Beberapa hari yang lalu, saat kami sedang duduk2 diteras, kami menyebut nama beliau. Bercerita ttg ambon. Tentang Opa dan rumah tua. Juga perayaan ulang tahun Opa.Opa Ucu.
Em. Pdt. Jusuf Ihalauw. 91 thn.
Seperti apa seorang Opa Ucu?
Saya mencintai beliau. Sangat. Beliau adalah teman bermain saya yang pertama setelah goel pergi. Sebagai cucu pertama, saya sangat dekat dengan Opa. Karna waktu itu, saya sempat tinggal 1 thn lebih dengan opa-oma di Bandung. Opa mengimbangi karakter Oma yang "strict". Opa menyempurnakan watak Oma yang "patuh dan taat peraturan". Opa membuat semua hal menjadi menyenangkan.
Banyak cerita antara saya dan Opa. Mulai dari makan jajan sembunyi2 di rumahnya Mbak Entri. Sate gendongan. Sampe Es Cendol. Semua opa yang ajarin. Lalu, kalo ketahuan Oma, kita dihukum. Opa juga. Tau ga, apa yang Opa bilang " Aooo, seng apa2, jajan tuh akang enak. Seng tarus2 jua. Sakali-kali sa'" Tapi Oma adalah Oma. Oma sulit dibantah. Hahahahaahahahahaha....
Opa. Opa adalah orang pertama, yang membuat saya menanamkan mimpi tentang seorang dokter. Cita2 mulia seorang pelayan dibidang medis. Opa. Opa saya. Opa Ucu. Beliau yang meminta saya menjadi "seperti hari ini". Sebelum saya mengenal semua hal tentang kedokteran, Opa adalah orang pertama yang meletakkan dasar itu. Saya masih ingat betul, hari itu ketika Opa pulang menjemput saya dari les Bahasa Inggris. Kita duduk ditempat jajanan, seperti biasa, Opa akan bertanya bagaimana saya melewati hari ini ditempat les, apa yang diajarin, gimana teman2nya. Lalu, saya bertanya sama Opa tentang Jantung, hati, telinga, otak, usus. Nama2 yang baru saja dipelajari. Lalu Opa bilang "Nona, harus jadi doktet"
Saya : kenapa? Opa : " karna hanya doktet yang bisa liat jantung, hati, telinga, otak",
Saya : "dokter,opa?"
Lalu Opa merangkul saya dan berkata "dengan nona menjadi dokter, nona mensyukuri segala indera yang Tuhan Yesus kasi, nona memakai semua indera itu untuk melayani kemanusiaan, itu cara mengucap syukur dan membalas kebaikkan Tuhan. Nona harus menjadi dokter, dengan hati yang penuh belas kasih dan tulus melayani untuk sesama, untuk kemuliaan Tuhan Yesus"
Ya, sebelum saya mengenal dokter. Dan mengagumi kata dan profesi dokter. Opa sudah menaruh dasar penting pada saya. Bahwa, menjadi Dokter artinya saya mengucap syukur atas kebaikkan Tuhan dalam hidup saya.
Tahun lalu, saat pulang merayakan ulang tahun opa ke 91 thn. Saya memeluk Opa. Sudah lama sekali, saya tidak melakukannya. Opa sudah jauh lebih tua dan memorynya tidak terekam baik lagi. Sejak kepergian Oma, 11 tahun yang lalu. Opa kehilangan separuh pijakkannya. Opa kehilangan cintanya. Teman hidupnya. Belahan jiwanya. Beberapa tahun, setelah Oma pergi, Opa selalu kekuburnya dan menangis disana. Yah, Oma lah kekuatannya. Omalah yang membuat Opa selalu kuat. Sekalipun, jadwal omelan Oma begitu padat dan lama. Opa dan Oma, adalah sosok orang tua yang benar dan baik. Jadwal rutin, setiap pagi, bersamaan dengan adzan subuh, mereka berdua akan ibadah pagi. Wajib. Setelah itu sarapan, roti selai kacang. Lalu malamnya, tepat pukul 09.00, ibdah malam. Kayak asrama kan?
Tinggal bersama Opa dan Oma itu nano-nano rasanya. Opa adalah pembela saya dengan segala kenakalan masa kanak2. Opa juga tukang jajan. Liat sate beli, liat lontong sayur beli, liat es dong2 beli juga. Opa adalah bukti nyata tentang Iman dan Pengharapan akan Yesus tidak sia2. Opa adalah seorang hamba Tuhan yang setia. Opa selalu bercerita bagaimana dulu dia mengabarkan injilnya. Harus menyebrang dari pulau ke pulau. Hanya dengan obor. Opa adalah penyelam terbaik. Hidupnya dalah laut, rumah tuanya di Noloth. Rumah dipingirran pantai dengan pasir seputih awan dan sehalus tepung. Konon, dulu... Opa selalu "mollo" untuk pana'2 ikan. Opa jago sekali. Tanpa alat2 semodern hari ini. Bahkan bermeter-meter ke bawah. Opa yang tidak pernah mengeluh. Opa yang begitu jarang sakit. Bahkan semakin usia, selera makannya masih stabil. Opa, yang tidak pernah marah. Opa yang mendidik anak2nya lalu didikkannya turun pada kami, generasi keduanya. Opa yang selalu tersenyum dan tertawa.
Saya, ingin menahan Opa lebih lama. Saya ingin Opa menyaksikan banyak hal. Saya ingin melihat Opa ada, saat saya berhasil memasuki mimpi besar saya.
Saya ingin Opa disini, saat amor ditahbisskan menjadi Pendeta. 3 generasi. Opa-Anak-Cucu. Pendeta. Pelayan Umat. Hamba Tuhan.
Saya mau Opa disini. Kita bahkan belum sempat rayain natal di ambon sama2.
Opaaaaa. 91 thn. Opa sudah melewati semua hal dalam hidup. Opa sudah ada untuk menyaksikan berbagai tahap dalam hidup kita. Opa hadir sebagai "sombar" untuk anak cucu. Opa tidak sakit. Opa hanya menutup matanya dan tertidur untuk selamanya. Opa tau, bahwa waktunya sudah selesai. Opa sudah siap menghadap Yesus, yang dia imani. Opa hanya tertidur pulas, setelah lama bekerja, menggarap ladang Tuhan.
Selamat Jalan,Opa Ucu...
Tenanglah bersama Yesus diYerusalem yang baru.
Selamat melepas rindu bersama belahan jiwa. Sampaikan salam kangen saya untuk Oma dan Om Buce. Goel dan astrid. Opa buce, Oma Yoo, mama mi, tante kace juga my luli.
Selamat berkumpul disana.
Setelah lama Opa merinduka Oma, sekarang Opa akan kembali bersama kekasih hatinya.
Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.
Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan.
Seperti lagu yang selalu opa nyanyikan...
Sampai masa tuaku, Aku...Yesus tetap dia.
Dan sampai putih rambutmu, aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya. Dan mau menanggung kamu terus.
25 April
Bulan april, selalu punya cerita. Entah itu tentang kedukaan atau kesukaan.
Saya mengucap syukur, apapun yang terjadi dalam hidup ini. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah Allah semesta alam. Tuhan menguatkan kami, agar melepas kepergiaan Opa dengan sukacita. Kita percaya, bahwa setiap manusia ada waktunya. Mereka yang pergi lebih dahulu, sudah menyelesaikan pertandingan imannya. Dan Yesus melihat Opa tetap setia akan imannya.
Rest In Love, Opa...
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar