beberapa minggu lalu, saya bercerita dengan senior. Bercerita tentang apa saja. Obrolan-obrolan ringan hingga setengah berat. Tentang banyak hal. Mostly sih, tentang relationship ya.
...pembicaraan santai.
dan, pembicaraan itu menyinggung tentang "perselingkuhan"
"...what if...?"
saya mendengarnya menceritakan sudut pandangnya dan pengalamannya. Bahkan dia berusaha mempertahankan pasangannya. Bahkan mencoba memperbaiki dirinya. Mencoba menjadi pihak yang bernegosiasi. Padahal, waktu itu mereka belum menikah.
setelah mendengarkan cerita beliau. Saya tidak merespon apapun. Saya cuman memotong tuna salad yang ada didepan saya dan menikmatinya dalam diam. Obrolan kamipun diberikan jeda dengan "sajian didepan kami".
Obrolan kembali berlanjut. Setelah habis menyantap makanan. dan akhirnya pertanyaan itu muncul,
"kalo mbak jedi, diposisi yang diselingkuhi, apa yang mbak buat?"
Saya ...saya tidak akan melakukan apa-apa, mbak. Saya akan melepaskan dia. Karna, dia sudah memilih, dan saya tidak bodoh untuk harus "mengemis" agar dia tetap tinggal.
(*mbak itu menatap saya) ....ketika, 2 orang dewasa berkomitmen untuk bersama, mereka sadar bahwa ada hal-hal yang tidak bisa dilanggar. Dan tidak boleh dilanggar. Salah satunya adalah tentang tetap setia. Kalo saya, apapun yang terjadi, saya tidak akan bisa memaafkan sebuah pengkhianatan. apapun alasannya. Kalaupun, kita kembali lagi, rasanya tidak akan pernah sama. Saya tidak akan menjadi orang yang sama. Makanya, saya bilang, saya tidak akan buat apa-apa. Dia selingkuh? Ya udah, pergi aja dan jangan pernah berpikir untuk kembali. Saya akan jauh lebih baik, tanpa orang yang tidak bisa menghargai sebuah komitmen.
Saya tertawa. ...karna bagi saya, ketenangan jiwa saya adalah yang utama. Saya tidak mau menyakiti diri sendiri dengan sok memaafkan, padahal jauh didalam batin saya terluka dengan hal itu. Secinta apapun saya, logika saya tidak akan menerima itu.
Beliau menyela..."kamu tuh belum nikah, mbak. Makanya gampang bilang begitu. Coba kalo sudah niikah, ga akan segampang itu. Makane, banyak perempuan yang ngamuk-ngamukan pas tau lakinya selingkuh. Harga dirinya terluka. Anak-anaknya tersakiti. Aku yo mikirnya, mendingan tak permalukan aja sekalian."
Saya ....menikah atau belum, prinsip saya akan tetap seperti ini, mbak. Saya nda tau ya, gimana reaksi orang lain saat tau pasangan mereka selingkuh. Tapi, kalo saya, reaksi saya adalah tidak bereaksi berlebihan. Saya pantang menjatuhkan harga diri saya untuk melabrak orang lain hanya karna "merebut pasangan" saya. Waduh, itu bukan saya. Buat saya, teriak-teriak didepan umum, bahkan "bergulat" dengan orang lain hanya untuk pasangan saya? Yang bahkan sudah memilih selingkuh dengan perempuan lain? Ah, yang bener ajalah.
...kembali ke tadi ya, mbak. Ngapunten sanget, saya bukan orang yang seperti itu. Mungkin terlihat sangat effortless. Sangat tidak berusaha untuk mengusahakan pasangan kita. Tapi ngapain juga saya ngusahain orang yang tidak bisa setia. Untuk apa? Dia kan manusia dewasa yang punya nalar, ketika dia "selingkuh" artinya dia secara sadar, sudah memilih untuk tidak setia.
....saya ngga bilang bahwa orang yang ngamuk untuk pelakor itu salah. Ngga, itu haknya masing-masing kok. Silahkan. Tapi, kalo itu terjadi ke saya? Saya tidak akan melakukan hal itu. Saya akan pergi karna saya tau, saya sudah salah memilih. Thats it. Tidak akan ada maaf untuk pengkhianatan. Saya baik-baik aja sebelum bertemu dengan dia, kenapa saya harus menjadi susah, hanya supaya "Semua terlihat baik-baik aja"?
Senior saya mengangguk, ...kalo kamu duwe anak piye jal?
Saya ....tidak akan mengubah apapun, mbak. Dalam sebuah komitmen seumur hidup, suami dan istri itu harus bahagia, supaya rumahnya itu menjadi tempat pulang yang aman dan sehat untuk anak-anaknya. Kalau salah satunya, sakit dan berusaha "terlihat" bahagia? Bukankah rumah itu sudah "broken"? Makanya mbak, dari awal, saya selalu bilang ke pacar saya, "kalo ada yang jauh lebih baik, lebih menyamankan kamu, lebih kamu cintain, jujur aja. Kita ga perlu berantem untuk hal-hal seperti itu, kenapa? Saya akan mundur dengan teratur"
....setiap orang berhak bahagiakan? Kenapa saya menahan bahagia orang lain? Ketika bersama saya, dia tidak lagi nyaman?
Senior saya tertawa. Jed, dengerin ya, tak kandani, bukan cuman cewe yang butuh diperjuangkan dan dicemburui. Kadang tanpa mereka bilang, cowo itu butuh juga hal itu. Seperti diperjuangkan, dicemburui.
Saya tertawa. "oh ya? mungkin bagian itu, bagian yang saya ngga tau, mbak"
dan kita tertawa.
"mbak jed, udah terbiasa mandiri dalam semua hal. Jadinya gampang ngomong begitu. Tapi ya nda semua hal, harus dimandirikan loh."
saya menatapnya ....oh hal ini lagi. Tentang kemandirian. Tentang segala hal yang bisa dikerjakan sendiri tanpa perlu merepotkan orang lain...gumam saya dalam otak
dan seribu satu khotbah lagi.
Kami masih mengobrol lagi, hingga malam kian larut.
dan kami pulang ke tempat masing- masing...
let me explain my "mind" with the magical word "no effort"
ini serius...
ketika, saya memutuskan untuk "mencintai" seseorang, saya tau bahwa dia memiliki banyak kemungkinan dan kesempatan untuk mematahkan hati saya.
ketika, saya memutuskan untuk "mencintai" seseorang, saya tau bahwa dia memiliki banyak kemungkinan dan kesempatan untuk mematahkan hati saya.
Hanya saja, komitmen itu dilakukan oleh 2 orang dewasa yang memiliki akal dan logika serta kewarasan yang mumpuni, untuk saling menjaga dan tidak saling menyakiti. Dari awal sudah pasti saya bilang, bahwa pengkhiantan adalah "hal pertama yang tidak akan saya maafkan", apapun alasannya. TIDAK BISA DITERIMA.
Jadi, dia harus tau, bahwa konsekuensinya adalah pisah. Apapun ceritanya. Saya tidak bisa menerimanya. Bagaimanapun cerita, saya pernah baik2 saja tanpa dia, kalopun harus kembali sendiri, saya akan tetap baik-baik saja.
Tidak ada pengkhianatan yang "bermain" sendiri, pasti kedua belah pihak salah. I know. Logikanya, sekalipun kamu digoda, kalo imanmu kuat. Kalo kamu tidak melayani, kalo kamu paham sudah ada istri, kamu tidak akan pernah "membuka diri" untuk orang lain.
"Real man cant be stolen" kalimat ini adalah sebuah penegasan, bahwa laki-laki yang dewasa secara pemikiran dan iman, tidak akan menyakiti perempuan yang dia cintai dan dia ambil secara benar dari rumah orang tuanya.
Sejak dulu, prinsip ini tidak pernah berubah.
dan untuk selamanya, akan selalu begini...
Kalau kamu, memilih untuk menua dengan ku,
Mendua tidak boleh ada dalam semua pemikiran yang hadir, bahkan dalam semua kemungkinan-kemungkinan lain yang kamu tawarkan,
Karna itu, bila sebelum denganku, kamu menemukan orang yang bisa membuatmu nyaman,
Pergilah, aku baik-baik saja.
Jangan tinggal, cinta tidak bisa kamu paksakan. Rasanya akan tawar. Sehebat apapun kamu mencoba, rasanya tidak akan kembali lagi.
karena itu, sebelum memutuskan untuk berkomitmen "seumur hidup",
Kenali dengan baik dan pikirkan matang-matang,
Sebab salah menikahi menghancurkan dirimu juga orang-orang yang hadir karna komitmen yang kamu buat.
Saya tau, akan banyak orang menyebutkan "ah cowo'kan memang begitu", "dasarnya cowokan emang gitu, gak cukup satu", "ibaratnya kucing, dikasih ikan lama2 juga mau",
Saya percaya kok, ada yang tidak seperti itu. Ada. Walaupun mungkin tidak banyak, walaupun hanya segelintir. Saya percaya masih ada.
Semoga saja, kita semua dipertemukan dengan seseorang yang bisa menyamankan kita, dan bisa menjadikan kita satu-satunya, sampai maut memisahkan.
Pembicaraan ini, tidak serius, walaupun akhirnya harus serius dipikirkan...
Nyed,
Karna untuk sebuah komitmen, cinta saja tidak cukup.
(sebuah nasehat baik)
Komentar
Posting Komentar