Just note.
Belakangan ini, saya cukup risih dengan berbagai tulisan2 berbau negatif juga perkataan2 berbau SARA diberbagai medsos.
Lucunya, yang menuliskan, mencuitkan ataupun meneriakkan itu dalam bernagai medsos sebagian besar adalah "public figure". Saya tau, kebebasan berpendapat itu hak asasi. Tapi, ketika kita merasa bebas berpendapat, bisakah kita juga memperhitungkan "kenyamanan" orang lain? Kita adalah makhluk sosial loh. Kita tidak hidup terpencil ataupun tersisih. Melihat isi medsos yang ada hari ini, kok rasa2nya miris ya.
Memang sih, medsos adalah kemajuan teknologi "generasi hari ini", mempermudah komunikasi dan meniadakan jarak. Tapi, mematikan moral dan etika. Kenapa saya bilang bgini?
Saya ambil contoh berita yang sekarang sedang hot2nya, Percakapan Pribadi Ketua FPI dengan seorang wanita beredar luas. "Percakapan Pribadi", yang isinya sangat intim. Ini pendapat, pribadi saya loh... Saya kok tidak stuju ya, hal itu disebar luas, siapapun yang menyebarkan. Kenapa? Saya pikir, itu adalah wilayah pribadi seseorang yang tidak berhak diketahui oleh publik. Beliau adalah pemuka agama yang cukup disegani, tapi disisi lain, beliau juga manusia biasa yang memiliki "salah dan khilaf". Kalaupun, kita bersebrangan pandangan dan pemahaman dengan beliau, tidak etis rasanya menyerang beliau dari sudut "privacy"nya. Rasanya sangat tidak intelek. Hanya semacam gosip2 murahan dipasar atau diwarung kopi. Kalau ada yang mendebat dengan bilang "tapi beliau selalu berkeTuhanan, ternyata bejat", ya itu masalah beliau dengan Tuhannya. Kita tidak perlu mencampuri hal2 yang berkaitan dengan privacy seseorang. Siapapun yang menyebarkan pesan itu, seharusnya ditindak tegas oleh yang berwajib. Bukankah itu melanggar UU ITE? Terlepas dari apakah berita itu fakta atau hoax! Kita tidak berurusan dengan rumah tangganya, atau bagaimana perasaan istrinya. Itu diluar hak kita. Kita tidak berhak menyentuh "urusan keluarga" orang lain. Bila anda berpikir, saya salah satu pengikut Habib Rizieq, anda keliru. Saya bukan fans ataupun pengikutnya, saya juga tidak membela beliau. Saya hanya ingin menaruh "masalah pribadi" seseorang pada lajur yang benar. Saya hanya tidak suka melihat aib orang diumbar dan dijadikan bahan pergunjingan. Sebenci apapun anda terhadap beliau, pikirkanlah anak dan istrinya, serta keluarga besarnya, ketika melihat hal itu disebarkan. Bukankah anaknya akan trauma? Kita tidak tau, bahwa apa yang kita buat bisa menyebabkan trauma mendalam bagi seseorang, sekalipun mungkin yang kita inginkan "mengajar seseorang".
Bila kita, tidak sepaham dengan ajaran dan juga prinsip2 yang beliau anut, laporlah pada yang berwajib. Apalagi, bila kita merasa pemahaman beliau "menghancurkan kedamaian NKRI" atau memecah persatuan RI. Laporkan pada yang berwajib, agar masalahnya diselesaikan dengan benar. Bukan malah menerbitkan "pesan pribadi" beliau. Itu ga gentle namanya. Indonesia, plis... Be brave!
Ada lagi, Gubernur sidak ke salah satu RSUD di jambi. Ada yang salah,nyed?
Ngga, sama sekali ga ada yang salah dengan sidak itu. Caranya yang tidak etis. Kenapa? Perlukah sidak membawa wartawan lengkap? Oooh,okeeey... Bapaknya mau supaya tenaga kesehatan "dilihat dan ditonton", agar setiap selentingan dan laporan masyarakat yang bapak dengar, dibuktikan saat itu juga? Salut saya untuk anda.
