Mungkin bagi sebagian orang,
Virus ini hanya sekedar saja,
Setiap kali di sebutkan, berapa angka kematian,
Mungkin hanya terdengar sebagai data dan statistik.
Seandainya saja boleh,
Sebagai dokter, saya ingin di rumah saja.
Tidak perlu berjibaku dan menghadapi keadaan kacau ini.
Seandainya saja,
Saya adalah orang yang bisa bekerja dari dan di rumah saja,
Saya akan sangat lega.
Artinya, saya tidak perlu getir menghadapi keadaan ini,
Lalu mendengar bahwa senior2 saya, bahkan guru2 saya, perlahan tumbang satu persatu.
Pemerintah tidak sigap. Apalagi siap.
Dengungan yang di dengarkan di TV sangat bagus, terlihat siap.
Nyatanya di lapangan tidak begitu.
Di lapangan protokoler yang di buat justru ambigu. Alat tes kosong. Rapid tes hanya pada RS Rujukan dan itupun hanya pada orang2 dengan suspek sesuai protokoler.
Jadi, kapan wabah ini selesai?
Kapan bisa meredam kepanikan massal yang nenjalar kalau pemerintah seolah gamang sendiri.
Tenaga medis, tidak di siapkan alat perang yang sesuai. Tapi, di media, wacananya sudah. Ada, disiapkan. Di gelontorkan Trilliunan. Bahkan, kami di lapangan berteriak, kapan, mana, alatnya mana.
Kami tidak bisa berperang kalo kamu cuman membekali kami dengan pedoman. Kami butuh APD. Kami butuh alat tesnya. Kami butuh oksigennya, ett, ventilatornya. Ruang isolasi yang jauh lebih banyak.
Dan, protokoler yang jauh lebih siap.
ODP dan PDP, dengan klinis yang baik2 saja, boleh di rumah. Bahkan di suruh karantina sendiri di Rumah. Lalu? Apa keluarganya ngga di periksa? Lalu, orang2 yang radius 500 m dari rumahnya ngga di periksa? Nanti nyed, kalo udah ada yang positif baru di tracing.
Kenapa kita harus menunggu pasien datang. Kenapa bukan kita yang bergerak mencari, supaya penularan bisa di kendalikan. Kenapa kita tidak tegas mengalakkan physical dan social distancing, dirumah aja dulu, kalo ngga mau jadi penyakit dan mematikan orang lain.
Kecuali mereka yang memang tidak bisa bekerja di rumah.
Lah, mau makan apa anak istri, kalo suaminya lo tahan di rumah. Kemana pemerintah? Bukankah itu tugasnya berpikir? Bukan cuman jago memberikan data statistik angka penularan dan kematian. Atau sibuk podcast di youtube. Mana pemerintah! Kemana uang2 negara. Kemana pajak yang selama ini kita bayarin.
Apa iya, mau nunggu seperti Italia, Amerika, Wuhan? Kenapa sih, ngga dari awal kita di siapkan. Kita malah sibuk membuat ini menjadi lelucon. Ketika angka kematian mendekati 100, bahkan kematian lebih tinggi dari kesembuhan, baru melek. Baru sibuk.
Kenapa ngga dari awal, desember ketika mendebgar wabah itu, kita galakkan promkes2 ke tiap2 RT dan RW, melalui puskesmas. Kenapa ngga di sosialisasikan tentang PHBS bahkan sosial distancing.
Saya kecewa melihat cara kita menangani wabah ini.
Gini ya,
Saya beritahu situasinya. Mungkin sudah banyak video yang menjelaskannya.
Tapi saya ingin menceritakan keadaannya,
Kenapa kita harus lebih aware.
Corona virus ini di katakan penularannya melalui droplets. Ketika ada yang positif di daerah dengan jarak 1 km, kamu kemungkinan kena juga. Kenapa? dari 1 orang aja, bisa menularkan ke banyak orang. Contoh A ketemu B. B ketemu C,lalu C ga sengaja ketemu Z. Dan begitu seterusnya.
Itulah kenapa, diam di rumah, atau dirmah aja membuat kamu jauh lebih baik. Paham?
