Hei, nok.
Hows life up there.
Almost year. Counting days till the day.
Saya kehilangan mood,pa. Mood untuk bercerita pada siapapun. Mood untuk menulis tentang apapun.
Menjelang 1 tahun papa, 2 hari lagi.
Saya dejavu, seperti Film yang berputar dalam ingatan saya. Seperti lagu yang dinyanyikan terus menerus. Hari-hari menjelang ke pergian papa.
Seandainya saja, saya tau hari itu papa akan pergi. Saya tidak akan pulang. Saya akan tinggal dengan papa. Saya akan menemani papa disana.
15 Mei : mama menjemput papa dari petra, papa dalam kondisi lemas, muntah sepanjang hari. Papa masuk rumah sakit dan menolak cuci darah
16 mei : eset ulang tahun. Papa setuju untuk cuci darah. Saya pulang jaga, langsung ke papa. Kondisi papa buruk. Namun saya menghindari feeling bodoh yang muncul, bahwa papa akan pergi. Saya menguatkan diri, bahwa papa akan kuat.
17 mei : papa cuci darah. Papa jadi semakin sesak. Papa kritis. Papa pergi.
Maaf pa. Maaf bila saya gagal menjadi dokter yang benar untuk papa. Saya gagal menolong papa. Saya bisa menolong ayah orang lain, tapi saya gagal menyelamatkan ayah saya. Saya tidak bisa berkeras melawan keinginan papa.
Dan papa pergi.
Sampai detik ini, saya masih belajar untuk menerima. Sampai saat ini, saya masih berusaha untuk legowo.
Saya menyembuhkan diri saya dengan cara saya. Saya tidak bisa memaafkan diri saya untuk membiarkan papa sakit tanpa bisa menolongnya.
Saya tidak bisa mengembalikan diri saya yang itu, karena sisi lain saya tidak bisa mengampuni kesalahan yang saya buat untuk papa.
Saya tidak bisa mengembalikan diri saya yang itu, karena sisi lain saya tidak bisa mengampuni kesalahan yang saya buat untuk papa.
Berat,pa. Sangat berat memegang sumpah dokter untuk bisa menjalani hari2 setelah kepergian papa. Saya mewaraskan diri saya untuk bisa bekerja dengan rasio yang saya miliki. Saya menjalani hari saya dengan hutang maaf pada papa. Setiap kali saya berhasil meminjam kembali nyawa orang lain agar bisa melihat keluarganya, rasa bersalah itu kian nyata dan sakit.
Bagaimana bisa saya melakukan itu untuk orang lain, sementara papa saya biarkan pergi?
Setiap hari tidak selalu mudah saya jalani,pa. Hari2 dimana saya harus menjadi "dokter" adalah hari terberat dalam hidup saya akhir2 ini. Saya bertugas seperti biasa, menghidupinya tanpa nyawa selayaknya.
Papa harus tau, saya tidak tahu bagaimana caranya "keluar" dari kesesakkan ini.
Bagaimana memaafkan diri saya atas kehilangan papa.
Bagi sebagian orang, mereka berpikir semua mampu saya atasi dengan baik. Bahwa setahun berlalu dan semua berjalan seperti biasa.
Namun, tidak ada yang mampu merasa bahwa jauh di dalam jiwa saya, ada luka yang tidak bisa saya hadapi.
Dan tetap menjadi dokter yang baik untuk orang lain adalah salah satu cara saya untuk memaafkan saya.
Namun, setiap kali saya berhasil nyatanya, saya semakim kehilangan saya. Sisi lain diri saya menuntut tanggung jawab itu. Sisi lain saya memojokkan saya pada sebuah penghakiman yang sulit saya hindari.
Dan setiap kali, setiap kali, saya meminta ampun atas kebodohan saya atas papa, saya semakin hancur,pa. Saya semakin hilang dalam ketidakberdayaan saya.
Setiap kali saya pulang jaga, saya berdoa untuk Yesus, agar saya bisa jauh lebih kuat untuk mengampuni diri saya.