Bapak Gubernur yang terhormat,
Anda datang dibangsal, pada saat jam bertugas dan itu sudah tengah malam, saya sangat yakin, bahwa petugas tidur atau istirahat, bila mereka tau benar bahwa pasien benar2 aman atau tidak ada pasien observasi. Dibangsal, sifatnya On-Call,pak. Bila ada emergency, petugas akan dipanggil segera. Baiklah, disini pasti anda akan berucap "lalu kemana petugas? Disitu kosong!". Okeeey, mungkin selanjutnya harus diatur kembali, siapa yang bisa stand-by dan yang tidur. Gitu ya? Ga perlu tendang tempat sampahkan? Atau teriak2an? Anda dirumah sakit, bukan dihutan. Dan dibangsal harus tenang karna itu tempat orang sakit istirahat,pak. Oia, anda datang tengah malam, kenapa bapak tidak bertanyak dulu, 4 jam yang lalu, apa yang mereka buat? Ngeronde bangsal,pak. Nyuntikin obat,pak. Ngecek infusan pak. Ngasihin obat,pak. Gantiin cairan infus yang habis,pak. Bantuin pasien masang pampers,pak. Buat laporan jaga. Itu jawaban yang akan bapak dengar. Ga mungkin mereka datang hanya buat tidur. Kalo, bangsal yang terdiri lebih dari 10 itu, dijaga oleh 2-3 perawat, dengan pasien satu bangsal isinya *mungkin belasan orang, lalu ditambah dokter jaganya cuman 1. Ya masyatakat, wajib sabar, kenapa? Tangan cuman 2, kami bukan "laba-laba" ada 8 tangannya, atau "amoeba" yang bisa membelah diri. Yang pasti, pasien gawat kita, itu prioritas,pak.
Adegan sidak bapak, jadi viral di medsos. Membuat kami, petugas kesehatan disudutkan bagai penjahat kelas PAUS. Kami dihakimi, dikatai, diserang oleh masyarakat. Dengan kata2 hebat "kalo ga mau kerja, ya jangan jadi dokter", "kalo kerjanya cuman tidur, ya udah dirumah aja", dan masih banyak lagi. Bapak, saya tidak menghitung2, tapi cobak deh kita tukar tempat sekali aja. Coba bapak jaga IGD 3x24 jam. Karna kurangnya tenaga dokter. Jadi jadwal jaga harus papan catur. Disaat bapak dan masyarakat yang lain sedang tidur2an, nonton bioskop, atau menemani anak2 jalan2, kami tetap pada panggilan tugas kami. Karna pertaruhannya nyawa,pak. Kami tidak main2. Dalam 12 jam saja, jaga RSUD, penyakit yang datang beraneka ragam, kayak nano nano, pasienpun begitu, kami menghadapi berbagai karakter manusia, dan kamipun manusia. Jadi, wajarlah saya pikir, ketika sejawat saya, beristirahat saat pasien sedang aman, atau sepi. Lain halnya, bila bapak ke UGD atau ICU. Disitu harus siaga,pak. Mau ga mau, suka ga suka. Kalo di UGD, bisa duduk bentar setelah "pasien rame" itu anugrah, agar kami bisa "memanusiakan kemanusiaan kami kembali", makan, ngilangin capek, istirahat bentar. Jadi, sidak yang bapak buat, dengan adegan "marah dan aksi tendang2an itu", terlalu berlebihan pak. Yang wajar2 ajalah.
