Langsung ke konten utama

dewa-sa


"Dok tolong adik saya. Tolong dia. Tolong"

Dia meletakkan seorang perempuan muda di brankar dengan darah mengalir dari pergelangan tangannya. Bahkan kain yang di ikatpun sudah basah dengan darah. 

Berbagai macam cara saya lakukan dan tidak berhasil menghentikan perdarahannya. Rupture Arterinya berat. Akhirnya harus di operasi oleh dokter bedah. 

Jam jaga saya selesai 21.00.

Saya sedang menunggu Rasta dan Rara, kita janjian mau "nongkrong". Cowo yang tadi histeris menggendong adiknya, berjalan masuk ke arah tempat saya berdiri.

"Makasih dok. Makasih." Saya mengangguk. 
"Mau pulang dok?"saya mengangguk lagi.

Dia berdiri mensejajari saya. Diam. Saya tidak bertanya walaupun ingin dan penasaran. Masalah seberat apa yang bisa membuat adiknya senekat ini.

Dia tertawa sumbang, saya menoleh ke arahnya.
"Adik saya, jadi simpanan, dok. Ketauan saya, saya gebukin. Biar mampus, ga tau diri. Ngambil suami orang." 

......saya bergeming. 

"Di sekolahin, dibesarin malah jadi bangsat."
Jujur, saya tidak tau harus menanggapi apa. Simpanan? 

"Adeknya kuliah?"
"Baru lulus sma" jawabnya sambil menunduk

"Cuman 2 bersaudara?"
"Berempat dok. Ibu sudah meninggal 4 tahun lalu. Ayah ninggalin kami dari kecil."

Saya menatapnya. "Maaf kalo saya lancang. Sebagai orang dewasa, kita yang harus beri contoh. Ngarahin dengan bener. Anak2 baru gede ini emosinya cenderung meletup2 ngga karuan. Saya juga punya dua adek, laki2 tapi. Beda memang didiknya, tapi yang saya tau, bicara dengan baik dan bicara dengan logika yang benar. Tidak akan mempan dengan pukulan. Fisiknya yang sakit justru makin melukai batinnya, hingga berpikir jernih ngga mungkin lagi dia buat. Yang ada di kepalanya cuman kepuasannya."

Dia mengangguk. "Karna kami miskin. Orang yang ga sekolah. Jadinya adek saya begitu. Ya dok?"

"Miskin. Ngga sekolah. Tidak selalu menjadi alasan bahkan pembenaran."

"Dokter nungguin supir?"
"Bukan, pak. Saya nungguin sodara saya jemput."
"Makasih banyak dok. Maap jadi cerita ke dokter."

Miskin. Ngga sekolah. Ngga ada orang tua. 

Bukankah saya jauh lebih beruntung? Bukankah seharusnya lo harus lebih bersyukur nyed. Mereka bahkan ngga punya papa.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

25 Facts about me

25 facts about me Ini salah satu chalenge yang agak menatang bin unik, karena saya harus benar-benar mengenali siapa dan bagaimana saya. Memang hanya sebuah keisengan saja, tapi tetap saja, membuat saya berpikir cukup keras untuk ini... And, this is it... 25 fact about me : 1. Saya adalah sulung dari 5 bersaudara, namun tunggal perempuan dari 3 bersaudara, kedua adik perempuan saya meninggal. Dirumah semua memanggil saya Kakak, bahkan yang lebih tua dari saya. (*kocakkan?) 2. Saya lahir di Salatiga, tumbuh dan berkembang di berbagai kota, palembang, surabaya, makasar, namun sebagian umur saya, dihabiskan di Metropolitan. Hmmm,,,,tapi saya Ambon! 3. Saya menghabiskan waktu luang saya dengan nulis, denger musik, baca buku, but almost novel my fave reading. Hohoho... 4. Hal yang tidak pernah salah buat saya adalah CHOKI-CHOKI, karena teman terbaik sekaligus musuh teeberat saya (*sometimes) Yep, Im chocofreak!  5. Saya suka bertualang kemana saja. Apalagi kepegunungan. T...

Obsesi YANG SALAH!!!

Obsesi yang salah! Saturday, September 25, 2010 6:15 AM Mungkin aku harus mengatakan BAHWA aku PEREMPUAN yang sangat beruntung! Dengan segala keterbatasan yang aku miliki,aku mampu memikat hati siapa saja. Aku mampu mendiamkan,ANJING HERDER!<loh kok=""></loh> ************************************************************** Kenapa aku mengatakan AKU BERUNTUNG??? Disatu sisi,aku dicintai oleh seorang lelaki yang nyaris sempurna. Dia memiliki ketampanan dan kemapanan yang menjadikannya sebuah OBSESI yang diminati oleh setiap HAWA. Kecuali aku! Aku benci COWO! Mereka adalah makhluk egois yang tidak pantas dicintai. Mereka lebih baik untuk dicampakkan. Tidak ada toleransi untuk rasa benciku pada makhluk terkutuk itu. Aku membenci mereka. Sangat membenci mereka. Entah untuk alasan apa! Tapi,AKU MEMBENCI COWO. Sampai DIA datang… Membuatku runtuh dari KESOMBONGANku yang menilai bahwa akulah yang paling benar tentang segala hal. Dia menamp...

I am a proud sister!!!

I am a proud sister!!!! First thing first... Congratz, Melf! Calon Sp.B menunggu waktu aja sih. Pembicaraan tentang sekolah lagi itu sudah ada beberapa tahun ke belakang, sejak PTT, well kita udah hampir 8 tahunan jadi dokter. Mulai dari dokter ptt di pedalaman, hingga magang di RSUD, hingga akhirnya menetap dan menjadi PNS di RSUD Kota Sorong lalu di angkat menjadi Kepala IGD (*melf) Jadi saya mengerti betul, bahwa kakak saya sangat menginginkan "sekolah" lagi. Sama saya juga. Tapi, usia epit adalah batas rawan. Kenapa? Dia udah 33, tahun ini, 34. Sedangkan batas usia yang di tetapkan itu 35 tahun. Jadi saya mengerti betul, kenapa dia berjuang dan berusaha sekuatnya untuk masuk PPDS. Mungkin ada banyak yang akan bertanya, ngapain sih ngotot jadi ppds atau sekolah spesialis. Toh udah dokter, ngga capek sekolah lagi. Well, tergantung caramu memandang sebuah "nilai" dari gelar yang tersemat. Untuk kami, menjadi Spesialis bukan hanya tentang "keuntungan...