Saya tau, semua orang akan bilang ini bukan salah saya, ini bukan lagi tentang keilmuan saya, tapi... Kondisi buruk yang papa alami, sudah saya perhitungkan jauh sebelum ini. Hanya saja saya tidak pernah bisa "menundukkan" papa untuk mengikuti terapi yabg diberi.
1 bulan sebelum papa pergi, saya bilang pada mama, "kalo kayak gini caranya, papa ngga akan lama,ma. Palingam 1-2 bulan"
Dan hari ini saya mengutuki omongan bodooh itu. Semua hal ada alasannya. Seharusnya saya jauh lebih peka, saya harusnya lebih berusaha, saya mampu menolong orang lain, sedangkan papa?
Pa, udah setahun di sana, apa rasanya hidup tanpa kita?
Apa rasanya ndak di repotin sama saya? Menyenangkan?
Apa rasanya tidak makan masakan mama? Apa ada yang lebih enak?
Apa rasanya jauh dari kita?
Apa begitu menenangkan?
Apa rasanya tidak makan masakan mama? Apa ada yang lebih enak?
Apa rasanya jauh dari kita?
Apa begitu menenangkan?
Pastilah pa. Papa bgitu siap untuk melangkah pergi tanpa memikirkan kita. Papa pasti begitu senang di sana.
Tolong bilang sama Yesus,
Saya butuh bantuannya dalam banyak hal,
Salah satunya untuk mengampuni diri saya,pa.
Saya butuh bantuannya dalam banyak hal,
Salah satunya untuk mengampuni diri saya,pa.
1 tahun papa, bukan hanya tentang kerinduan kita pada papa. Tapi, tentang kemaha-kuasaan Yesus bahwa dalam kehilangan dan duka, damai sejahteranya selalu memeluk dan menyertai kita, hingga penghiburan di berikan terus-menerus dan perlahan kita mampu menguatkan hati untuk menerima ini bagian dari rencana-Nya.
Tuhan semesta alam memberkati kita.
I still miss you,pa. I do miss you. Forever.
Benyada Remals "dyzcabz"
Bagi papa saya adalah kesayangan dan kebanggannya, bagi saya papa adalah kehormatan dan figur yang selamanya tidak bisa di gantikan.
I love you from the begining,nok.
God sent me to you, without any doubt.
He put me in the right arm, so i can dance througout the storm.
From you, i learn how to love unconditionally.
God sent me to you, without any doubt.
He put me in the right arm, so i can dance througout the storm.
From you, i learn how to love unconditionally.
My firstlove. My superman. My everything. My dad. My ictus cordis. My muse.
I repeated i love you,dad.
Mengetahui isi hati mu tentang luka yang sangat menyakitkan karena kepergian papa mu lewat semua tulisan mu saya sangat mengerti perasaan kamu dan luka yang tak kunjung sembuh itu.
BalasHapusKamu penulis yang jago jadi saya benar-benar bisa menyelami sakitnya hati kamu. Saya sangat mengerti betapa sulitnya kamu menyembuhkan luka itu.
Hari ini FB mengingatkan saya setahun meninggalnya Pdt favorit saya Pdt Ihalauw. Tiba-tiba saya sedih lagi. Lalu ngga sengaja di FB juga ada yang posting lagu "titip rindu buat ayah" Ebiet G Ade. Saya langsung ingat kamu. Kamu pasti menangis tersedu-sedu mendengar lagu itu.
Walaupun sudah setahun luka itu tak kunjung sembuh...tapi kamu harus tetap kuat ya. Kamu anak pintar yang disayang Tuhan kamu harus bisa mengalahkan perasaan kamu. kamu pasti bisa memaafkan diri kamu dengan berjalannya waktu.
Saat kamu nanti berhasil meraih mimpi kalian... papa kamu pasti tersenyum puas dari atas sana dan saat itulah mungkin luka hatimu terobati.
Saya doakan kamu sukses menjalani studi lanjut dan selesai tepat waktu. Tuhan memberkatimu.