Yang lebih menggelikan lagi, dalam sebuah tayangan TV swasta, bapak hadir dan diwawancara. Lalu bapak bilang, bapak marah karena tidak ada obat DBD. Ini adalah hal yang sangat lucu,pak. Bapak pergi kemanapun juga, bapak teriak2 bahkan mencak2 seheboh apapun, ga bakalan,pak...ada yang ngeluarin "Obat DBD". DBD bukan seprti malaria, tifoid, yang ada obat *drug of choice"nya,pak. Waduuuuh, bapak dulu artis sinetron atau pelawak sih? Coba deh, bapak buka si google, trus cari aja disitu "obat dbd", palingan bapak nemuin ramuan2 tradisional, jus jambu, jus mengkudu. Terapi DBD itu rehidrasi,pak. Ah sudahlah, toh bapak ga akan mudeng, nanti malah tempat sampah yang kesakitan. *Eh...
Dan, debat pilkada DKI jakarta.
Kalo debat pilkada ini no.commentlah. karna tanpa berdebatpun, pilihan saya sudah pasti,kok. Saya butuh, orang hadir untuk memanusiakan manusia, yang memberantas birokrasi yang kusut, serta pungli2 liar yang jadi "adat"nya jakarta. Yang membangun jakarta secara nyata, bukan hanya teori indah tanpa pengalaman ataupun pengamalan. Saya ga butuh, manusia yang membuat masyarakat menjadi mental "tadah tangan", lalu uangnya darimana? Apalagi, yang ga pernah nyambung antara jawaban dan pertanyaan. Gimana sih caranya, tidak menggusur tapi mau "memperindah" daerah bantaran sungai? Atau "mempercantik" rumah dipinggir rel. Ckckckck.... Saya ga butuh manusia yang hanya ingin menjatuhkan orang lain. Yang selalu tentang "membangun manusianya", tapi kok kena reshuffle ya?
Saya tau apa yang saya pilih. Dan untuk itu, didebat bagaimanapun, yang tau data dan kerjanya memang nyata terlihat jelas. Saya ga perlu "berandai-andai" dengan memilih yang lain. Perjuangan belum selesai. Salam 2 periode, no 2, 1 putaran, untuk Jakarta.
Dan, yang tidak kalah heboh cuitan bapak Fahri Hamzah yang terhormat. Kadang suka aneh, beliau adalah pejabat publik, yang cukup dikenal, kenapa ya bisa dengan semudah itu mengeluarkan tulisan yang... ah sudahlah. Kata "babu dinegeri orang", kira2 kata babu ini ditujukan untuk siapa? TKI? Waduh pak, TKI itu pahlawan devisa loh,pak. Mereka berjuang dan bekerja dinegara orang, juga mendatangkan keuntungan bagi RI, yang bahkan belum tentu bapak bisa lakukan. Jadi, tolonglah... Bapak boleh berpendapat, tapi pikirkan baik2 dulu. Kecuali, bapak bilang itu dalam hati hanya untuk diri sendiri. Kalo bapak, belum memiliki sumbangsih yang sepadan dengan para Pahlawan Devisa tersebut, mending diam ajalah,pak. Begitu lebih baik.
Ah, medsos hari ini.
Harus lebih bijak digunakan. Kemajuan teknologi, seharusnya dibarengin dengan tumbuhnya etika,moral serta sopan santun dalam bahasa tulisan sipenggunanya. Tidak ada yang salah dari medsos, hanya saja bila kita tidak bijak, kita bisa melukai orang lain. Apalagi, bila berita2 yang kita share adalah hoax.
Bukankah saya pernah bilang ya...
Jadilah cerdas dan bijak dalam bermain medsos. Karna dengan jarimu, kamu bisa menusuk jantung orang juga menebar kebencian. Pintar2lah menyaring berita dari berbagai sumber. Kemajuan teknologi membuat segalanya mudah, namun kadang membuat semuanya runyam
Selamat ber-medsos ria.
Semoga kita bijak dalam bermain jari.
Semoga otak kita cerdas dalam memilah dan menilai berita.
Semoga hati kita tulus dalam menjalin silahturahmi antar sesama umat.
30 januari
(Hari ini, ketika saya muak melihat berita tentang privacy seseorang pemuka agama, disajikan untuk khalayak ramai, lalu dijadikan lelucon bagi sebagian orang.)
Benyada Remals "dyzcabz"
Komentar
Posting Komentar