Pelatihan Pra- Emeritus.
Pelatihan menjelang pensiun. Apa yang harus dilatih ya? Apa yang harus dipersiapkan ya?
Ngapain aja ya?
Oh, okay. Katakanlah saya sangat SKEPTIK. Tapi, apa iya, harus ada pelatihan itu? Kok, dulu, waktu papa ada kok ngga ada ya? Atau saya yang baru denger ya? Atau papa yang ngga ikut?
Bukankah, melayani hingga umur 65 tahun dalam kepegawaian yang aktif sudah lebih dari cukup?
Haruskah atau apakah diperlukan pelatihan pra-emeritus ini?
Kenapa? Apa sebagian besar yang emeritus mengalami post power syndrome? Atau? Kebanyakkan senior2 pendeta yang sudah emeritus masih "maniso" ikut campur pelayanan gereja setempat dimana dia berdomisili?
Hm?
Kalo dibilang persiapan pra-emeritus, mungkin terdengar lebih logis untuk saya. Kenapa?
Karna "persiapan" itu bisa digunakan untuk memberitahukan apa saja hak2 yang didapat, apa saja tunjangan, apa saja yang perlu disiapkan untuk mengurus keperluan pensiun, juga penyediaan rumah bagi pendeta yang menjelang emeritus. Itu saya, setuju.
Tapikan, ngga perlu sampe 3 hari jugalah. Kenapa ngga di Sinode aja? Pake aja wisma GPIB, dan rapatnya diadakan di situ. Sehingga ga perlu buang-buang banyak uang, untuk hal yang tidak urgent.
Memangnya hanya baru "ini" seorang pendeta emeritus? Bukankah regenerasi hadir sedari dulu. Apakah iya, pelatihan ini benar diperlukan?
Menyiapkan mental para pendeta untuk emeritus? Harus dipersiapkan? Bukankah beliau-beliau yang sudah memasuki masa pensiun, sudah selayaknya "legowo" bahwa sebentar lagi, saya tidak lagi menjadi anggota kepegawaian GPIB yang aktif. Hanya kepegawaiannya yang tidak aktif, tapikan kependetaannya selamanya hidup dan terus.
Yang pensiunkan "pegawai organik" GPIB, tapi kependetaannya tidak akan hilang kan?
Jadi, bila nanti masih ada yang meminta untuk berkhotbah, ya masih bolehkan? Asalkan jangan minta-minta jadwallah... (*Seriously, its not elegan)
Turunlah dengan berwibawa, bahwa sudah waktunya regenerasi itu bergerak. Yang tua, bukan pergi lalu hilang, mereka selamanya ada menjadi pengayom, pengarah, penjaga kemurnian, agar teologi GPIB selamanya hidup dalam arah pikir dan laju kembang yang benar.
Biarlah semua hal mengarah pada kemuliaan Yesus, Sang Pemiliki Kehidupan.
Bila saja, kita tau benar dan mengenal dengan baik, waktu yang Tuhan berikan untuk kita mengerjakan bagian kita, masih perlukah kita melatih diri untuk mempersiapkan sebuah "pensiun"?
Bukankah kita tau, hidup yang benar adalah mengucap syukur, pada setiap masa yang Yesus berikan untuk kita.
Perlukah kita "dilatih" untuk menghadapi pensiun?
Entah kenapa terdengar begitu menyedihkan ditelinga saya? (*Semoga saja saya yang salah dan bodoh menanggapinya)
Karna bila itu digunakan untuk mempersiapkan mental dari para pendeta-pendeta senior, (*maaf bila lancang) kok rasanya menggelitik ya. Bagi saya, memasuki masa emeritus adalah sebuah kebanggaan. Kenapa? Sebab tidak semua orang bisa mencapai masa itu. Papa saya, salah satunya. Sehingga, bagi saya, hormat saya selalu terangkat untuk semua pendeta yang tetap hidup dan menjalani masa emeritusnya dengan baik.
Mencapai batas akhir keorganikan dalam sebuah institusi berskala nasional adalah prestasi yang membanggakan. Bahwa kesiapan mental yang harus di"latih" menjadi sebuah issue yang diangkat, bukankah itu terlihat mengecilkan kewibawaan dan psikis pendeta2 senior?
Apa iya, semua yang pra-emeritus akan post power syndrom? Ataukah karna sudah ada contoh kasusnya? Makanya perlu dibina dan dilatih?
Mereka yabg sudah melayani lebih dari 25 tahun, harus dilatih? Untuk menghadapi masa emeritus mereka? Alasan logisnya boleh dijabarkan?
Mereka yang sudah malang melintang dan bergumul bersama jemaat 30 tahun lebih, harus dan perlu dilatih? Untuk menghandle "mereka" sendiri dimasa emeritusnya?
Ga usah sok ngerti, nyed.
Mama saya adalah salah satu dari sekian puluh pendeta yang diundang. Mama saya. Pendeta yang memasuki masa emeritus, setelah 35 tahun melayani.
______________________________________
Saya pernah membicarakan tentang emeritus ini dengan Noke.
Noke : kalo papa pensiun, papa ngga mau melayani. Papa mau dirumah aja santai.
Saya : yakin?
Noke : papa mau beli ayam dipasar, lalu jalann keliling buat jual pake mobil. Atau kita dua, pulang di ambon aja ya, ma?
(*Melirik mama)
Mama senyum aja.
Noke : pensiun artinya sudah selesai tugas dan tanggung jawab pada jemaat. Tapi tidak ada pelayanan. Papa memaknainya, kalo Tuhan sayang, papa unur panjang, papa mau hidup untuk menikmati masa tua papa berdua aja sama mama. Masa dimana dulu papa sibuk pelayanan, papa bayar dimasa tua aja, berdua dengan mama.
Saya tersenyum mendengarnya.
Tidak ada ngotot bahwa beliau harus tetap berdiri dimimbar. Tidak ada cerita juga bahwa beliau akan minta dijadwalkan. Yang papa mau, hanya beristirahat dimasa tuanya.
Seperti yang papa katakan untuk Pdt. Deiby Paath, 1 hari sebelum beliau pergi, Regenerasi harus terjadi, yang tua pergi agar yang muda menggantikan, ku sudah dapat banyak dari saya, saatnya kamu berdiri sendri dan bertanggung jawab untuk masa depan gereja ini.
Apa ini terdengar "perlu dilatih" lagi untuk emeritus?
Saya tau, tidak semua orang memiliki pemikiran seperti papa dan mama. Tapi saya percaya, bahwa mereka yang sudah "tua" dalam sebuah pekerjaan, akan memahami dengan baik, waktunya untuk mundur dan memberinjalan bagi yang muda.
Orang yang mampu melakukan itu, tidak perlu lagi dilatih, dibina, dipersiapkan, karna dia sudah selesai dengan dirinya, egonya, akunya, dan inginnya.
________________________________________
Sore beberapa hari lalu, mama membawa pulang surat yang berisi tentang undangan pelatiha pra-emeritus ini.
Saya membacanya dan mengerenyit.
Saya : ini buat apa?
Mama : yang menjelang pensiun.
Saya : iya, ma. Buat apa?
Mama : ngga tau.
Saya : coba aja mama telpon sinode dan bertanya tujuannya apa. Pelatihan apa? Kok kedengerannya aneh ya diotak saya?
Mama ketawa.
Beberapa hari kemudian.
Mama : pelatihan aja katanya. Persiapan untuk pensiun.
Saya : harus 3 hari? Kenapa ngga disinode aja? Ngapain pake acara nginap segala?
Mama : mama juga heran. Mama ngga bisa ikut, karna ada ibadah gabungan. Kata mereka tahun depan aja?m
Saya : oh, tiap tahun ada? Kok? Waktu papa ada? Kok saya ngga pernah denger papa ikut?
Mama : ngga tau. Mama juga baru denger.
Saya : apa sih yang dilatih? Psikis? Mental bahwa setelah ini ya udah, ngga lagi melayani secara aktif?
Mama : iya, post power syndrom.
Saya : mama perlu?
Mama ketawa.
Saya : mama ngga perlu pikirin apapun, kerjakan apa yang belum mama kerjakan untuk Sion. Sion sedang membangun. Ekonomi gereja sudah jauh membaik. Yang nanti, biar aja nanti. Tuhan Yesus selalu ada dengan kita. Mama tenang aja.
Mama : kalo nanti pensiun mama berkebun aja ya, kak.
Saya : iya, kita buat hidroponik buat mama. Biar tiap hari mama punya kerja. Tiap bulan mama jalan-jalan kemana-mana.
