Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2022

menolong orang

"Menolong orang adalah kebaikkan" Setidaknya saya selalu berpikir seperti itu, sedari kecil. Kita ditanamkan hal itu, menjadi dasar untuk melakukan hal yang baik. Sepakat ya? Saat menjadi dokter, kata menolong terkadang menjadi sebuah ambigu yang melelahkan. Karna, "menolong orang" tidak lagi menjadi sebuah kata sederhana. Masih mengandung kebaikan namun rasanya menggantung.  "Menolong orang" akan menjadi sebuah pertimbangan penting, "beneran bisa ditolong disini?", "Apa ngga sebaiknya rujuk langsung?", "Apa perbaikan ku memang beneran dibutuhkan", "apa ngga memperburuk keadaan?"  Pertanyaan ini menggantung. Walaupun, makna dari ini adalah MENOLONG SESAMA. Melakukan semua yang kita bisa untuk menyelamatkan dan meringankan sakitnya pasien.  Bila nyawa adalah tentang waktu. Berarti, setiap tindakan yang dilakukan seharusnya menjadi pertolongan terbaik untuk menjaganya tetap ada disini.  Namun, bagaimana... Seandainya s...

always

.....you miss him? Aku hanya tertawa dan berlalu dari hadapnya. Jawabannya menggantung. Aku tidak berani bersikap dan mengambil keputusan tentang rindu.  Aku berjalan menyusuri lorong ini. Terasa dingin dan sepi. Semua orang sudah selesai dengan tugasnya. Senja telah menjemput matahari untuk kembali. Aku, masih disini, menjalani tugasku.  ..... boleh rindu, tapi ingat, jangan mengganggunya.  .....hanya sebatas rindu. Aku memaki diriku. Meluruskan pandangku. Membuang jauh cerita yang tiba-tiba memusingkan kepalaku. Cerita tak bertuan. Semua kemungkinan-kemungkinan yang ku sangkal. Bermain apik dalam hipocampus, rasanya girusku bertambah 2 kelokan. Bukan karena pasien STEMI Extensive anterior yang perburukan tadi. Namun, karena.... "Dok, belum pulang juga? Mau pindah tidur disini, apa gimana? Kan udah selesai jam jaganya?" Aku mengangguk seadanya. Menyunggingkan sebuah senyum yang tertutup masker. Mencoba meramahkan nada bicaraku.  "Tugasnya masih nanggung. Bentar lag...

bila saja...

Another day in Febuary, then i miss home. Iam bout to going home. Aku kira, menjadi dewasa adalah kegirangan yang luar biasa. Belajar menari tanpa batas. Belajar tertawa tanpa keresahan, atau mungkin lebih tepatnya belajar menertawakan hidup... Nyatanya, tidak semudah itu. Tidak juga sesederhana pikiran anak TK yang hanya tau permainan apa yang dimainkan besok. Atau, sesederhana kakek2 penjual somay didepan kantor, bisa bertahan hidup saja rasanya sujud syukur. Aku? Si manusia overthinking, selalu merasa "harusnya lebih baik", "mestinya ngga gini"... Aku? Si good planner, meski seringnya di revisi berkali-kali hanya untuk menerima kenyataan, bahwa plannya ngga semulus jalan tol bawean dan juga ngga seindah perkiraannya... Dari aku, Si pemalas yang dikira bertanggung-jawab,  Coba yuk, diwarasin lagi pikir mu, tugasmu yang diberikan, harus dijalankan. Rutinitas mungkin bukan teman baikmu, namun tidak bisa juga dijadikan musuhmu... Karna hari ini, kamu hidu...

HUPFFFFFHHHHH....

  Saya sedang tidak baik-baik saja.  Rasanya, orang harus belajar untuk tidak mempertanyakan terlalu banyak, hal2 privacy yang bukan urusan mereka. Pikirku, seharusnya mereka tidak merasa "janggal" dengan orang yang berbeda dengan mereka.  Oh ya, saya mulai absurd ya? Terdengar skeptis.  pandemi ini melelahkan? Iya, benar.  Namun, saya merasa nyaman dalam keterasingan yang dibuat oleh pandemi ini. Tentu saja, saya tidak berbicara mengenai kematian dan kesakitan yang terjadi.  Karna saya menyukai sepi. Bertemu banyak orang membuat saya pusing, merengut kewarasan saya, dan saya merasa exhausted. Serius. Saya tidak pernah baik-baik saja, setelah menjalani waktu diluar rumah dengan bertemu begitu banyak orang. Besosialisasi dan bertemu dengan orang asing, menguras energi saya. Sangat.  Sehingga setelahnya saya btuh waktu sendiri. Untuk sekedar tidur seharian. Baca buku. Denger musik. Nothing. Tidak berbuat sesuatu dan berdiam diri adalah kemewahan untuk sa...