Ketika kamu tertular, gejalanya mgkin sangat ringan hingga kamu tidak aware. Tapi, bukan berarti kamu tidak bisa "membawa" virus ini di tubuhmu. Dengan sistem imun yang baik, tubuhmu melawan si corona bangsat ini. Hingga kamu baik2 saja. Bila kamu memiliki penyakit penyerta seperti sakit gula, darah tinggi, penyakit paru kronik, perokok, corona bisa membuatmu jauh lebih buruk. Kondisimu akan jauh lebih 'jelek'. Biasanya penyakit penyerta dengan imun yang jelek ini terjadi pada lansia. Mama, papa, om, tante, guru kita, atau kerabat lainnya.
Corona virus menyerang saluran nafas. Mulai dari batuk2 biasa hingga akhirnya sesak nafas. Kalau kondisimu buruk, sesak nafas itu membuat paru2mu kolaps, hingga ancaman gagal nafas bisa terjadi. Pada tahap ini, kamu butuh alat bantu nafas, oksigen dengan tekanan tinggi, ventilator.
Taukah, kamu bahwa setiap RS memiliki ventilator paling banyak 10 itupun pada RS tertentu. Kamu harus masuk ICU, ruang pemantauan khusus. Taukah kamu bahwa ICU pada setiap RS itu sangat terbatas. Ingat loh, RS itu bukan cuman ada pasien corona, ada pasien lain yang sama penting dan gawat daruratnya.
Bila sudah begitu, bukankah kamu membuat kami harus memilih, siapa yang harus di selamatkan. Bagaimana bila itu terjadi pada keluargamu.
Kamu melihat, bahwa kami memilih orang lain, berdasarkan triage dan survival rate dari si pasien. Bukankah kami menjadi manusia paling bangsat atas setiap keputusan yang di ambil?
Tapi itu harus kami lakukan, untuk menyelamatkan kalian.
Karena itu, tolong dengarkan kami, bila kamu tidak ada kepentingan, tolong berdiam dirilah di rumah. Kita sama2 melawan wabah ini, kita sama2 menjaga orang yang kita sayangi.
Kami bekerja di sini, kamu diam di rumah. Agar korban dengan keadaan kritis bisa kami tangani.
Di saat pemerintah sudah menggalakan #kerjadirumah dan alat rapid tes sudah datang dan siap di pergunakan. Mari kita saling menjaga. Jangan kamu pikir, kamu muda, sehat, kuat, tidak akan tertular, lalu kamu ndableg.
Kamu bisa menjadi 'pembawa' virus bagi sekitarmu. Pikirkanlah orang tuamu bila mereka terkena, lalu keadaan mereka membruk. Pikirkanlah orang lain, jangan menjadi egois. Kamu tidak hidup sendiri.
Saya hanya menyampaikan apa yang saya pikirkan.
Kamu mau membantu dengan berdiam dirumah, saya sangat berterima kasih.
Saya bukan tidak mau melayani banyak pasien, bila kamu berpikir begitu.
Saya hanya tidak sanggup memilih mana yang harus saya dahulukan, lalu mengumumkan waktu kematian demi kematian.
Bila kamu pikir, kehilangan pasien adalah hal yang biasa, kamu salah. Tugas kami adalah menolong pasien. Bahkan dalam menjalankan tugas itu, kami tidak memikirkan keluarga kami.
Kehilangan demi kehilangan yang kami hadapi beberapa hari ini, tidak bisa di gambarkan dengan apapun.
Bahwa sehebat apapun kami berjuang, Tuhanlah sang pemilik hidup. Bahwa sekeras apapun kami bertaruh, alat2 sangat terbatas. Sebagian dari kami, sakit bahkan meninggal.
Kami tidak akan berhenti untuk berjuang, pada garis terdepan. Memastikan keluarga kalian baik2 saja, tapi tolong bantu kami, untuk lebih peduli dengan sesama, diamlah dirumah.
Kita harus menghadapi ini bersama.
Bukan hanya untuk kita,
Tapi untuk indonesia.
Tuhan semesta alam, memberkati kita.
Damai sejahteranya melingkupi kita.
Yesus, sampe jua....
dr. Bennu B Jedijah
Benyada Remals "dyzcabz"
Virus ini hanya sekedar saja,
Setiap kali di sebutkan, berapa angka kematian,
Mungkin hanya terdengar sebagai data dan statistik.
Seandainya saja boleh,
Sebagai dokter, saya ingin di rumah saja.
Tidak perlu berjibaku dan menghadapi keadaan kacau ini.
Seandainya saja,
Saya adalah orang yang bisa bekerja dari dan di rumah saja,
Saya akan sangat lega.
Artinya, saya tidak perlu getir menghadapi keadaan ini,
Lalu mendengar bahwa senior2 saya, bahkan guru2 saya, perlahan tumbang satu persatu.
Pemerintah tidak sigap. Apalagi siap.
Dengungan yang di dengarkan di TV sangat bagus, terlihat siap.
Nyatanya di lapangan tidak begitu.
Di lapangan protokoler yang di buat justru ambigu. Alat tes kosong. Rapid tes hanya pada RS Rujukan dan itupun hanya pada orang2 dengan suspek sesuai protokoler.
Jadi, kapan wabah ini selesai?
Kapan bisa meredam kepanikan massal yang nenjalar kalau pemerintah seolah gamang sendiri.
Tenaga medis, tidak di siapkan alat perang yang sesuai. Tapi, di media, wacananya sudah. Ada, disiapkan. Di gelontorkan Trilliunan. Bahkan, kami di lapangan berteriak, kapan, mana, alatnya mana.
Kami tidak bisa berperang kalo kamu cuman membekali kami dengan pedoman. Kami butuh APD. Kami butuh alat tesnya. Kami butuh oksigennya, ett, ventilatornya. Ruang isolasi yang jauh lebih banyak.
Dan, protokoler yang jauh lebih siap.
ODP dan PDP, dengan klinis yang baik2 saja, boleh di rumah. Bahkan di suruh karantina sendiri di Rumah. Lalu? Apa keluarganya ngga di periksa? Lalu, orang2 yang radius 500 m dari rumahnya ngga di periksa? Nanti nyed, kalo udah ada yang positif baru di tracing.
Kenapa kita harus menunggu pasien datang. Kenapa bukan kita yang bergerak mencari, supaya penularan bisa di kendalikan. Kenapa kita tidak tegas mengalakkan physical dan social distancing, dirumah aja dulu, kalo ngga mau jadi penyakit dan mematikan orang lain.
Kecuali mereka yang memang tidak bisa bekerja di rumah.
Lah, mau makan apa anak istri, kalo suaminya lo tahan di rumah. Kemana pemerintah? Bukankah itu tugasnya berpikir? Bukan cuman jago memberikan data statistik angka penularan dan kematian. Atau sibuk podcast di youtube. Mana pemerintah! Kemana uang2 negara. Kemana pajak yang selama ini kita bayarin.
Apa iya, mau nunggu seperti Italia, Amerika, Wuhan? Kenapa sih, ngga dari awal kita di siapkan. Kita malah sibuk membuat ini menjadi lelucon. Ketika angka kematian mendekati 100, bahkan kematian lebih tinggi dari kesembuhan, baru melek. Baru sibuk.
Kenapa ngga dari awal, desember ketika mendebgar wabah itu, kita galakkan promkes2 ke tiap2 RT dan RW, melalui puskesmas. Kenapa ngga di sosialisasikan tentang PHBS bahkan sosial distancing.
Saya kecewa melihat cara kita menangani wabah ini.
Gini ya,
Saya beritahu situasinya. Mungkin sudah banyak video yang menjelaskannya.
Tapi saya ingin menceritakan keadaannya,
Kenapa kita harus lebih aware.
Corona virus ini di katakan penularannya melalui droplets. Ketika ada yang positif di daerah dengan jarak 1 km, kamu kemungkinan kena juga. Kenapa? dari 1 orang aja, bisa menularkan ke banyak orang. Contoh A ketemu B. B ketemu C,lalu C ga sengaja ketemu Z. Dan begitu seterusnya.
Itulah kenapa, diam di rumah, atau dirmah aja membuat kamu jauh lebih baik. Paham?