Mama : papa bilang dia mau punya rumah pinggir pantai.
Saya : udah deh ya. Saya ngga mau. Lalu tsunami tutup rumah. Stop deh, papa kan gitu.
Mama : papa janji mama ngga sendiri. Tapi dia pergi. Dia bilang kita dua sama2 waktu pensiun, tapi dia pulang duluan.
Saya memeluk mama.
Saya tidak tahu harus menjawab apa. Karna kepergian papa, mengubah segala sesuatu.
Untuk semua pendeta yang memasuki masa emeritus,
Hormat dan Salut saya untuk kalian,
Pelayanan kalian selamanya tinggal tetap pada hati jemaat,
Tidak ada yang bisa mengubah dan menggantikan itu,
Karna karya selamanya ada, sekalipun raga sudah pergi.
Tuhan Yesus, menyertai kehidupan para pendeta-pendeta yang menjelang masa emeritus,
Melingkupi mereka dengan damai sejahteranya, kasih setiaNYA tinggal tetap, menjaga para hamba Tuhan dalam menyongsong masa emeritus.
Ingatlah, bapak-ibu pendeta,
Yang pensiun, hanyalah ke-aktifan dalam kepegawaian organisasi GPIB.
Namun, ke-pendetaanmu, tidak akan pernah berhenti atau terhenti karena itu,
Bila Tuhan masih memakaimu, layanilah DIA dengan ketulusan hatimu, dengan segenap keberadaanmu.
Tapi jangan rendahkan harga dirimu, untuk mengemis bahkan meminta pelayanan.
Sebab, Yesus, yang kita sembah adalah Maha Kaya, DIA, memberi lebih banyak dari apa yang kita minta. DIA, mennyediakan lebih dari cukup atas apa yang kita butuhkan.
Kenapa saya menulis ini?
Bagi saya, Pelatihan Pra-Emeritus, terdengar lucu untuk dicerna. Bilapun, harus ada, alangkah baiknya bila "Pembinaan dan Persiapan menuju Emeritus"
Entah apa dan bagaimana konsepnya.
Emeritus bukan lagi anak kecil, atau tanggung yang perlu dilatih mentalnya,
Mereka adalah para senior yang sampai pada masa akhir dedikasi atas pelayanannya.
Bila ini diadakan sebagai bagian dari jawaban2 atas permasalahn post power syndrome yang banyak terjadi didalam jemaat, bukankah sinode harus berkaca? Mengapa itu bisa terjadi?
Kenapa, seorang emeritus masih ada yang ngotot atau meminta-minta jadwal pada junior?
Bukankah seharusnya yang dipikirkan adalah kesejahteraan mereka para pensiunan pendeta?
Ada loh, pensiunan pendeta yang menerima hanya 800 ribu. Ada. Apakah cukup? Ya ngga lah. Di jaman yang makin sulit, bukankah kita harusnya melihat kepada mereka yang adalah cerita lalu dari masa depan kita?
Saya bukan menggurui, sok taupun tidak.
Hanya saja, miris rasanya, kalau kita tidak merunut debgan benar akar masalahnya. Tapi hanya masalah dipermukaan yang kita "angkat".
Sebab - akibat selalu terjadi dalam menelaah sebuah masalah.
Mama saya juga Pra - emeritus, apa beliau khawatir? Tidak.
Mama bilang khawatir hanya untuk mereka yang belum mengerjakan apapun selagi waktu masih ada. Untuk mama, Tuhan memberikan wktu-waktu akhir ini untuk berkarya, itulah yang mama buat. Selagi masih ada nafas, kerjakan yang harus dikerjakan. Sebab akan datang waktu, Yesus bilang berhenti. Waktu itu adalah waktu dimana kita menuai semua hasil yang sudah kita kerjakan.
Berkat sudah diatur, tinggal bagaimana kita membijakinya.
Setiap orang ada waktunya, karna itu bekerjalah sesuai dengan talenta yang Tuhan beri.
Benyada remals "dyzcabz"
Noke : saya berdoa biar mati waktu lagi tugas, biar banyak yang ngelayat. Kalo udah pensiun, siapa yang mau ingat kita.
Dan, beliau pergi... 3 tahun sebelum pensiun.
Entah Yesus yang becandanya luar biasa, atau Noke yang permintaannya luar biasa?
Komentar
Posting Komentar