Langsung ke konten utama

being friendly

 

jangan membuat standar ganda.


SETUJU ya?


kamu tidak harus ramah, pada semua orang yang kamu temui. Kamu tidak harus menjadi orang yang selalu ceria dimanapun dan kapanpun. Kamu tidak harus selalu menjadi orang yang menyenangkan orang lain. 

Kamu harus menjadi sebagaimana adamu. 

Sampai disini, kita sepakat ya?


Hanya saja, ada beberapa pengecualian dalam dunia yang kamu hirup udara dan bernafas didalamnya.

saat kamu, menjadi seorang public figure, kamu dikenal banyak orang, orang2 diluar sana memiliki ekspektasi yang luas untukmu. Mereka tidak peduli bahkan kadang cenderung tidak mau tau, bagaimana hari yang kamu lewati. Apa yang terjadi dengan moodmu hari ini. Bagi khalayak, kamu yang "namanya" dibesarkan oleh mereka, harus bisa berlaku "ramah" pada siapapun yang memintamu untuk berfoto atau bercanda, atau hal-hal dimana tingkat ramah tamahanmu diuji.


Mereka salah ngga?

tergantung caramu memandang masalah ini.


Ada yang bilang begini "sebagai fans atau pengagum seorang public figure, kalian harus paham bahwa public figure juga manusia. Moodnya bisa jroop dan droop. Mereka tidak selalu bisa tertawa dan tersenyum 24 jam. Kalian juga harus menghargai privacy public figure itu. Kalian kan ngga tau, kalian orang keberapa yang minta foto hari itu, atau ada masalah apa yang menimpa mereka. Jadi, kita ngga bisa berharap untuk selalu di notice dengan ramah"

Sekarang, coba kita balik posisinya.


Gimana kalo, fans yang ingin bertemu itu adalah orang yang sudah bersusah payah untuk datang dan menemui para public figure itu. Atau, orang yang berdoa siang malam, untuk bisa bertemu dengan si public figure. Atau, orang yang mendukung public figure dengan membeli salah satu endorsan yang ditawarkan oleh beliau. Atau, apapun itu yang intinya meningkatkan pamor dan juga secara tidak langsung mendukung "hidup" para public figure.

Jangan membuat double standar, hanya untuk membenarkan apa yang tidak benar.

Nyed, itu hak mereka. Mood orang kan ngga bisa lo atur, nyed. LO juga harus paham itu.


Gini ya, dude... Dengerin saya,

saya tidak bilang yang kamu lakukan itu salah atau benar. Saya bukan hakim. Saya juga bukan orang yang ramah, karena itu saya tidak suka menjadi terkenal dan mendapat privillege apapun. 

Hanya saja, bila kamu menamai dirimu Public Figure, seorang "tokoh" yang dikenal dan terkenal oleh masyarakat luas, entah apapun prestasimu. Atau karyamu yang sudah kamu hasilkan... tolong, bila kamu tidak mood, sedang tidak suka diganggu, atau tidak mau diajak berfoto, katakanlah dengan baik. Bicarakan dengan sopan. Kamu punya hak untuk menolak fansmu, sama seperti mereka punya hak meminta berfoto dengan mu.


Kalaupun, kamu dipaksa untuk berfoto dengan mereka, jadilah orang yang profesional. Kalo kamu tidak bisa, sekali lagi, tolaklah dengan elegan. Jika kamu tau, caranya menolak dengan baik, dengan sopan, kamu menghargai orang lain. 

Ngga perlu teriak-teriak self love, kalo kamu tidak tau caranya memperlakukan orang lain dengan bener. Self love  bukan hanya tentang mencintai dirimu, cerita tentang mencintai dirimu, didalamnya ada juga bagian dimana keberadaanmu tidak lepas dari caramu berinteraksi dengan lingkunganmu. 

Sekali lagi, saya bilang.... Kamu tidak tau, apa yang dilewati lawan bicaramu hari ini. Bisa jadi, kamu adalah orang yang membuatnya bersyukur bahwa hari ini begitu indah untuk dilewati. hanya karena caramu memperlakukan orang lain dengan baik. Atau, bisa jadi, pertemuannya dengan mu adalah mimpi buruknya hari itu.

Dear Public figure,

Kamu mungkin boleh punya karya yang hebat, besar, istimewa,

paras yang cantik, ganteng, memukau, simpatik.