Ketika kamu tertular, gejalanya mgkin sangat ringan hingga kamu tidak aware. Tapi, bukan berarti kamu tidak bisa "membawa" virus ini di tubuhmu. Dengan sistem imun yang baik, tubuhmu melawan si corona bangsat ini. Hingga kamu baik2 saja. Bila kamu memiliki penyakit penyerta seperti sakit gula, darah tinggi, penyakit paru kronik, perokok, corona bisa membuatmu jauh lebih buruk. Kondisimu akan jauh lebih 'jelek'. Biasanya penyakit penyerta dengan imun yang jelek ini terjadi pada lansia. Mama, papa, om, tante, guru kita, atau kerabat lainnya.
Corona virus menyerang saluran nafas. Mulai dari batuk2 biasa hingga akhirnya sesak nafas. Kalau kondisimu buruk, sesak nafas itu membuat paru2mu kolaps, hingga ancaman gagal nafas bisa terjadi. Pada tahap ini, kamu butuh alat bantu nafas, oksigen dengan tekanan tinggi, ventilator.
Taukah, kamu bahwa setiap RS memiliki ventilator paling banyak 10 itupun pada RS tertentu. Kamu harus masuk ICU, ruang pemantauan khusus. Taukah kamu bahwa ICU pada setiap RS itu sangat terbatas. Ingat loh, RS itu bukan cuman ada pasien corona, ada pasien lain yang sama penting dan gawat daruratnya.
Bila sudah begitu, bukankah kamu membuat kami harus memilih, siapa yang harus di selamatkan. Bagaimana bila itu terjadi pada keluargamu.
Kamu melihat, bahwa kami memilih orang lain, berdasarkan triage dan survival rate dari si pasien. Bukankah kami menjadi manusia paling bangsat atas setiap keputusan yang di ambil?
Tapi itu harus kami lakukan, untuk menyelamatkan kalian.
Karena itu, tolong dengarkan kami, bila kamu tidak ada kepentingan, tolong berdiam dirilah di rumah. Kita sama2 melawan wabah ini, kita sama2 menjaga orang yang kita sayangi.
Kami bekerja di sini, kamu diam di rumah. Agar korban dengan keadaan kritis bisa kami tangani.
Di saat pemerintah sudah menggalakan #kerjadirumah dan alat rapid tes sudah datang dan siap di pergunakan. Mari kita saling menjaga. Jangan kamu pikir, kamu muda, sehat, kuat, tidak akan tertular, lalu kamu ndableg.
Kamu bisa menjadi 'pembawa' virus bagi sekitarmu. Pikirkanlah orang tuamu bila mereka terkena, lalu keadaan mereka membruk. Pikirkanlah orang lain, jangan menjadi egois. Kamu tidak hidup sendiri.
Saya hanya menyampaikan apa yang saya pikirkan.
Kamu mau membantu dengan berdiam dirumah, saya sangat berterima kasih.
Saya bukan tidak mau melayani banyak pasien, bila kamu berpikir begitu.
Saya hanya tidak sanggup memilih mana yang harus saya dahulukan, lalu mengumumkan waktu kematian demi kematian.
Bila kamu pikir, kehilangan pasien adalah hal yang biasa, kamu salah. Tugas kami adalah menolong pasien. Bahkan dalam menjalankan tugas itu, kami tidak memikirkan keluarga kami.
Kehilangan demi kehilangan yang kami hadapi beberapa hari ini, tidak bisa di gambarkan dengan apapun.
Bahwa sehebat apapun kami berjuang, Tuhanlah sang pemilik hidup. Bahwa sekeras apapun kami bertaruh, alat2 sangat terbatas. Sebagian dari kami, sakit bahkan meninggal.
Kami tidak akan berhenti untuk berjuang, pada garis terdepan. Memastikan keluarga kalian baik2 saja, tapi tolong bantu kami, untuk lebih peduli dengan sesama, diamlah dirumah.
Kita harus menghadapi ini bersama.
Bukan hanya untuk kita,
Tapi untuk indonesia.
Tuhan semesta alam, memberkati kita.
Damai sejahteranya melingkupi kita.
Yesus, sampe jua....
dr. Bennu B Jedijah
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar