diselamatkan. Saya selalu merinding. Saya selalu bertanya didalam hati, sudahkah yang terbaik saya lakukan untuk Yesus? Sudahkah saya menyenangkan hatinya, setiap kali saya bertutur dan bertindak? Sudahkah saya layak untuk ikut perjamuan? Untuk merasakan penderitaan Yesus. Apa yang sudah saya buat untuk membalas semua kebaikkan Yesus dalam hidup saya?
Pertanyaan ini selalu ada dan terus ada, dimanapun saya mengikuti ibadah perjamuan. Bagi saya, perjamuan bukan tentang duduk makan roti yang melambangkan tubuh Kristus dan anggur yang melambangkan darah Kristus. Jauh lebih dalam dari itu, sudahkah pengorbananNYA dikayu salib membuat saya menghargai hidup saya dengan benar? Roti dan Anggur hanyalah simbol. Namun, tubuh saya adalah Bait Suci yang harus dipersembahkan bagi Allah. Bagi Yesus yang sudah menyucikan saya dari segala dosa.
Sudahkah saya menjadi SUCI dan KUDUS? Sama seperti DIA yang mengutus saya?
Sudahkah yang terbaik, saya berikan untuk Yesus?
Bila, sebagian orang menganggap perjamuan hanyalah sebuah ceremony khusus. Atau sebuah celebration rutin. Bagi saya itu hanyalah perbedaan sikap dan cara pandang.
Sebab, ketika pertama kali saya ikut duduk di meja perjamuan, Mama dan Papa saya sudah menasehati, bahwa bukan simbol duniawi yang kita lihat dan rayakan, namun iman yang hidup tanpa melihat, harapan yang muncul tanpa menyaksikan langsung serta kepercayaan bahwa Yesuslah, Tuhan dan Juruselamat hingga akhir zaman.
IMAN adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.
Yesus, layakkan saya untuk ikut Merayakan Jumat Agung. Saya masih terus belajar, bagaimana menyangkali diri.
Selamat Merayakan Jumat Agung.
Selamat Masuk dan Ikut dalam Perjamuan Kudus.
Semoga kita benar-benar bisa meneladani Yesus.
Semoga kita benar-benar merenungi Kasih Sejati itu,
Semoga kita bisa hidup dengan benar, seturut kehendakNYA.
Marilah,karena segala sesuatu telah tersedia...
Benyada Remals "dyzcabz"
Rasa takut sebelum duduk perjamuan adalah ritual khusus yang selalu saya alami. Bagaimanapun hebatnya saya berusaha tenang, saya tetap merasa saya tidak layak untuk menikmati keselamatan dari Sang Juruselamat.
Komentar
Posting Komentar