Namun, bila karyamu tidak ada penikmatnya, keberadaanmu adalah sia-sia.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketika papa saya meninggal, satu minggu setelahnya saya masuk kerja. Sedih? Iya. Perasaan kosong yang saya hadapi saat itu. Namun, sebagai tenaga profesional, pelayan publik, saya mengesampingkan sakit saya untuk tetap melayani pasien.

Ah, megalomen lo nyed...

Bukan, saya hanya mau bilang, apapun yang terjadi dengan hidupmu, tidak perlu dijadikan tontonan dan alasan untuk tidak menghargai keberadaan orang lain. Nope, its a wrong way dude. 

Orang tidak perlu tau, apa yang menjadi kegelisahanmu. Sebab, segala sesuatunya ada yang mengatur.


Kenapa saya concern?

Karna, dari cara kita menolak permintaan orang lain, bisa jadi trauma untuk dia.

untuk hal itu, kita harus siap akan setiap "pergunjingan" yang terjadi setelahnya.

Mentall illness, bukan hanya terjadi dari hal-hal besar yang menyesakkan.

Namun, bisa juga dari hal-hal sekecil, ditolak dengan tidak menyenangkan. Dijutekkin. Mau berfoto tapi mukanya ngga ikhlas. Ngucapin makasih tapi nadanya melecehkan. dan banyak hal-hal yang kita anggap sepele, nyatanya orang yang menerima itu tidak siap mendapatkan perlakuan itu.

Please, be nice.


Orang akan memahamimu, saat kamu menjelaskannya dengan baik. Orang akan berterima kasih, saat kamu menolak dengan sopan. Orang akan bersyukur, saat kamu dengan jujur, mengatakan bahwa kamu tidak ingin diganggu. 

dengan cara yang baik, pesan itu akan sampai dengan benar.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------\

Saya bukan manusia yang ramah. Saya hanya menjadi ramah saat berada dilingkungan kerja saya. Di tempat favorite saya, Rumah Sakit. Selebihnya, saya ngga suka diganggu kalo lagi off atau lagi seneng-seneng.

Namun, bila saya menjadi public figure, saya pikir...

Selelah apapun saya, saya akan menghargai orang yang meminta untuk beramah tamah.

Saya paham, tidak semua orang bisa mengatur caranya bersosialisasi.

saya juga tau, bahwa kesalahan yang timbul selalu diikuti ucapan maaf yang tawar.


Papa saya bilang gini...

Maaf tidak selalu menyelesaikan masalah. Namun, saat kamu berani meminta maaf, artinya kamu berani menjatuhkan harga dirimu dan egomu, untuk merendah dan mengaku salah. Saat kamu tau, menjatuhkan egomu adalah hal tersulit, jangan jatuhkan lagi untuk kesalahan yang sama.

Jadi, kalo udah minta maaf, ya udah. selesai. Ngga perlu lagi, seperti anak kecil yang minta perhatian trus sindir menyindir. 

Kalo kamu ngga bisa menerima sebuah teguran sebagai sesuatu hal yang positif, sekalipun caranya ngga bagus. Kamu belum sampai pada level "chill dude, shit happens anytime, raise your glass" Level bodo amatmu harus dinaikkin lagi. HARUS.

Saya menghargai sebuah ucapan maaf, sebohong apapun perkataannya.

Karna, sebenar-benarnya manusia, mengucapkan maaf setelah melakukan salah,

adalah sebuah keterpaksaan yang dipertontonkan, untuk memenangkan dan menenangkan sebuah pihak.


Makanya, saya lebih senang kata "melupakan".

Saya tidak suka bersembunyi dibalik kata "memaafkan",

ada marah yang tidak usai disana.

Namun "melupakan", mendewasakan langkah saya, bahwa suatu waktu dulu, sakit itu membuat saya memahami cara memandang masalah dari sudut yang berbeda.

Ada banyak kelakuan bangsat yang harus dimaklumi,

iyakan?

Tapi, mereka yang benar-benar memahami, bahwa kebesaran hati adalah bentuk lain dari "selesai dengan diri sendiri", mereka akan mengerti.

bahwa dalam hidup, kamu tidak akan memahami sesuatu, bila kamu tidak mengalami sesuatu.


Benyada Remals "dyzcabz"


tulisan tolol ini, hanya keisengan. 

tidak untuk diseriusi.

bukan ditujukan untuk siapapun.

Hanya sebuah koreksi, untuk saya.

Bahwa lain kali, cara saya untuk menolak ajakan orang lain, harus bisa lebih bersahabat.










Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...