Papa,
Penghujung bulan ini,
Kita akan ke Ambon.
Memulangkan papa pada tempat yang papa minta.
Sebagian saya menolak. Namun, saya mengerti, sudah waktunya untuk "selesai" dengan penolakan ini. Sudah waktunya, saya melepaskan papa dengan benar.
Saya akan selamanya hidup dalam kekosongan yang memilukan, pa.
"Ini cuman abunya"
I know. Tidak perlu diulang berulang kali. Saya tau. Namun, abu itu adalah papa saya. Orang yang selama 5 tahun ini, berusaha setengah mati saya lepaskan dengan benar.
Papa, orang lain masih bisa mengunjungi makamnya papa mereka. Saya? Saya tidak punya apapun yang bisa saya datangi papa. Saya tidak punya, pa.
Saat pulang kremasi, saya masih bisa memeluk abu papa. Lalu kalo nanti, abu ini harus dibuang, saya gimana papa.
Bahkan setelah 5 tahun papa. Sedih saya tidak beranjak sebanyak yang mereka pikir. Saya berusaha menerima. Saya pergi ke psikiarer, bahkan hingga beliau sudah wafat, papa.
Tidak cengeng. Saya sudah tidak secengeng itu. Tapi papa... saya belum benar2 melepaskan papa. Saya masih saja, menyebut papa dalam kekesalan saya, marah saya, sedih saya, masih papa.
Dan, tiba2 saya harus siap melarung abu papa...
5 tahun itu terlalu singkat, pa.
Dalam 5 tahun, tidak banyak yang berubah pa. Walaupun, satu persatu mimpi2 kita terwujud. Saya menjadi pegawai tetap seperti keinginan papa. Rumah kita. Amor vikaris. Eset selesai (*sedang proses).
Dan saya sekolah lagi.
Dan saya,...
Terlalu banyak mimpinya ya?
Menikah? Salah satunya ya?
Kayaknya yang terakhir ini, harusnya dalam waktu dekat, pa.
Harusnya kan?
Papa tenang aja, i can handle it. I promise, nok.
Hanya saja, berat pa. Rasanya berjalan sendiri menuju altar itu. Membuat keputusan penting dalam hidup saya, tanpa orang yang biasa melindungi saya, pa. Sulit kan pa?
Saya takut pa.
But, life must go on, Benyada. Iyakan?
Papa akan selamanya ada dengan nona. Apapun ceritanya, papa selalu dukung keputusan anak papa. Nona tau itu, papa sayang nona sampe jantung hati.
Papa, kalo saya kenalin dia nanti, saya harus kemana? Ambon? Di mana? Di lautnya?
Kenapa sih, harus Ambon, pa?
Kenapa sih ngga dengan kita aja terus?
Kenapa?
Apa yang begitu menyenangkan disana? Hingga papa meminta untuk pulang ke sana?
Saya tidak suka papa jauh.
Semakin dekat, justru semakin menakutkan.
Legowo tai kucing. Ikhlas2 ndasmu. Tabah? Ya, bole.
Semua kata2 penguatan yang saya tuliskan adalah bullshit. Semua omong kosong tentang menjadi kuat, adalah cerita abu2.
Bagi sebagian orang, saya terlihat begitu kuat. Sesantai itu. Semua hal bisa diatasi. Bahkan semua kerjanya beres. Tidak ada masalah berarti.
Karna mereka tidak pernah bertanya, "are you okay, Nyed?"
Dan saya? Terlalu pandai menata semua nya menjadi baik2 saja.
September.
Tolong, pelan2 sedikit. Jangan terlalu cepat. Saya ingin papa ada, walaupun hanya abu.
Yesus, kaka masih cengeng kan?
Jangan marah ya. Pada beberapa hari dalam 365 hari, ada hari2 dimana saya semenyebalkan ini. Ada.
Dan semoga kamu bisa menghandle saya dengan benar.
_nyed_
Mungkin saya perlu hiking ya?
"Pa, saya dapat undangan dari Unbraw. Saya udah urus di sekolah, pa."
Noke : ngapain sekolah jauh2 dari papa. Tes disini aja, papa ngga mau nona kuliah jauh.
Lucunya, papa sekarang jauh sekali, pa.
Jauh sekali.
Jaraknya adalah hembusan nafas.
Komentar
Posting Komentar