Dunia ternyata "sekecil" ini, pa...
Saya sedang nunggu KRL pulang jaga. Disebelah saya, ada seorang cewe, sepertinya dia, Orang Ambon atau Timur lah ya.
Hanya kita berdua yang duduk dikursi itu.
Dia memulai percakapan.
"Pulang kerja, mba?"
Saya mengangguk.
"Tinggal dimana?"
"Kota"
"Ooo kota tua. Ada gereja tua disitu ya?"
Saya mengangguk.
"Mba, aseli jakarta?"
Saya : iya, saya lahir dan besar disini. Tapi darah saya, ambon.
Dia : ooo, saya juga ambon, tapi merantau disini. Tinggal di manggarai.
Ngobrol ngalur ngidul. Entah kenapa kereta belom muncul juga.
Sampai pada...
Dia : saya sering masuk GPIB, kalo mba?
Saya : jarang masuk gereja.
Dia mengangguk. "Ada satu pendeta GPIB tapi udah lama sekali. Kalo khotbah suka loncat-loncat dimimbar, lucu orangnya, kalo khotbah ngga ada amin, tapi sudah lama ngga denger beliau khotbah."
Saya hanya diam.
Dia : kayaknya sih ambon ya, pendeta itu. Kadang suka pake jubah kayak rabi israel. Sapa ya namanya. Mba ngga kenalnya?
Saya : dalam hati (*saya mengenal beliau lebih dari yang kamu tau) *menggeleng
Dia : terakhir dengar beliau khotbah di GPIB Silo, tapi su lama. Lama sekali. Pernah juga di gereja ayam.
Saya : oh. *Mengangguk
Dia terdiam sejenak, lalu tiba2 menyebutkan nama itu.
"Pendeta Ari kalo saya ngga salah. Cuman lupa fam apa. Mba ngga kenal?"
Saya : *menggeleng pendeta gpib kan banyak, saya ngga hapal semua.
Dia : iya ya. Mba, di gpib mana?
Saya : paulus.
Dia : pendeta itu kalo syafaat pasti nangis. Sampe saya terharu juga.
Saya : oh, keretanya udah ada. Saya duluan.
Hidup memang serandom ini ya, pa?
Bahkan tanpa dia jelaskan sedetail itu, saya tau, siapa yang dia maksud.
Dia yang dimaksud adalah kebanggaan saya. Karna dia yang sudah tidur itu selamanya adalah kesayangan saya.
Saya tidak perlu menyebutnya. Karna setiap kali cerita tentangnya disebut, ada bagian yang sulit untuk disembuhkan.
Saya, anak dari pendeta yang kamu ceritakan itu.
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar